Cefi berjalan memasuki gerbang. Dadanya masih saja sakit mengingat harusnya dia diantar oleh ayahnya ke sekolah. Meskipun Pak Pradana adalah orang baik dan suka rela mengantarkannya namun tetap saja rasanya lain. Dia sangat merindukan ayah dan ibunya.
"Cefiii!" Seru Dara yang langsung berlari menghampiri Cefi dan memeluk Cefi.
"Haiii!" Seru Cefi.
"Lo udah masuk?" Tanya Dara.
Cefi mencoba terkekeh, "Iyalah. Kalau belum masuk ini siapa dong? Setan?" Tanya Cefi.
"Iyaaa bener juga sih." Kata Dara. "Yuk, ke kelas." Kata Dara.
Belum genap mereka sampai ke kelas. Tiba-tiba ada Daren yang berdiri di depan Cefi dan Dara. Cefi menghela napas, dia memang tidak memegang ponsel sejak kecelakaan kedua orang tuanya. Dia juga tidak terlalu menggilai ponsel. Bahkan, hari ini dia sendiri tidak membawa ponsel karena lupa.
"Lo duluan aja, Dar." Kata Cefi kepada Dara.
Dara pun langsung mengangguk mengerti dan berjalan ke kelas lebih dulu. Cefi menatap Daren. Ntah mengapa dia merasa kecewa pada Daren, karena Daren tidak datang ke rumahnya kemarin untuk memberikan semangat atau apalah itu.
"Sayang, sorry ..." Kata Daren kepada Cefi.
"Lo kemaren ke mana?" Tanya Cefi. "Di saat gue butuh orang di samping gue, lo ke mana?" Sambung Cefi.
Mata Cefi mulai berkaca-kaca lagi.
"Maaf, Sayang. Aku bener-bener gak tau apa yang terjadi sama orang tua kamu dari kemarin. Kamu juga gak bilang sama aku. Jadi, aku baru tau hari ini." Kata Daren. "Maaf ya?"
Cefi menghela napas. Dia memang tidak mengabari Daren, "Iya, aku maafin." Kata Cefi.
Daren pun tersenyum dan langsung hendak memeluk Cefi namun seseorang buru-buru mengacungkan rotan di depan Daren, "Ini sekolah. Cepat kembali ke kelas!" Seru seseorang.
Cefi mendongak dan ternyata di sana ada Baron. Baron memang sudah memakai baju seragam gurunya, setelan biru dongker. Meski hanya guru magang namun sepertinya Baron dan teman-temannya benar-benar harus mencerminkan sikap gurunya yang sesungguhnya.
"Baik, Pak." Jawab Cefi dan Daren.
"Cefi, aku chat kamu ya!" Kata Daren.
Cefi menganggukkan kepalanya. Dia sendiri bahkan lupa kalau ponselnya ketinggalan di rumah. Setelah Daren pergi, Cefi menatap Baron.
"Kenapa sih ganggu gue mulu?" Tanya Cefi pelan. Dia tidak mau semua orang tau kalau dia mengenal Baron.
"Di sini saya guru kamu." Kata Baron.
Cefi seketika langsung menutup mulutnya sendiri sambil terkekeh, "Kamuuu." Katanya.
"Sialan." Kata Baron.
Baron yang tidak mau ditertawakan langsung memutar tubuh Cefi dan mendorong pelan, "Masuk kelas sana!"
Cefi pun langsung berjalan menuju ke kelasnya. Di dalam kelas dia pun langsung disambut oleh teman-temannya yang langsung mengatakan belasungkawa kepada Cefi. Cefi pun hanya bisa mengatakan terima kasih. Ternyata teman-temannya sangat perhatian kepadanya.
Tak lama kemudian bel berbunyi masuk dan Baron masuk ke dalam kelas. Jam pertama sampai ketiganya ada di kelas Cefi. Tiga jam pelajaran dia akan menghadapi murid pertamanya.
Lalu, karena pada pertemuan terakhir kali Cefi mengatakan ketidaksetujuannya kalau Baron yang mengajar matematika akhirnya teman-teman Cefi terlihat biasa saja. Bahkan mengabaikan Baron.
"Ketua kelas, silakan disiapkan!" Pinta Baron.
Ketua kelas diam saja tidak mau menyiapkan.
