BAB 9 - Perjanjian

Ibu Larasati menyambut kedatangan Cefi dengan baik dan meminta Cefi untuk segera berganti baju dan makan. Cefi pun berganti baju, lalu menghampiri Ibu Larasati yang ada di ruang makan. Sesampainya di ruang makan, Cefi pun langsung duduk dan menatap ibunya. Cefi teringat pada saran yang diberikan oleh teman-temannya untuk mengajak orang tuanya bicara. Dan, karena dia sedang ngambek dengan ayahnya, dia memutuskan untuk membicarakan hal ini dengan ibunya.

"Ada apa, Sayang?" Tanya ibunya sambil menyodorkan piring kepada anaknya. Di atas piring itu sudah ada nasi dan juga ayam goreng kesukaan Cefi. Kebetulan, siang ini beliau hanya memasak ayam goreng dan sambal saja. Beliau baru akan memasak sayur nanti malam, karena Cefi tidak suka makan sayur dan yang makan sayur keseringan hanya kedua orang tuanya saja.

"Ma, mama sayang gak sama aku?" Tanya Cefi

Ibu Larasati pun terkekeh kepada anaknya. Menurut beliau, pertanyaan itu sangat lucu. "Pertanyaan kamu aneh banget, Sayang. Ya tentu mama sayang sama kamu. Mama kan ibu yang ngelahirin kamu masa mama nggak sayang sama kamu? Ada apa sih? Cerita dong sama nama."

"Katanya sayang tapi mau ninggalin aku sendirian ke Singapur." Ucap Cefi sambil mendengus sebal.

Kini Ibu Larasati tahu ke mana arah pembicaraan anaknya. Anaknya masih ingin membicarakan mengenai masalah kepergian Ibu Larasati dan Pak Wijaja ke Singapura.

"Sayang, kamu tau kan kalau papa nggak bisa jauh dari mama?"

"Emang aku bisa?"

"Bisa dong. Anak mama kan mandiri. Waktu ditinggal ke luar kota sehari sama papa mama aja kamu bisa sendiri."

"Ma, tapi ini sebulan. Sehari juga aku bisa bertahan karena aku nginep di rumah Tante Anes."

"Kamu kan bisa melakukan hal itu lagi, Sayang. Mama dan Papa juga udah titipin kamu ke Tante Anes dan Om Pradana, mereka nggak keberatan."

"Malu, Ma. Masa nginep sebulan di rumah Tante Anes. Lagian aku gak suka sama si Barongsai, Ma. Dia makin hari makin buat hidup aku ribet, Ma. Hidup aku gak tentram. Please, Ma. Ajak aku."

"Sayang, kamu harus mulai terbiasa sama mereka ya. Mereka itu bukan hanya tetangga, mereka sudah mama papa anggap sebagai saudara. Mereka juga baik sama kamu kan?"

"Anaknya enggak."

"Nanti mama bilang sama Baron buat gak nakal lagi sama kamu."

"Nggak usah, Ma. Ntar aku dibilang tukang ngadu."

Ibu Larasati tersenyum melihat anaknya yang mulai mengerucutkan bibir.

"Gak usah pergi ya, Ma? Di sini aja? Proyek itu batalin aja." Ucap Cefi dengan wajah memelas. Dia terbiasa hidup dengan orang tua, jarang sekali jauh dari orang tua, jadi beginilah jadinya.

"Sayang, Papa nggak mungkin batalin proyek, banyak karyawan yang menggantungkan hidupnya dari proyek ini. Kalau proyek ini tidak jadi, nasib mereka bagaimana?"

"Yaudah kalau gitu, aku harus ikut. Aku ikut mama papa ya? Aku janji akan lulus tahun ini bagaimana pun caranya. Aku juga janji akan belajar selama di sana, kalau mama papa mau aku ikut kursus atau les atau bimbel atau apalah itu, aku mau." Ucap Cefi sambil memegangi tangan ibunya sambil menangis.

Ibu Larasati yang melihat bagaimana anaknya menangis pun tidak tega. Rasanya begitu sulit melihat anak yang beliau lahir dan besarkan itu menangis dan memohon kepadanya. Beliau pun tersenyum sambil mengusap rambut anaknya, "Mama akan bicarakan sama papa kalau kamu mau ikut. Tapi kalau papa tetap melarang, jangan menangis lagi ya?"

Cefi pun menganggukkan kepalanya begitu saja. Cefi tahu, letak kelemahan ayahnya ada pada ibunya. Ayahnya bisa saja keras kepala kepada orang lain namun tidak bisa kepada ibunya. "Terima kasih, Mama." Ucap Cefi yang langsung memeluk ibunya begitu saja.

