Dua hari kemudian, Aletta baru diajak pasangan suami istri itu untuk menuju ke Rumah Sakit. Jadwal sebelumnya gagal karena dr. Richard sebelumnya berhalangan hadir. Meksipun begitu pemeriksaan lanjutan sudah dilakukan oleh asisten dr. Richard.
Sebelumnya Zayd dan juga Aletta sudah melalui beberapa rangkaian pemeriksaan kesehatan. Hingga kini tibalah waktu untuk berkonsultasi.
Kening dr. Richard berkerut ketika sosok Aletta di hadapannya.
"Kalian akan memakai rahim gadis ini?"
Syafea mengangguk, tetapi respon dr. Richard justru lain.
"Berapa usianya sekarang?"
"Delapan belas tahun."
"Usianya masih delapan belas tahun?" tanyanya penuh keheranan.
"Bukankah menurut dokter pemeriksaan rahimnya sangat cocok? Lalu apa masalahnya? Dia juga sudah cukup umur?"
"Terserah kalian saja!"
Tidak mau mengatakan apapun lagi, pandangan dr. Richard justru beralih ke arah Zayd.
"Untuk kamu Zayd, hasil pemeriksaan kali ini lumayan bagus. Dua hari lagi jika pemeriksaan lanjutan kamu dinyatakan sembuh, maka kamu bisa secara langsung melakukan inseminasi buatan."
"Jangan lupa terus lakukan sesuai dengan perkataanku, maka kualitas spe*ma juga akan semakin meningkat."
"Terlebih lagi jika diiringi dengan modifikasi gaya hidup yang lebih sehat, misalnya dengan berolahraga serta mengonsumsi makanan bergizi dan seimbang."
"Baik, dokter. Saya tetap mengikuti semua arahanmu!"
"Selama program berlangsung, usahakan untuk selalu olahraga minimal 5 kali dalam seminggu dengan durasi minimal 30 menit sehari!"
"Iya, dokter."
Pandangan dr. Richard kembali ke arah Aletta. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi sambil menatap sosok Aletta dalam-dalam.
"Pasangan di hadapanku ini benar-benar gila! Mereka menggunakan anak di bawah umur untuk mengandung janin mereka!"
Mengabaikan perasaannya, dr. Richard justru menanyakan sesuatu pada Aletta.
"Kamu siap untuk pembuahan?"
"Dokter bertanya kepada saya?"
"Iya, siapa lagi?"
"Saya siap, dokter."
Tampak sekali jika dokter Richard menghela nafas panjangnya, lalu ia mulai berbicara kembali.
"Ok, karena ini yang kalian mau, maka program inseminasi akan ditentukan tiga minggu lagi, saat Aletta mengalami datang bulan. Sekaligus memastikan jika sel telur milik Syafea benar-benar sehat."
"Apa maksud dari perkataan dokter?"
"Sesuai dengan yang kalian tahu. Jika nanti sel telur milik Syafea dinyatakan tidak sehat, maka sel telur gadis ini yang akan kita pakai! Bukankah dia juga istri Zayd?"
Dokter Richard tampak melihat Syafea dengan sorot mata menyindir. Sementara itu tangan Syafea terlihat mengepal. Aletta bisa melihat kemarahan Syafea tetapi tidak dengan Zayd.
"Sial! Sepertinya dia menjebakku!" gumam Syafea.
Sorot mata dr. Richard sama sekali tidak terganggu dengan tatapan Syafea. Ia sangat hafal dengan sikap Syafea karena sesungguhnya mereka teman lama.
"Bagaimana, apakah kalian setuju?"
Sepasang suami istri itu saling menatap satu sama lain.
"Bukankah yang kalian inginkan hanyalah seorang keturunan?"
Sepasang suami istri itu mengangguk.
"Bagus, kalau begitu kita sepakat. Aku jamin dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun ke depan, kalian akan mendapatkan keturunan."
Sorot mata Syafea yang tadi tidak bersemangat kini sudah terlihat normal kembali. Justru terlihat sangat bahagia.
"Setelah bayi itu lahir sudah pasti kebahagiaan akan menghampiri keluarga kecilku, dan wanita tua itu tidak akan mengusirku lagi."
Bayangan indah memiliki keturunan meski bukan dari rahimnya membuat Syafea justru merasa bangga. Lain halnya dengan Zayd yang tidak begitu mengerti program apa yang sedang ia jalani saat ini.
Tinggal serumah dengan Aletta sungguh membuat Zayd risih. Ia sungguh tidak biasa dengan kehadiran wanita lain di dalam rumahnya. Seringkali Zayd lupa jika Aletta juga istrinya.
