Setelah penyergapan oleh polisi kepada tiga pria berbadan besar itu lingkungan tempat tinggal Rex dan Gama perlahan kembali kondusif. Warga yang semula ketakutan tiap kali melintas di sekitar lapangan bola pun kembali tenang.
" Jadi suara tanpa wujud itu beneran cuma gosip Rex...?" tanya Lilian.
" Iya Kak...," sahut Rex.
" Terus nasib tiga preman itu gimana ?. Apa hubungan mereka sama suara aneh itu...?" tanya Lilian tak mengerti.
" Mereka adalah dalang dari terror suara tanpa wujud itu Kak. Mereka bekerja sama untuk menerror warga supaya ga lagi main di lapangan bola itu. Caranya mereka nakutin warga pake suara aneh yang disampaikan melalui alat yang ditanam di tengah lapangan itu. Kalo warga ketakutan, lapangan itu bakal ditinggalin dan ga dimanfaatin lagi. Selanjutnya mereka menjual lahan itu ke seorang pengusaha yang katanya lagi nyari lahan untuk bikin taman bermain berbayar gitu Kak...," sahut Rex.
" Iiiihh..., ga ngerti deh sama cara berpikir mereka. Wong lahan milik negara kok diperjual belikan. Lagian apa mereka ga kasian sama warga. Kita ga bakal punya lahan lagi untuk tempat ngadain acara besar semacam pesta rakyat lagi dong kalo lahan itu dijual...," kata Lilian kesal.
" Yang ada di kepala mereka kan hanya uang. Jadi mana sempet mikirin kebahagiaan orang lain...," sahut Rex sambil mencibir.
" Terus Kamu dapat apaan dari Kepolisian ?. Kan Kamu sama Gama lumayan berjasa dalam membantu Polisi...," kata Lilian.
" Apaan sih Kakak. Aku sama Gama kan cuma kebetulan ada di sana...," sahut Rex merendah.
Dalam hati Lilian merasa bangga pada adiknya itu karena telah berhasil membantu polisi menguak misteri suara tanpa wujud yang menerror warga.
\=\=\=\=\=
Liburan semester kali ini dilalui Rex dan Lilian dengan berkunjung ke rumah sang nenek di Cirebon. Rusminah dengan senang hati menyetujui keinginan kedua cucunya itu. Apalagi ia juga sudah lama tak berkunjung ke rumah peninggalan almarhum suaminya itu.
Dan seperti biasa Gama akan selalu mengekor kemana pun Rex pergi. Meski pun Lilian sedikit kesal dengan tingkah Gama, namun Lilian tak keberatan saat Gama memaksa ikut.
" Wah, rumah Nenek besar banget. Masih terawat dan rapi...!" kata Gama saat pertama kali melihat rumah Rusminah.
Rusminah tersenyum mendengar ucapan Gama, sedangkan Rex dan Lilian nampak mencibir kesal karena tahu Gama sedang mencoba mencari perhatian sang nenek.
" Dasar penjilat...," gumam Lilian sambil melengos.
" Lian...," panggil Rusminah sambil menggelengkan kepala.
" Iya Nek, maaf...," sahut Lian salah tingkah.
" Ayo masuk...," ajak Rusminah sambil menggamit tangan Gama.
Gama pun mengangguk lalu menggandeng tangan Rusminah. Seorang wanita berkebaya bernama Tini membuka pintu dan mempersilakan mereka masuk. Gama nampak takjub melihat isi dari rumah Rusminah.
" Wow, amazing...!" kata Gama antusias.
" Ck, apaan sih Lo. Ga usah sok nginggris deh...," kata Rex kesal hingga membuat Gama tertawa.
" Gimana, nyesel ya udah ikut ke sini ?. Ternyata rumah Nenek tuh ga seserem yang Lo bayangin. Ayah udah bayar orang buat menjaga rumah Nenek sekaligus membersihkannya...," kata Lilian sambil mendaratkan diri di kursi rotan yang ada di ruang tamu.
" Gue ga nyesel kok. Kirain rumah Nenek dibiarin terbengkalai dan ga terurus karena selama ini Nenek kan tinggal di Jakarta. Jadi wajar dong kalo Gue mikir rumah Nenek serem...," sahut Gama tak mau kalah.
" Tapi Lo kan jadi ga punya pengalaman seru di sini...," kata Lilian.
" Kita belum tau apa yang bakal terjadi. Siapa tau besok atau lusa Kita bisa nemuin sesuatu di sini...," sahut Gama santai.
" Cukup Anak-anak. Sekarang simpan tas Kalian di kamar. Lian, Kamu mau tidur sendiri atau tidur sama Nenek...?" tanya Rusminah.
" Tidur sama Nenek dong. Kakak kan penakut, mana berani tidur sendirian...," sindir Rex sambil melangkah ke dalam kamar diikuti Gama.
Rusminah dan Gama tersenyum mendengar ucapan Rex, sedangkan Lilian nampak mengerucutkan bibirnya.
" Ck, tau aja sih...," gumam Lilian dengan wajah merah.
" Ya udah gapapa. Tolong bawain tas Nenek sekalian ya Li, Nenek mau ke belakang dulu...," kata Rusminah.