"Yaudah sekarang kamu makan dulu ya." Kata Ibu Larasati.

"Siaaap!" Sahut Cefi.

Tak lama kemudian, seseorang pun memencet bel. Sebetulnya rumah Cefi maupun Rumah Baron tidak terlalu besar. Rumah mereka adalah tipe rumah dua lantai di kompleks yang tidak terlalu kecil dan juga tidak terlalu besar.

Meski tidak terlalu besar, namun, karena terkadang suka tidak terdengar bila ada yang mengetuk pintu pagar, akhirnya mereka memasang bel di depan pagar rumah mereka.

"Mama buka gerbang dulu ya, Sayang."

Cefi menganggukkan kepalanya begitu saja. Dia kembali menikmati ayam goreng yang ada di hadapannya. Tiba-tiba dari belakang, dia mendengar suara mamanya yang mengobrol dengan seseorang. Dia memutar mata mendengar suara yang dia kenal itu.

"Nak Baron, makan dulu ya? Xaviera lagi makan tuh." Ucap Ibunya Cefi.

"Ngapain sih disuruh makan." Gumam Cefi kesal.

"Makasih, Tante. Kebetulan mama lagi nggak masak. Kalau boleh, mau deh Tante." Ucap Baron.

"Tentu aja boleh. Sini duduk dulu. Tante ambilkan nasinya." Ucap Ibu Larasati.

"Makasih, Tante." Ucap Baron.

Ibu Larasati pun langsung mengambilkan nasi dan lauk yang sama seperti Cefi kepada Baron. Baron menerimanya dengan senang hati.

"Kalau lauk atau nasinya mau nambah ambil sendiri ya, Nak. Tante mau ke minimarket dulu." Ucap Ibu Larasati.

"Iya, Tante. Izin ngusilin anaknya sedikit nggak papa ya, Tante." Ucap Baron yang terlanjur jujur.

Cefi langsung memberikan pelototan kepada Baron. Sedangkan Baron hanya mengabaikan tatapan tak bersahabat dari Cefi.

"Boleh, tapi jangan sampe nangis ya." Ucap Ibu Larasati sambil terkekeh.

"Mama! Jangan ditinggal. Nanti kalau dia melakukan tindakan asusila ke aku gimana?" Tanya Cefi.

"Maaf, Sayang. Sepertinya mama lebih percaya kalau kamu yang melakukannya." Ucap Ibu Larasati.

"Mamaaa!" Seru Cefi kesal.

Sedangkan Ibu Larasati dan Baron langsung terkekeh begitu saja. Ibu Larasati sangat mengenal Baron, ini juga bukan kali pertama Baron ke rumah beliau. Meski sering membuat anaknya menangis dan marah-marah. Namun, di mata beliau, Baron sebetulnya anak yang baik dan Baron hanya ingin berteman dengan Cefi meski cara bertemannya aneh. Setidaknya itulah yang ada di dalam pandangan beliau sebagai ibu. Dan insting ibu tidak pernah meleset. Kalau Baron memiliki niat jahat kepada Cefi tentu sudah dilakukan sejak lama. Ibu Larasati pun pergi sebentar karena mau membeli gula dan teh di mini market yang ada di kompleksnya. Beliau kehabisan stok.

"Ngapain sih lo ikut makan segala di rumah gue? Udah jatuh miskin?"

"Enak aja, gue tuh kaya. Lo aja bisa gue beli."

"Cih, mana ada orang kaya minta makan di rumah orang."

"Gue cuma melakukan hal yang sama kayak yang lo lakuin."

"Emang gue ngelakuin apa?"

"Lo kan sering numpang makan di rumah gue. Dan karena gue sebagai tuan rumah ngeliatnya udah berkali-kali jadi gue juga mau numpang makan di rumah lo. Mau ngerasain makan gratis."

"Astaghfirullah. Perhitungan banget jadi anak. Lo tuh mirip siapa sih, Barongsai? Perasaan Tante Anes sama Om Pradana baiknya kayak malaikat penjaga surga. Kenapa lo kayak penjaga neraka gini sih?"

"Lah, lo nggak mau ngaca? Lo juga sama, Antibiotik!"

"Udah-udah-udah. Gue mau makan dulu, ntar perangnya kita lanjut nanti. Ntar nasi gue keburu dingin."

Baron dan juga Cefi pun melanjutkan makan mereka. Sesekali Baron mengambil ayam milik Cefi yang membuat yang punya mendelik.

