Merasakan jika situasinya tidak menguntungkan membuat Zayd harus memikirkan sebuah cara agar Uminya segera pulang ke Indonesia.
"Aku tidak bisa membiarkan Umi terlalu lama, berada di sini karena hal itu bisa membahayakan keberadaan Aletta di sini," gumam Zayd penuh rasa ketakutan.
Ia tidak bisa membiarkan rahasia ini terlalu lama dipendam. Namun, ucapan Umi barusan membuat detak jantung Zayd seakan berhenti dalam sekejap.
"Sepertinya Syafea tidak bisa menjagamu setiap waktu. Buktinya sudah berapa lama Umi berada di sini, Syafea tidak juga pulang. Apa berbelanja membutuhkan waktu yang sangat banyak?"
"Mungkin saja jalanan macet, Umi?"
"Macet atau itu hanya alasan yang kau berikan agar Umi terdiam."
Zayd tertunduk.
"Umi akan tinggal di sini selama beberapa waktu!"
Glek
Zayd menelan salivanya dengan susah payah. Begitu pula dengan Aletta. Seolah tenggorokannya mengering dalam waktu sekejap.
Aletta segera meraih gelas yang berisi air putih dan menenggaknya dengan cepat. Merasa jika suasana yang semula biasa telah berubah menjadi sangat menegangkan, membuat Umi menyadari ada hal yang salah di sini.
Apalagi setelah melihat respon yang diberikan oleh keduanya.
"Kenapa kalian seolah sedang menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Umi sambil menoleh ke arah Zayd dan juga Aletta secara bergantian.
Abah meraih gelas yang berisi air dan menenggaknya. Lalu meletakkan garpu dan sendoknya. Tangannya saling menyatu di depan wajah.
"Abah juga berpikir demikian. Sepertinya ada yang kalian berdua sedang sembunyikan dari kami. Abah kira hubungan kalian tidak hanya sebatas majikan dan asisten rumah tangga!"
Aletta mencuri pandang ke arah Zayd. Mencoba memohon agar Zayd segera bersuara dan mengatakan sesuatu yang bisa menenangkan hati kedua orang tuanya agar tidak terlalu lama berpikir hal yang buruk tentang mereka.
Belum mencair suasana di dalam ruang makan, tiba-tiba saja Syafea muncul dan langsung menyapa semua orang di sana.
"Maaf, Umi ... jika kedatanganku sedikit terlambat!" ucap Syafea yang tiba-tiba muncul dari arah ruang depan.
Saat ini ia sedang melepas mantel dan juga sepatunya. Lalu sesaat kemudian ia sudah bergabung dengan seluruh anggota keluarganya.
Syafea tidak lupa memberi hormat kepada sepasang mertuanya tersebut. Pandangan dari semua orang kini mengarah kepadanya.
Tidak ada yang mengatakan apapun lagi setelah melihat Syafea datang dan membawa sebuah paper bag besar. Aletta yakin jika di dalamnya berisi stok makanan.
Namun, Umi maupun Abah tidak bersuara sama sekali. Justru mereka terlihat lebih tidak suka akan kehadiran Syafea.
"Sepertinya ada yang salah dengan semua ini? Kedua orang tua Tuan Zayd sama sekali tidak menyukai kehadiran Nyonya Syafea," gumam Aletta.
Namun, pemikiran Aleta seketika berubah ketika menyadari ada aroma buah yang sangat segar dan mengganggu indera penciumannya. Entah kenapa aroma segar dari buah tersebut membuat air liurnya hampir menetes.
Hingga ia ingin segera menikmati segarnya buah-buahan yang dibawa oleh Syafea. Aletta bisa mengetahui tentang barang apa yang dibawa oleh Syefa tanpa harus melihatnya karena ia sudah hafal dengan aromanya.
Di luar semua itu, Syafea segera menyalami tangan kedua mertuanya dengan sopan. Lalu meminta Aletta membantunya menyusun aneka buah segar sebagai makanan pencuci mulut.
"Aletta, kemarilah! Bantu aku untuk menyusun beberapa buah-buahan segar di atas meja makan."
"Iya, Nyonya," ucap Aletta patuh.
Beruntung saat mencium aneka buah segar tadi perut Aletta tidak bergejolak sama sekali sehingga semuanya tampak aman terkendali. Sama seperti yang dirasakan oleh Zayd saat ini.
