Aletta merasakan sekujur tubuhnya lemas, tidak bereaksi apapun ketika dokter Richard tadi sempat menyuntikkan jarum selang infus ke lengannya.
Padahal Aletta sangat tidak suka dengan jarum suntik. Akan tetapi karena kontrak bodohnya dengan Zayd dan Syafea ia harus menekan rasa phobia. Hingga merelakan lengannya disuntik jarum beberapa kali.
"Bagaimana apakah tubuhmu sudah mulai enakan?"
"Sepertinya begitu."
"Baiklah, kalau begitu beberapa jam lagi sebaiknya kita ke Rumah Sakit untuk memastikan kebenaran jika kamu benar sudah hamil."
Aletta dapat melihat ke arah Tuan Zayd.
"Apakah kita tidak menunggu kedatangan Nyonya Syafea?"
Zayd tampak menghela nafasnya. Ia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Aletta dengan mudah membaca ekspresi yang ditunjukkan oleh Zayd.
"Sepertinya tidak perlu, karena sampai saat ini ia tidak bisa dihubungi. Mungkin pekerjaannya jauh lebih penting daripada rencana kehamilan kamu."
Entah mengapa saat mengucapkan hal tersebut hati Zayd merasa sakit. Dia seolah telah menghianati istrinya. Padahal dari awal yang sangat menginginkan kehamilan itu adalah Syafea.
Akan tetapi entah kenapa semakin ke belakang Syafea semakin tidak menghiraukannya, bahkan tidak menganggap penting lagi rencana kehamilan Aletta. Zayd sampai bingung dengan hilangnya Syafea selama beberapa hari ini.
Beruntung keluarga besarnya sama sekali tidak curiga dengan keberadaan Syafea. Di dalam hati Zayd masih bergejolak bagaimana ia bisa mengatakan kejujuran tentang rumah tangganya saat ini.
Seolah-olah ia dihadapkan dengan sesuatu hal besar yang mempunyai dampak besar juga di dalam kehidupannya nanti. Sementara itu di Indonesia, Umi merasa tidak nyaman dengan kepergian Zayd dan Syafea yang mengatakan ingin berobat keluar negeri.
"Abah, kenapa selama satu minggu ini aku merasa jika Syafea dan Zayd menyembunyikan sesuatu?"
"Umi jangan suudzon seperti itu. Bukankah Umi sangat percaya terhadap Zayd, kenapa sekarang justru meragukan ucapannya?"
Umi sejenak berdiri dari tempat duduknya. Ia menatap foto Zayd saat menikah dengan Syafea.
"Insting seorang ibu tidak dapat dibohongi Abah. Bagaimana pun Zayd berbicara, aku tetap merasa ada hal yang disembunyikan saat ini."
"Kalau Umi masih merasa tidak percaya dengan Zayd, kenapa kita tidak menyusulnya? Gitu aja kok repot!"
Sontak Umi menoleh ke arah suaminya yang masih sibuk membaca koran. Di acara sela-sela mengajar, Abah memang masih sempat membaca koran. Katanya agar tidak ketinggalan berita.
Kalau untuk menonton televisi Abah dan Umi memang jarang melakukannya. Akan tetapi untuk mengetahui wawasan dunia luar Abah seringkali membaca koran.
Kini Umi mulai mendekati suaminya.
"Memangnya aku boleh menyusul anakmu pergi ke luar negeri?"
"Apa Umi mengira jika uangku tidak cukup untuk membiayai Umi pergi menyusul Zayd?"
"Tanpa Umi meminta pun aku sudah menyetujuinya. Bukankah Umi memang tidak mempercayai ucapan Zayd?"
"Alangkah lebih baiknya jika kita menyusul mereka saja, jadi kita tidak akan bertanya-tanya apakah Zayd membohongi kita atau tidak?" ucap Abah final sambil menutup koran miliknya.
"Umi tunggu di sini. Biarkan aku menghubungi Zain dan memintanya memesankan tiket untuk kita, agar bisa mengunjungi Zayd secepatnya."
Tidak lama kemudian, Abah segera menghubungi putra pertamanya. Sesuai dengan janjinya kepada Abah, Zain segera memesan tiket untuk kedua orang tuanya tersebut.
"Memangnya ada apa sampai Umi dan Abah ingin mengunjungi Zayd. Apakah ia bermasalah lagi dengan istrinya?"
Istri dari Zain segera mendekati suaminya.
"Ada apa Mas? Kenapa kamu sepertinya memikirkan sesuatu?" ucap Lili sambil meletakkan secangkir teh untuk suaminya.