"Itukan ada ayam lagi!"

"Gue maunya punya lo. Gimana dong?"

"Emang bener-bener ya, lo!"

Tak lama kemudian, Ibu Larasati pun datang. Melihat kedua anak itu bertengkar bukan sesuatu yang tabu lagi bagi beliau.

"Mamaaa! Dia mau ngambil ayam aku!" Seru Cefi sambil membuat tameng untuk makanannya agar Baron tidak mengambilnya.

"Minta sedikit doang, Tante. Tapi gak boleh pelit banget anaknya." Ucap Baron.

"Udah-udah. Kalian abisin makanannya. Kamu juga Cefi, dari sebelum Nak Baron dateng makananmu gak abis-abis. Dan Nak Baron, ini masih banyak ayamnya. Ambil di sini aja jangan buat dia nangis lagi." Ucap Ibu Larasati.

Akhirnya Cefi dan Baron menyelesaikan acara makan mereka, "Lo ngapain ke sini? Gak mungkin kan lo mau numpang makan doang?"

Baron menyodorkan ponsel milik Cefi kepada Cefi. Ponsel itu sudah menginap di rumah Baron selama dua malam. Baron sendiri bingung kenapa Cefi tidak juga meminta ponsel itu kepada dirinya padahal itu bisa menjadi ladang untuknya mengerjai Cefi.

"Wah, hape gue!" Pekik Cefi merasa senang.

"Kok lo nggak ambil hape lo? Oh, gue tau, karena hapenya gak pernah ada notif ya? Jomblo yang menyedihkan."

"Guemah bisa tuh hidup tanpa hape. Eh, mana kirimin foto kemarin dong?"

"Udah. Lo cek aja udah ada di galeri hape lo."

"Lo buka-buka hape gue?"

"Iya dan gue baca semua makian lo buat gue di grup gak jelas itu."

"Ih! Gak sopan banget si lo!"

Baron mengangkat bahu. Ada hal yang sangat ingin dia bicarakan dengan Cefi. Dia dari tadi hanya sedang mencari cara untuk mengutarakan apa yang ingin dia katakan.

"Gue nggak bisa pindah."

Cefi yang sedang senyum-senyum melihat foto-foto dirinya yang memang sudah bagus-bagus pun langsung menoleh ke arah Baron.

"Maksudnya?"

"Bloon banget sih lo. Kesel gue."

"Siapa suruh ngomong setengah-setengah."

"Gue gak bisa cari sekolah lain. Gue bakalan tetap magang di sekolah lo. Gue minta buat lo pura-pura nggak kenal. Ada cewek yang lagi gue deketin. Jangan bikin gue putus lagi sama cewek gue. Lo udah janji kemaren waktu minta gue ngajarin lo."

"Ck, dasar playboy. Lagian kayaknya kemaren gue deh yang bilang begitu."

"Gue cuma pengen ngingetin lo aja sama ngasih aba-aba biar lo gak mencak-mencak sama gue di sekolah."

"Oke, deal. Tapi lo gak boleh ngaduin apa yang gue lakuin dan nilai gue di sekolah ke nyokap bokap gue. Gimana? Deal?"

"Oke, deal."