"Untungnya kamu datang tepat waktu, Syafea. Akan tetapi kamu kenapa baru pulang?"
Sebuah kelegaan hati ketika bisa terlihat di dalam wajah Zayd, ketika sang istri tercinta kembali. Dengan sebuah kerlingan manja dari mata Syafea mampu membuat senyuman di hati Zayd muncul.
"Kamu semakin cantik, Sayang," puji Zayd dari dalam hatinya.
Hanya saja ada beberapa aroma parfum baru yang membuat Zayd begitu tidak menyukainya. Ia yakin jika Syafea pasti berbelanja keluar negeri tanpa memberi tahu ataupun meminta ijin darinya.
Sesuatu yang aneh kembali muncul ketika Aletta sudah membawa buah-buahan itu dan menyajikannya di atas meja makan. Aletta merasa aneh karena Zayd saat ini tampak menutup hidungnya ketika buah-buahan itu mulai di sajikan di atas meja.
Umi melihat ada hal yang tidak beres di sini. Ada sebuah moment yang mengingatkan dirinya ketika dulu Umi sedang mengandung Zayd.
"Kenapa Zayd menutup hidung sama seperti Abah saat aku hamil Zayd, jangan-jangan ...."
Pikiran Umi tertahan ketika mencium aroma parfum Syafea yang begitu menyengat.
"Darimana wanita ini, kenapa aroma parfumnya begitu menyengat? Lagi pula aku tidak pernah melihat Syafea memiliki pakaian seperti ini."
Tidak ingin berpikiran hal yang buruk, Umi segera menanyakan dari mana Syafea sebelumnya.
"Darimana saja kamu Syafea, Abah dan Umi sudah begitu lama menunggu, tetapi sang pemilik rumah baru saja datang."
"Ma-maaf, tadi saya baru pulang berbelanja dan karena jalanan begitu macet sehingga saya tidak bisa mengemudikan kendaraan dengan cepat," ucap Aletta sedang berbohong.
"Bukankah biasanya jika kamu berbelanja selalu melibatkan Zayd, tetapi sepertinya sejak kamu tinggal di sini semua kebiasaanmu mulai berubah."
Syafea hanya tersenyum masam menanggapi ucapan dari ibu mertuanya tersebut.
"Kenapa nenek tua ini sampai memperhatikan hal sedetail itu? Apakah dia tidak suka jika aku pergi keluar rumah?"
"Sudah, tadi Syafea memang mengajakku, tetapi ada banyak berkas pekerjaan yang membuatku harus menghentikan keinginanku untuk menemaninya."
"Oh, kirain istrimu sudah bisa hidup mandiri."
Tanpa bertele-tele, Umi segera menanyakan apakah Syafea sudah hamil atau belum."
"Syafea sayang, apakah saat ini program kehamilanmu sudah berhasil? Masa kamu kalah dari asisten rumah tanggamu yang lebih duluan hamil."
"Uhuk!" Syafea tersedak makanannya sendiri.
Zayd dengan sigap segera memberinya minuman agar istrinya membaik. Aletta yang masih berdiri di area pantry tidak berani untuk kembali ke meja makan seperti tadi. Apalagi setelah mendengar perkataan dari Umi barusan yang membandingkan dirinya dengan Syafea.
Umi yang menyadari jika Aletta tidak ada di sana segera menyusulnya ke pantry. Tunggu, simpan jawabanmu sebentar. Umi mau ke dapur dulu.
Benar saja, sesuai dugaan Aletta hanya berdiam diri di sudut pantry.
"Aletta, kenapa kamu berada di sini? Ayo ikut makan bersama kami. Ingat jangan terlalu capek kamu masih hamil muda."
"I-iya, Umi."
Aletta hanya mengangguk. Entah kenapa tiba-tiba saja perasaannya terasa tidak enak. Apalagi melihat jika Zayd dan Syafea memandangnya dengan tatapan mata yang menakutkan.
"Apa yang seharusnya aku lakukan, kenapa mereka menatapku seperti itu? Bukankah semua ini terjadi karena tindakan kalian?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ𝚞𝚜
Aletta yg sabar ya insyaallah pasti ada jalan keluar
2022-12-04
2
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
kasihan Aletta berada diantara 2 pilihan.. enaknya Aletta ikut Umi pulang aja
2022-12-03
1