"Ketua kelas?" Panggil Baron.
"Maaf, Pak. Karena Cefi gak mau bapak ngajar di kelas ini jadi kita gak akan nurutin bapak. Ini namanya solid!" Kata Adam ketua kelas.
"Iya, Pak. Kita gak mau diajarin sama bapak!" Seru Shila.
Semua orang pun langsung membenarkan ucapan ketua kelas. Baron pun langsung menatap Cefi, "Xaviera, apa kamu tidak mau saya mengajar kamu dan teman-teman kamu? Kalau iya, saya bisa memastikan kalau tidak akan ada guru matematika yang masuk ke kelas ini sampai kalian lulus. Ah, maksud saya sampai kalian mengulang kelas 12 kambali." Kata Baron.
"Xaviera?" Tanya teman-teman Cefi. Namun, ketika melihat tatapan Baron yang menuju ke arah Cefi, mereka pun langsung sadar kalau nama Cefi memang ada "Xaviera"-nya.
Semua orang menatap Cefi menunggu persetujuan. Mereka semua memang keras kepala dan solid jadi mereka tetap akan menunggu jawaban Cefi.
Cefi hendak mengatakan tetap tidak mau diajar oleh Baron, namun seketika dia teringat bagaimana Baron membantunya mencari keberadaan orang tuanya kemarin. Dia jadi merasa memiliki hutang budi kepada Baron.
"Bisa menjamin nilai kita diatas 6 gak, Pak?" Tanya Cefi. Gengsi kalau mengatakan mau diajar sama Baron.
"Tentu saja. Kalau kalian nurut sama saya, jangankan diatas 6, di atas 8 aja saya sanggupi." Jawab Baron.
"Udah denger sendiri ya, Guys. Dam, siapin!" Seru Cefi.
Ada pun menganggukkan kepalanya begitu saja, "Bersiap, berdoa dimulai!" Seru Adam.
Setelah berdoa dan juga memberi salam. Baron pun mengabsen nama murid-muridnya satu persatu karena dia mengajar berdasarkan RPP yang telah dia dan teman-temannya buat. Dan tahap awal mengajar memang seperti itu. Dia juga mengabsen agar tahu nama-nama murid-muridnya.
"Kemarin sampai mana belajarnya?" Tanya Baron. Padahal, dia jelas sudah diberitahukan oleh guru pamongnya mengenai materi apa yang harus dia ajarkan kepada murid-muridnya.
"Nggak tau, Pak!" Jawab satu kelas spontas.
"Astaghfirullah." Ucap Baron.
Teman-teman Cefi pun terkekeh mendengar gurunya beristighfar. Baron menghampiri murid di depannya dan meminjam buku tulis muridnya itu. Dia membolak-balik buku itu, kosong. Tidak ada catatan apapun. Dia beralih ke murid sebelahnya juga sama-sama kosong. Dia mengecek lebih dari 5 murid yang duduk di depan yang notabenernya 'otaknya lebih mendingan' namun tetap saja tidak ada yang memiliki catatan apapun.
"Kok saya jadi nyesel ngajar kalian." Kata Baron.
Semua anak-anak kelas pun langsung terkekeh. Cefi yang melihat Baron kebingungan juga hanya bisa menertawakan Baron, "Ck, emang enak. Makan noh ngajar anak IIS!" Desis Cefi.
Baron langsung menanyakan kepada murid-muridnya mengenai rumus. Namun, teman-teman Cefi juga tidak ada yang bisa menjawab. Baron jadi tambah pusing sendiri. Sedangkan Cefi hanya bisa tertawa karena ini termasuk ke dalam hiburan.
"Sekarang saya akan kasih pertanyaan anak SD. Kalau gak bisa jawab juga, kerjakan halaman 10-15 di buku paket. Hei, kamu! Ketua kelas 7x7 berapa?" Tanya Baron.
Teman-teman Cefi langsung diam karena mereka tidak mau ditanya oleh gurunya. Kalau mereka berisik tentu pertanyaan itu akan terlontar padanya.
"Ah? Apa, Pak?" Tanya Adam.
"7x7 berapa?" Tanya Baron dengan wajah frustasi.
Adam melirik ke kanan dan ke kiri. Semua orang sedang sibuk menghitung. Adam menatap jarinya dengan bingung, "Em-empat belas, Pak." Jawab Adam.