Terpopuler

Comments

Santi Eprilianti

Santi Eprilianti

nah gitu dong kali kali akur, kan enak liatnya,jangan kya tom & jerry mulu🤭🤭

2022-11-17

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 - Awal
2 BAB 2 - Gosip Terbaru
3 BAB 3 - Pengganggu
4 BAB 4 - Pembalasan dari Baron
5 BAB 5 - Sedikit Kebaikan
6 BAB 6 - Haus Pengakuan
7 BAB 7 - Bencana Datang Lagi
8 BAB 8 - Pujaan Hati Sang Pemikat Hati
9 BAB 9 - Perjanjian
10 BAB 10 - Pengganggu Datang Lagi
11 BAB 11 - Cefi yang Berbeda
12 BAB 12 - Kencan Pertama Cefi
13 BAB 13 - Mendadak Demam
14 BAB 14 - Kabar Buruk
15 BAB 15 - Pernikahan Tak Terduga
16 BAB 16 - Pertemuan Terakhir
17 BAB 17 - Om Soni yang Keterlaluan
18 BAB 18 - Untuk Pertama Kalinya
19 BAB 19 - Guru Magang vs Murid IIS
20 BAB 20 - Minta Duit
21 BAB 21 - Suara Pecahan
22 BAB 22 - Keluarga yang Sesungguhnya
23 BAB 23 - Film Dewasa
24 BAB 24 - Kehebohan
25 BAB 25 - Sakit Hati
26 BAB 26 - Dikeluarkan dari Sekolah
27 BAB 27 - Baikan?
28 BAB 28 - Ketahuan
29 BAB 29 - Baron-Sai
30 BAB 30 - Pahlawan untuk Cefi
31 BAB 31 - Permintaan Maaf
32 BAB 32 - Kencan Tak Terduga
33 BAB 33 - Menghapus Kotoran
34 BAB 34 - Sedikit Peningkatan
35 BAB 35 - Gunting Batu Kertas
36 BAB 36 - Kencan Pertama (1)
37 BAB 37 - Kencan Pertama (2)
38 BAB 38 - Kencan Pertama (3)
39 BAB 39 - Siapa Baron Sebenarnya?
40 BAB 40 - Rasa Pengantin Baru
41 BAB 41 - Kabar Gembira
42 BAB 42 - Kedatangan Om Soni
43 BAB 43 - Masih Berhubungan?
44 BAB 44 - Coklat
45 BAB 45 - Guru Olahraga Pengganti
46 BAB 46 - Berbaikan
47 BAB 47 - Kehangatan dari Keluarga Om Soni
48 BAB 48 - Jalanan Milik Berdua
49 BAB 49 - Uang Hilang
50 BAB 50 - Suami Galak
51 BAB 51 - Pemandangan Tak Terduga
52 BAB 52 - Apakah Baron Merasakan Hal yang Sama?
53 BAB 53 - Rayuan Gagal
54 BAB 54 - Arti Nama Cefixime
55 BAB 55 - Ulang Tahun Dara
56 BAB 56 - Menjejakkan Kaki di Kampus Baron
57 BAB 57 - Gosip Andrea dan Baron
58 BAB 58 - Pertemuan dengan Laki-Laki Aneh
59 BAB 59 - Baron Cemburu
60 BAB 60 - Air Mata Palsu
61 BAB 61 - Pelaku Pencurian
62 BAB 62 - Pencuri Uang Cefi
63 BAB 63 - Survei Asuransi
64 BAB 64 - Kabar Aneh (Lagi?)
65 BAB 65 - Mau Bicara
66 BAB 66 - Jambak-Jambakan
67 BAB 67 - Piagam Penghargaan untuk Orang Aneh
68 BAB 68 - I Miss You But I Hate You
69 BAB 69 - Ada Apa?
70 BAB 70 - Suami yang Tidak Dianggap
71 BAB 71 - Pertengkaran Hebat
72 BAB 72 - Berdamai dengan Cara Paling Klise
73 BAB 73 - Ada yang Berbeda
74 BAB 74 - Setia Kawan
75 BAB 75 - Penjualan Rumah
76 BAB 76 - Cefi yang Kelelahan
77 BAB 77 - Pencarian Riza
78 BAB 78 - Pencarian Andrea
79 BAB 79 - Umpan Menggunakan Andrea
80 BAB 80 - Penangkapan
81 BAB 81 - Tamparan Keras
82 BAB 82 - Tanda-Tanda
83 BAB 83 - Praduga yang Mengejutkan
84 BAB 84 - Hasil Pergulatan
85 BAB 85 - Ketahuan Sekolah
86 BAB 86 - Perdebatan Tak Berujung
87 BAB 87 - Pemanggilan Wali Murid
88 BAB 88 - Ujian Terakhir
89 BAB 89 - Telepon dari Baron
90 BAB 90 - Pengumuman Kelulusan Cefi
91 BAB 91 - Kedatangan Tamu Tak Diundang
92 BAB 92 - Wisuda Baron
93 BAB 93 - Kabar Mengejutkan
94 BAB 94 - Ketenangan Batin
95 BAB 95 - Kenyataan Pahit
96 BAB 96 - Buah Hati
97 BAB 97 - Tiga Tahun Kemudian
98 BAB 98 - Penguntit
99 BAB 99 - Akhir yang Manis (Tamat)
Episodes

