Sesuai dengan permintaan Umi, kini keduanya telah sampai di Jepang. Perjalanan mereka terkesan lancar tanpa hambatan. Tanpa menghubungi Zayd terlebih dahulu, kini Umi dan Abah sudah menuju ke kediaman Zayd.
Sementara itu di rumah Syafea belum juga pulang. Sedangkan Aletta masih sibuk mempersiapkan makanan untuk Zayd. Baru setengah perjalanan, Aletta begitu terkejut ketika bel pintu rumahnya berbunyi.
Merasa jika Zayd masih sibuk di ruangannya, terpaksa Aleta menghentikan acara masak. Setelahnya ia pergi ke ruang tamu untuk membuka pintu.
"Assalamu'alaikum ...." sapa Umi.
"Wa'alaikumsalam, maaf Ibu dan Bapak sedang mencari siapa?" tanya Aletta dengan sopan.
Umi tampak memandangi Aletta dari atas ke bawah. Ia tidak merasa familiar dengan Aletta, tetapi ketika menyadari bahasa yang digunakan oleh Aletta, Umi baru menyadari jika mereka berasal dari satu tanah air.
"Kenapa Ibu ini menatapku dengan serius? Tunggu dulu, beliau ini sangat mirip dengan Tuan Zayd, begitu pula dengan Bapak ini, jangan-jangan?" tanya Aletta sambil memperhatikan dengan seksama dan hati-hati.
Jika Abah dan Umi begitu terkejut dan merasa asing pada Aletta, Aletta juga merasakan hal yang sama. Abah yang melihat interaksi antara Umi dan Aletta hanya bisa tersenyum. Ia sangat paham dengan apa yang berada di dalam pikiran istrinya tersebut.
Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Abah mengambil inisiatif untuk menyapanya terlebih dahulu.
"Seharusnya kami yang bertanya padamu, kamu itu siapa, dan kenapa bisa berada di rumah anak saya?" ucap Abah dari belakang.
Aletta kembali menunduk lalu menjawab pertanyaan dari Abah.
"Saya Aletta, kebetulan saya tinggal di sini."
"Tunggu dulu, bukankah rumah ini milik Zayd Abdullah dan istrinya Syafea. Apakah kamu asisten rumah tangga mereka?" tanya Umi kemudian.
Aletta hanya bisa mengangguk ketika mendengar ucapan dari kedua orang tua di hadapannya saat ini. Apalagi mereka sangat mengenal Zayd dan juga Syafea.
Lagi pula mana mungkin ia mengaku sebagai istri Zayd. Bisa-bisa Aletta terkena kemarahan Syafea dan Zayd karena telah lancang berbicara. Melihat Aletta terdiam, Umi kembali bertanya padanya.
"Nak Aletta, apakah Zayd dan istrinya ada?"
"Ada, beliau ada di dalam. Silakan masuk Bapak dan Ibu!"
Sebagai orang yang tinggal di sana, Aletta mempersilakan kedua tamunya untuk masuk. Segera mungkin ia memanggil Zayd untuk menemui mereka.
"Tunggu sebentar, biar saya panggilkan Tuan Zayd."
"Hm."
Jarak ruang tamu dan ruang kerja Zayd lumayan jauh, sehingga Aletta harus bergegas agar tamunya tidak lama menunggu. Namun, ketika di posisi tangga teratas, tiba-tiba saja Zayd membuka pintu dengan segera. Karena terkejut Aletta hampir terpeleset, beruntung tangan Zayd lebih dulu meraih tubuh Aletta yang kecil.
"Ngapain kamu ke sini! Apakah tidak bisa memanggilku dari luar? Atau kamu sengaja tidak bisa menjaga kandunganmu, ya?"
Sontak Aletta menggeleng, "Maaf, Tuan. Di bawah ada kedua orang tua yang sangat mirip dengan Tuan sedang mencari Anda!"
"Siapa?" kening Zayd tampak berkerut lalu kemudian ia sangat familiar dengan suara dari arah bawah.
"Ini Umi, Zayd."
Mendengar suara Umi di lantai bawah, Zayd begitu terkejut dengan hal itu. Tidak lama kemudian ia bergegas turun dan bersalaman dengan Umi.
"Umi, kapan datang? Kenapa tidak memberikan kabar terlebih dahulu pada kami, setidaknya aku bisa menyusul di bandara."
"Buat apa, yang terpenting kami masih bisa sampai di sini dengan selamat."