"Tuan lapar? Jika iya biarkan saya memasak untuk Anda."
Zayd melirik sekilas ke arah Aletta. Ingin rasanya ia menolak tawaran Aletta tetapi suara perutnya yang nyaring justru membuatnya malu. Tanpa bertanya dua kali, Aletta langsung membuatkan masakan untuk Zayd.
Sebuah menu sederhana tetapi dibuat dengan penuh rasa cinta. Mie instan goreng lengkap dengan telur mata sapi di atasnya.
"Apa ini?"
"Ini namanya mie goreng, Pak."
"Trus, kamu minta aku yang makan ini?"
Aletta yang ketakutan dengan respon Zayd hanya bisa mengangguk. Zayd tampak memutar bola matanya malas. Ia menyodorkan piring tadi ke arah Aletta dan meninggalkannya.
"Dasar orang kaya, katanya lapar tapi gengsinya digedein!"
Aletta yang memang lapar segera menyantap menu di hadapannya saat ini. Mendengar dan melihat Aletta yang sangat nikmat ketika menyantap menu tersebut membuat Zayd yang awalnya ingin naik justru mengintip dari balik dinding.
Beberapa kali ia menelan salivanya dengan susah payah. Terlebih melihat Aletta justru sangat menikmatinya.
"Apakah makanan itu sangat nikmat? Tetapi ...."
Teringat jika dokter melarang mereka mengkonsumi mie instan membuat Zayd mengurungkan niatnya lalu segera merebut mie di hadapan Aletta. Terkejut dengan perlakuan Zayd yang tiba-tiba membuat Aletta menoleh dengan cepat dan justru bibirnya bertemu dengan bibir Zayd secara tidak sengaja.
Kedua mata mereka sontak membola karena adegan barusan. Aletta yang belum pernah bersentuhan dengan lelaki membuat ia seolah tersengat aliran listrik tegangan tinggi.
Begitu pula dengan Zayd yang secara tidak sadar justru menopang pinggang ramping Aletta dengan kedua tangannya seperti sedang memeluknya. Aletta yang sadar dengan hal itu segera mendorong tubuh Zayd.
"Ma-maaf, Tuan."
"Maaf saya tidak sengaja."
Zayd yang kedapatan mengambil kesempatan itu hanya bisa mengusap tengkuknya yang tidak gatal sekaligus membuang muka.
"Sudahlah, sebaiknya kamu mengurangi makanan instan seperti itu karena kita sedang program hamil, mengerti!"
"Saya mengerti, Tuan. Saya meminta maaf untuk hal ini."
"Hm."
Tidak berapa lama kemudian Syafea datang dan membawa makanan.
"Loh, ada apa ini? Kenapa meja makan jadi terlihat berantakan."
"Tadi Aletta makan mie instan, karena aku mengetahui, makanya aku rebut dan isi mangkoknya justru berhamburan keluar."
"Oh, gitu. Bukankah kamu tahu jika makanan instan itu tidak baik untuk ibu yang sedang program kehamilan?" kata Syafea seolah menghakimi Aletta.
"Maaf, Tuan dan Nyonya."
"Sudah sana cepat istirahat!"
Dengan langkah cepat Aletta segera berlari ke kamarnya yang tidak dijauh dari ruang tengah. Disandarkannya bahunya ke sisi pintu.
Tangannya reflek mengusap bibirnya yang baru saja bertemu dengan bibir sang suami.
"Ciuman pertamaku!" cicitnya.
Sebelumnya ia hanya bisa melihat kejadian itu di dalam film Korea, tetapi ternyata ia justru bisa merasakan sendiri.
Benar sekali jika mereka bilang rasanya pasti berdebar ketika baru merasakan pertama kali. Lambat laun kata mereka itu sudah pasti menjadi candu.
Pikiran Aletta berkelana kemana saja. Entah kenapa Aletta menjadi sering membayangkan wajah tampan suaminya tersebut.
"Hm, memang benar jika Tuan Zayd memang tampan dan berkharisma. Andai saja usia kami tidak terpaut banyak aku sudah pasti juga akan mencintainya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
al-del
aletta mulai ada perasan kepada suaminya, setelah tersengat aliran listrik tegangan tinggi...😅
2022-12-27
1
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ𝚞𝚜
yakin cuman ciuman pertama kali
2022-11-26
1
@𝕬𝖋⃟⃟⃟⃟🌺Idha
bukan hanya ciuman pertama mu yang diambil aletta yang lainnya jg pasti.diambil zayd
2022-11-23
1