Updated 99 Episodes

1
BAB 1 - Awal
2
BAB 2 - Gosip Terbaru
3
BAB 3 - Pengganggu
4
BAB 4 - Pembalasan dari Baron
5
BAB 5 - Sedikit Kebaikan
6
BAB 6 - Haus Pengakuan
7
BAB 7 - Bencana Datang Lagi
8
BAB 8 - Pujaan Hati Sang Pemikat Hati
9
BAB 9 - Perjanjian
10
BAB 10 - Pengganggu Datang Lagi
11
BAB 11 - Cefi yang Berbeda
12
BAB 12 - Kencan Pertama Cefi
13
BAB 13 - Mendadak Demam
14
BAB 14 - Kabar Buruk
15
BAB 15 - Pernikahan Tak Terduga
16
BAB 16 - Pertemuan Terakhir
17
BAB 17 - Om Soni yang Keterlaluan
18
BAB 18 - Untuk Pertama Kalinya
19
BAB 19 - Guru Magang vs Murid IIS
20
BAB 20 - Minta Duit
21
BAB 21 - Suara Pecahan
22
BAB 22 - Keluarga yang Sesungguhnya
23
BAB 23 - Film Dewasa
24
BAB 24 - Kehebohan
25
BAB 25 - Sakit Hati
26
BAB 26 - Dikeluarkan dari Sekolah
27
BAB 27 - Baikan?
28
BAB 28 - Ketahuan
29
BAB 29 - Baron-Sai
30
BAB 30 - Pahlawan untuk Cefi
31
BAB 31 - Permintaan Maaf
32
BAB 32 - Kencan Tak Terduga
33
BAB 33 - Menghapus Kotoran
34
BAB 34 - Sedikit Peningkatan
35
BAB 35 - Gunting Batu Kertas
36
BAB 36 - Kencan Pertama (1)
37
BAB 37 - Kencan Pertama (2)
38
BAB 38 - Kencan Pertama (3)
39
BAB 39 - Siapa Baron Sebenarnya?
40
BAB 40 - Rasa Pengantin Baru
41
BAB 41 - Kabar Gembira
42
BAB 42 - Kedatangan Om Soni
43
BAB 43 - Masih Berhubungan?
44
BAB 44 - Coklat
45
BAB 45 - Guru Olahraga Pengganti
46
BAB 46 - Berbaikan
47
BAB 47 - Kehangatan dari Keluarga Om Soni
48
BAB 48 - Jalanan Milik Berdua
49
BAB 49 - Uang Hilang
50
BAB 50 - Suami Galak
51
BAB 51 - Pemandangan Tak Terduga
52
BAB 52 - Apakah Baron Merasakan Hal yang Sama?
53
BAB 53 - Rayuan Gagal
54
BAB 54 - Arti Nama Cefixime
55
BAB 55 - Ulang Tahun Dara
56
BAB 56 - Menjejakkan Kaki di Kampus Baron
57
BAB 57 - Gosip Andrea dan Baron
58
BAB 58 - Pertemuan dengan Laki-Laki Aneh
59
BAB 59 - Baron Cemburu
60
BAB 60 - Air Mata Palsu
61
BAB 61 - Pelaku Pencurian
62
BAB 62 - Pencuri Uang Cefi
63
BAB 63 - Survei Asuransi
64
BAB 64 - Kabar Aneh (Lagi?)
65
BAB 65 - Mau Bicara
66
BAB 66 - Jambak-Jambakan
67
BAB 67 - Piagam Penghargaan untuk Orang Aneh
68
BAB 68 - I Miss You But I Hate You
69
BAB 69 - Ada Apa?
70
BAB 70 - Suami yang Tidak Dianggap
71
BAB 71 - Pertengkaran Hebat
72
BAB 72 - Berdamai dengan Cara Paling Klise
73
BAB 73 - Ada yang Berbeda
74
BAB 74 - Setia Kawan
75
BAB 75 - Penjualan Rumah
76
BAB 76 - Cefi yang Kelelahan
77
BAB 77 - Pencarian Riza
78
BAB 78 - Pencarian Andrea
79
BAB 79 - Umpan Menggunakan Andrea
80
BAB 80 - Penangkapan
81
BAB 81 - Tamparan Keras
82
BAB 82 - Tanda-Tanda
83
BAB 83 - Praduga yang Mengejutkan
84
BAB 84 - Hasil Pergulatan
85
BAB 85 - Ketahuan Sekolah
86
BAB 86 - Perdebatan Tak Berujung
87
BAB 87 - Pemanggilan Wali Murid
88
BAB 88 - Ujian Terakhir
89
BAB 89 - Telepon dari Baron
90
BAB 90 - Pengumuman Kelulusan Cefi
91
BAB 91 - Kedatangan Tamu Tak Diundang
92
BAB 92 - Wisuda Baron
93
BAB 93 - Kabar Mengejutkan
94
BAB 94 - Ketenangan Batin
95
BAB 95 - Kenyataan Pahit
96
BAB 96 - Buah Hati
97
BAB 97 - Tiga Tahun Kemudian
98
BAB 98 - Penguntit
99
BAB 99 - Akhir yang Manis (Tamat)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!