" Ok Nek...," sahut Lilian sàmbil tersenyum.
Kemudian Rusminah pergi ke ruang makan untuk menemui Tini. Di sana terlihat Tini sedang sibuk menyiapkan makan siang.
" Masak apa Tin...?" tanya Rusminah.
" Pepes ikan pedes, sayur bening, empal daging, sama krupuk Mak...," sahut Tini dengan santun.
" Gitu ya, terus gimana kabarmu dan keluarga Tin...?" tanya Rusminah sambil menatap Tini lekat.
" Alhamdulillah baik Mak. Si Landung juga udah jarang ngamuk lagi sekarang...," sahut Tini sambil tersenyum.
" Syukur lah. Maaf kalo mendadak ke sini dan bikin Kamu repot ya Tin. Cucuku itu yang bikin rencana...," kata Rusminah.
" Gapapa Mak. Saya seneng kok denger Mak dan keluarga mau berkunjung. Tapi Mas Ramon sama Mbak Lanni ga ikut ya Mak...?" tanya Tini.
" Insya Allah Jum'at depan mereka nyusul ke sini. Ramon kan harus kerja dan Lanni juga harus nyiapin semua keperluan suaminya setiap hari...," sahut Rusminah.
" Gitu ya Mak...," kata Tini lirih dengan wajah sendu.
Rusminah pun mengalihkan pembicaraan karena tak ingin mengorek luka lama Tini. Tak lama kemudian Rex, Gama dan Lilian ikut bergabung di ruang makan untuk makan siang.
\=\=\=\=\=
Sore menjelang malam suasana di sekitar rumah Rusminah mulai terasa sepi dan mencekam. ltu karena letak rumah Rusminah memang sedikit berjauhan dengan tetangga. Dikelilingi kebun dan sawah milik keluarga besar Rusminah.
Kedua orangtua Rusminah memang berasal dari keluarga terpandang. Bukan keturunan bangsawan tapi keluarga yang cukup sukses pada masanya. Mereka memiliki banyak harta yang tak habis walau dipakai hingga tujuh turunan. Dan Rusminah masih bisa menikmati sisa kejayaan keluarganya dengan memiliki rumah besar dan tanah yang luas.
Rex dan Lilian nampak tak terganggu dengan kondisi itu. Tapi berbeda dengan Gama yang terlihat gelisah dan berkali-kali menoleh ke jendela yang menghadap ke sawah.
" Kenapa Gam, kok nengok ke jendela terus...?" tanya Rex.
" Mmm..., Lo sama Kak Lian ga ngerasa sesuatu yang aneh ya Rex...?" tanya Gama hati-hati.
" Ga tuh, biasa aja...," sahut Lilian cepat.
" Emangnya Lo ngeliat apaan Gam...?" tanya Rex penasaran.
" Gue ngerasa ada yang ngintipin Kita dari jendela itu Rex...," sahut Gama gusar.
" Itu mah biasa Mas Gama. Di sini kan kalo malam sepi dan gelap. Saking gelapnya bayangan pohon pun bisa dikira hantu...," kata Tini.
" Masa sih. Tapi Gue yakin kalo itu bukan bayangan pohon...," gumam Gama sambil menyibak gorden jendela.
Gama pun menjerit saat melihat sosok berkain lusuh seperti guling tengah menempel di kaca jendela.
" Setaaannn...!" jerit Gama hingga membuat Rex dan Lilian terlonjak dari duduknya.
" Anjrit, ngagetin aja Lo...!" kata Rex sambil melempar majalah yang dibacanya kearah Gama.
" Set... setan Rex. Ada setan di jendela...," kata Gama sambil menunjuk jendela dengan tangan gemetar.
" Coba liat dulu Tin. Pasti Gama salah liat deh...," kata Rusminah menengahi.
Tini pun keluar rumah dan mengambil sebuah potongan kayu yang bersandar di samping jendela lalu memperlihatkan kepada semua orang.
" Cuma balok kok, Mas Gama salah liat tadi...," kata Tini sambil menahan tawa.
" Malu-maluin aja sih pake teriak segala...," gumam Lilian kesal.
Gama membisu. Masih terlihat jelas ketakutan di wajahnya dan itu membuat Rex iba. Rex pun menyodorkan gelas berisi air putih kepada Gama yang langsung meneguknya hingga tandas.
" Kalo gitu Saya pulang dulu ya Mak. Assalamualaikum..., " kata Tini sambil membawa balok keluar rumah.
" Wa alaikumsalam...," sahut semua orang bersamaan.
" Tutup pintunya dan siap-siap ke masjid ya Anak-anak...!" kata Rusminah.
" Siap Nek...!" sahut Rex dan Lilian bersamaan.
Gama pun mengekori Rex kemana pun hingga membuat Rex kesal. Namun Rex tak bisa berbuat apa-apa karena mengerti bagaimana perasaan Gama. Apalagi Rex juga sempat melihat sesuatu melintas di samping jendela tadi.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 245 Episodes
Comments
ramanda
luka lama ? hmmm ...
2024-10-09
1
ramanda
teman rasa keluarga
2024-10-09
0
ramanda
suara tanpa wujud itu memang benar ada, tapi bukan hantu seperti yang santer dibicarakan.
2024-10-09
1