"Lagi pula untuk apa dijemput kalau kita masih bisa memberikan surprise kepadamu!" seru Abah yang kemudian bergabung dengan mereka.
Tidak lama Umi teringat dengan Syafea dan masih melihat ke arah Aletta.
"Itu asisten rumah tangga kamu?"
Zayd menoleh ke arah Aletta, lalu mengangguk. Ia begitu sulit menjelaskan kedudukan Aletta saat ini. Jika Zayd mengaku jika Aletta adalah istri keduanya yang sedang mengandung, sudah pasti ia akan mendapatkan makian dan kemarahan dari Umi.
"Kok diam? Lalu di mana Syafea? Masa jam segini belum bangun?"
Aletta yang merasa seperti orang asing segera pergi kembali ke dapur untuk melanjutkan masaknya.
"Maaf, Tuan, saya mau kembali memasak!"
Zayd mengangguk. Setelah itu Zayd berhadapan dengan tatapan menyelidik dari Umi dan Abah.
"Kenapa diam, Zayd? Entah mengapa Umi merasakan jika rumah tangga kalian sedang bermasalah!"
Zayd tampak membuang muka. Ia bingung harus memulai dari mana untuk mengatakan kebenaran ini. Abah yang melihat jika Zayd masih kebingungan segera memanggilnya.
"Zayd, kemarilah!" panggil Abah.
Seperti mendapatkan angin segar, kini Zayd mulai datang ke arah Abah.
"Abah capek dan lapar. Apakah kamu tidak mempersilahkan Abah untuk istirahat dan makan?"
"Tunggu sebentar, Abah. Makanannya sedang dipersiapkan oleh Aletta. Mungkin sebentar lagi akan matang. Kalau untuk tempat tidur Abah bisa menempati ruangan ini."
Zayd kemudian menunjukkan letak kamar untuk tempat istirahat kedua orang tuanya. Umi yang sudah hafal dengan kebiasaan suaminya segera menyusul kedua orang tersebut menuju kamar.
"Ingat, panggil Abah ketika makanannya sudah matang."
"Siap, Abah."
Selepas mengantarkan kedua orang tuanya, Zayd bergegas pergi ke tempat Aletta. Mendengar derap langkah menuju dapur, Aletta sedikit menjauh darinya.
"Kenapa kamu mundur-mundur begitu?"
"Nggak kenapa-napa, Tuan. Memangnya ada apa, Tuan datang kemari?"
"Persiapkan menu makanan yang enak! Kedua tamu tadi adalah kedua orang tuaku!"
"Iya, ta-tapi menu makanan yang akan aku masak hanya seperti biasanya," ucap Aletta dengan menunduk.
"Tidak apa-apa, yang terpenting sama seperti biasanya. Enak dan lezat."
"Siap, Tuan."
"Kamu perlu bantuan apa, biar aku bantu!"
"Memangnya tidak apa-apa jika Tuan membantu saya?"
"Apakah kamu lupa jika dokter Richard memberikan peringatan kepadamu untuk jangan terlalu capek. Hal itu bisa membahayakan keberadaan dia, bukan?"
Zayd memberikan kode lewat kedua matanya yang mengarah ke perut Aletta yang masih datar. Entah kenapa ia bisa merasakan kekhawatiran yang ditunjukan oleh Zayd terhadap calon anaknya itu.
Akan tetapi posisinya saat ini sepertinya tidak menguntungkan. Ditambah lagi dengan kondisi kedua orang tuanya yang sudah berada di dalam rumah Zayd tentu akan membuat gerak-gerik keduanya lebih dipantau.
"I-iya, Tuan. Kalau Tuan tidak memaksa maka boleh lah jika Tuan membantu saya mencuci sayuran yang ada di hadapan Tuan saat ini. Selebihnya nanti biar saja saya yang menyelesaikannya."
"Oke, kalau seperti ini saja aku masih bisa. Akan tetapi jangan menyuruhku dengan menggunakan peralatan dapur. Bisa-bisa nanti aku justru membuat kebakaran di sini."
Meskipun Umi merasa lelah, tetapi beliau sangat penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh putranya itu. Tanpa sengaja ia melihat percakapan antara Zayd dan Aletta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ𝚞𝚜
percakapan apa ya antara zayd sama aletta
2022-12-04
1
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ𝚞𝚜
knp g jujur sja zayd kalau Aletta tuhh istrimu
2022-12-04
0
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
na iyakan bakalan ketahuan nanti tapi gpp itu malah lebih baik
2022-12-03
1