"Aku tidak tahu, Dek. Akan tetapi sepertinya rumah tangga Zayd dengan Syafea lagi bermasalah. Sampai-sampai Umi dan Abah ingin menyusulnya ke negeri Jepang."
"Jangan suudzon seperti itu, Mas. Lebih baik kita mendoakan kebahagiaan untuk Keluarga Zayd dan juga Syafea. Bukan ranah kita juga untuk ikut campur di dalam rumah tangga mereka."
"Kamu benar, Dek. Aku beruntung memiliki istri seperti dirimu yang selalu mendampingi setiap langkahku."
Sementara itu di negeri Sakura, Aletta benar-benar dibawa Zayd ke Rumah Sakit. Karena takut kenapa-napa dengan istri mudanya, maka Zayd lebih memilih Aletta untuk menaiki kursi roda.
"Kenapa harus memakai kursi roda? Padahal 'kan aku masih bisa berjalan?" tanya Aletta di dalam hati.
Sementara itu wajah tegang Zayd memenuhi sepanjang perjalanan mereka di sepanjang lorong Rumah Sakit. Aletta sangat malu ketika tatapan orang-orang mengintimidasi dirinya.
"Ini semua karena perlakuan Tuan Zayd yang sangat over protektif, hingga aku merasa malu berada di sini."
Beruntung Aletta memakai hijab. Sehingga ia bisa menutupi sebagian wajahnya dengan hijab yang ia pakai. Tidak lama kemudian kini giliran Aletta untuk masuk ke ruang praktek dokter Richard.
"Selamat datang pasangan Nyonya Muda Aletta dan Tuan Zayd. Ada yang bisa saya bantu?"
"Seperti yang kau sarankan tadi pagi, kini aku sudah membawa istriku untuk datang kemari. Apakah kau bisa melakukan pemeriksaan lengkap terhadap kesehatannya?"
"Tentu saja bisa Tuan Zayd yang terhormat.
Silakan ajak istri Anda untuk berbaring di ruang pemeriksaan!"
Sesuai dengan arahan dokter Richard, kini Aletta sudah berbaring di tempatnya. Meskipun tidak nyaman tetapi Aletta berusaha untuk tetap rileks sesuai dengan arahan dari dokter Richard.
"Kamu tidak perlu takut Aletta, karena pemeriksaan kali ini tidak sakit, kamu tenang saja."
Aletta hanya mengangguk. Sesaat kemudian seorang suster mengoleskan gel ke arah perut Aletta lalu menggerakkan alat di atasnya langsung tersambung dengan monitor yang berada di ruangan dokter Richard.
"Tuan Zayd, kemarilah!"
Zayd melangkah ke arah tempat duduk dokter Richard dan kedua matanya menatap layar monitor di hadapannya.
"Titik kecil ini sudah berada di dalam rahim Aletta dan beberapa saat lagi akan berkembang menjadi sebuah janin. Kedepannya kamu harus menjaga benih ini dengan sebaik mungkin karena di awal kehamilan seorang wanita sangat rentan. Entah itu perasaannya ataupun suasana hatinya seringkali membuat kita harus extra sabar untuk menghadapinya."
Zayd tampak mengangguk, seolah paham dengan apa yang diucapkan oleh dokter Richard.
Akan tetapi jauh dilubuk hatinya, ada sebuah rasa yang sangat tidak bisa ia jabarkan dengan kata-kata.
Sebuah kekecewaan karena Syafe sampai saat ini belum kembali dan tidak bisa mendengar berita gembira yang disampaikan oleh dokter Richard kepadanya. Seolah mengerti akan kerisauan hati yang dialami oleh Zayd, dokter Richard hanya bisa menepuk bahunya.
Sekedar menyalurkan rasa dukungan agar Zayd tabah menghadapi ujian kali ini. Bukan lagi ujian tentang keturunan, melainkan ujian tentang istri pertamanya yang sedang dalam masalah besar.
Tanpa diketahui Zayd, dokter Richard mengetahui kabar terkini tentang Syafe. Karena rekan sesama dokternya telah memberitahu keadaan Syafea yang sebenarnya kepadanya. Ada rasa kekecewaan, tetapi ia tidak bisa mengatakan hal ini secara langsung kepada Zayd. Akan lebih baik jika dia mengetahui dengan sendirinya nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ𝚞𝚜
zayd harus tau knp syafe g ada kbr sama sekali
2022-12-04
1
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
syukurlah umi menyusul semoga umi mengetahui semua nya dan umi menyukai Aletta
2022-12-03
1