"Astaghfirullah. Itu jawaban dari 7x2!" Ucap Baron. Ketimbang mengucapkan sialan, brengsek, dan kata-kata kasar di depan muridnya, dia lebih memilih untuk beristighfar saja. Lumayan tambah pahala.
"Oh, iya, Pak." Jawab Adam.
"Berapa jawabannya?" Tanya Baron.
"Eh, ... 45, Pak." Jawab Adam setelah bertanya pada Cefi.
Baron menggelengkan kepalanya, "Jawabannya 49, silakan kerjakan tugasnya di depan papan tulis!"
Cefi pun langsung terkekeh mendengar jawaban Adam, "Bodoh, bodoh. Gue aja gak bisa ngitung, nanya gue." Kata Cefi. Dara di samping Cefi juga tergelak.
"Eh, sampul buku gue ada kali-kalian ternyata anjir." Ucap Dara terkejut dan pelan melihat bukunya.
Cefi pun bertukar senyuman licik dengan Dara. Mereka berdua cukup beruntung kali ini.
"Kamu yang di samping Xaviera, 5x5, berapa hasilnya?" Tanya Baron yang seperti anak TK. Sebenernya dia ingin mengetahui sedangkan apa ilmu murid-muridnya itu yang ternyata cukup membuat dia istighfar berkali-kali.
Dara melirik buku yang dia tutupi dengan tangannya, "25, Pak!" Jawab Dara.
"Bagus!" Puji Baron.
Dara pun tersipu malu mendengar pujian itu. "Pak! Itu ada kecoa di baju bapak!" Seru Cefi.
Baron langsung melihat ke bajunya. Dan di saat itulah dia menukar bukunya dengan buku Dara. Dia tidak mau mengerjakan soal matematika. Dara sudah dipanggil jadi tidak mungkin dipanggil lagi.
"Maaf, Pak. Saya salah liat." Jawab Cefi.
Semua murid pun langsung tertawa. Baron menatap Cefi dengan kesal, "6x5, berapa hasilnya Xaviera?" Tanya Baron.
"Sebentar pak saya ngitung dulu." Jawab Cefi yang sebetulnya sedang mencari jawaban. "Oh, 30, Pak!"
"8x8?" Tanya Baron lagi sambil berjalan menuju Cefi.
"Oh, 64, Pak!" Jawab Cefi sambil menunduk.
"9x9?" Baron mempercepat pertanyaannya.
"81, Pak!" Jawab Cefi lancar jaya.
"12+2x0" Tanya Baron yang sudah ada di samping Dara. Dara meringis melihat kelakuan Cefi yang tidak menyadari keberadaan gurunya itu.
Cefi mendongak dan nyengir lebar, "Eh, berapa, Pak?" Tanya Cefi sambil menutupi bukunya dengan menggunakan tangan.
Baron berdecak kesal, "Berikan pada saya!"
"Apanya, Pak?" Tanya Cefi dengan wajah tanpa dosa.
"Hati kamu, ya jelas buku kamu!" Seru Baron.
"Cieee cieeee... Cuit cuittt..."
"Pacarku guru matematikaku. Uhuyyy!"
Semua orang pun langsung menggoda Cefi habis-habisan hingga kelas mulai menjadi gaduh sedangkan wajah Cefi memerah.
"Sialan." Jawab Cefi. Dia memberikan. Buku itu kepada Baron akhirnya.
"Sudah-sudah! Cukup!" Seru Baron mereka pun akhirnya diam. "Tugas matematika kalian sekarang bertambah. Kalian harus menghafal perkalian ini dan setor ke saya setiap pulang sekolah. Yang tidak setor silakan tidak usah ikut UTS."
"Bendaharanya siapa?" tanya Baron.
"Saya, Pak." Jawab Stefani.
"Bendahara, silakan perkalian ini difotokopi dan dibagian kepada teman-temannya." kata Baron.
"Yaahhhh. Elo si Cef ahelaaaa!" Semua orang pun menyalahkan Cefi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Santi Eprilianti
belum up thor??
udah nunggu dari kemaren😢😢😢
2022-11-26
0
Sri
Wkwkwk,,lucu sekali kelakuan siswa kelas XII IPS 😁😁😁
2022-11-24
1