BAB 15 - Pernikahan Tak Terduga

***

"Nak, bangun ..." Panggil Ibu Larasati kepada anak semata wayangnya yang sangat beliau sayangi. Anak kecil berusia sekitar 10 tahun yang bernama Cefixime Xaviera Salim.

Mata teduh itu menatap anaknya yang tengah tidur di pangkuan beliau. Beliau juga mengusap pipi anaknya yang tengah tertidur pulas sambil tersenyum.

Tak lama kemudian, suaminya datang. Beliau langsung tersenyum pada suaminya. Beliau mengisyaratkan kepada suaminya kalau anaknya belum bangun padahal mereka sudah segera berangkat ke tempat yang jauh.

"Sayang ... Bangun yuk? Kita harus psrgi." Kali ini Pak Wijaja yang membangunkan anaknya. Meski tidak tega namun beliau tetap membangunkan anaknya.

Cefi akhirnya bangun dan pemandangan pertama yang dia lihat adalah wajah kedua orang tuanya. Cefi tersenyum senang mendapati kedua orang tuanya ada di sana. Dia pun langsung bangun, "Kita mau ke mana, Ma? Pa?" Tanya Cefi kepada kedua orang tuanya.

"Kita akan jalan-jalan, Sayang." Kata ibu dan ayahnya Cefi.

"Asyikkk! Mama sama Papa benar-benar the best." Kata Cefi terkekeh.

Cefi memeluk kedua orang tuanya dan juga mencium pipi kedua orang tuanya, "Aku sangat sayang Mama dan Papa." Kata Cefi yang seketika menitikkan air matanya.

"Iya, Sayang. Kami juga sangat sayang sama kamu. Yuk?" Kata Ibu Larasati.

Cefi dan kedua orang tuanya sudah bangkit berdiri. Mereka hendak menuju ke sebuah jalan yang sangat terang dan menyilaukan. Cefi bahkan harus memicingkan mata saking silaunya.

"Xaviera!" Seru seseorang yang tiba-tiba menarik baju Cefi dari belakang.

Cefi menoleh ke belakang, rambut Baron terlihat sangat berantakan, "Kenapa?" Tanya Cefi.

"Kamu udah janji main sama aku. Kamu gak boleh ingkar janji. Ayo, main." Kata Baron.

"Kamu kenapa sih Baron? Aku mau main sama orang tua aku." Kata Cefi.

"Nggak boleh. Kamu main di sini aja sama aku." Kata Baron menarik tangan Cefi.

"Ih, nggak mau!" Ucap Cefi.

"Om, Tante, biarin Xaviera di sini sama aku ya? Please ..." Kata Baron.

"Mas, lebih baik Mas di sini dulu saja. Biar aku yang pergi duluan." Kata Ibunya Cefi kepada suaminya.

"Baiklah tunggu aku. Aku akan menyusul dengan segera." Kata Pak Wijaja sambil mencium kening istrinya.

Ibu Larasati menghampiri anaknya dan mencium pipi kanan dan kiri Cefi, putri kesayangannya, "Sayang. Mama pergi dulu ya?" Kata Ibu Larasati.

"Jangan pergi Mama. Aku mau ikut mama." Kata Cefi.

Namun, bayangan ibunya yang berbalut baju gamis putih dengan kerudung putih itu mulai menjauh. Cefi semakin histeris, "Mamaaa!"

***

"Mamaaa!" Seru Cefi.

"Kamu sudah bangun, Nak?" Tanya Ibu Anes.

Cefi mengedarkan pandangannya ke segala arah. Di sana sudah ada Ibu Anes dan juga beberapa tetangganya yang menunggunya sadar. Sudah lebih dari 5jam lamanya Cefi pingsan. Padahal, normalnya pingsan itu hanya beberapa menit saja semenit dua menit atau sampai setengah jam.

Sepertinya kondisi kesehatan Cefi mempengaruhi lamanya Cefi pingsan.

"Tante, aku mimpi mama pergi ninggalin aku, Tante. Di mana Mama?" Tanya Cefi sambil menangis. Tubuhnya terasa sangat lemas. Seketika bayangan berita tentang pesawat jatuh itu memenuhi otaknya. Cefi kembali menangis.

Ibu Anes ikut menangis, namun meski begitu beliau masih ingin menunjukkan kalau beliau tegar, lalu beliau mengambilkan minum untuk Cefi, "Minum dulu, Nak. Minum dulu." Kata Ibu Anes.

Cefi pun menurut kemudian menatap Ibu Anes lagi, air mata Cefi jatuh begitu saja. Semua ibu-ibu yang ada di ruangan itu menangis. Hal itu membuat Cefi semakin ketakutan. "Kenapa? Kenapa kalian semuanya menangis? Kenapa?" Tanya Cefi.

"Ikhlaskan mamamu ya, Nak. Ikhlaskan. Mamamu adalah orang yang sangat baik." Kata Ibu Anes yang langsung memeluk Cefi.

"Apa maksud, Tante?" Tanya Cefi.

"Baron, Om Pradana, dan Pak Ustaz Bangga sudah di lokasi. Mereka sudah menemukan ibumu dan ..." Ibu Anes tidak kuasa lagi menahan tangis, "Ibumu sudah tidak ada. Allah lebih menyayangi Ibumu, Nak." Kata Ibu Anes.

Air mata Cefi pun terus menderas, "Innalilahi wa innailaihi raajin. Mamaaa!" Cefi kembali histeris.

Semua orang mencoba menguatkan Cefi namun bagaimana pun Cefi merasa dadanya sesak. Air matanya terus menderas, dia terus histeris memanggil ibunya.

Ibu Anes memeluk Cefi. Rasanya tidak tega melihat keadaan Cefi yang terlihat sangat berantakan. Bibir pucat itu terlihat bergetar. Matanya merah karena terlalu banyak menangis. Dan isakan-isakan itu terus keluar. "Yang sabar ya, Nak. Tante tau kamu anak yang kuat. Ikhlaskan mamamu ya, Nak. Ikhlaskan." Kata Ibu Anes.

"Papa? Gimana Papa, Tante?" Tanya Cefi. Cefi sangat berharap kalau ayahnya Masih hidup.

Belum genap menjawab, ponsel milik Ibu Anes berdering. Tetangga yang paling dekat tempatnya dari ponsel itu langsung mengambil ponsel itu dan memberikan kepada Ibu Anes.

"Halo, Assalamualaikum, Nak. Iya, Xaviera sudah siuman. Apa? ..." Ibu Anes terdiam sebentar.

"Nak, sebentar ya?" Kata Ibu Anes. Cefi menganggukkan kepalanya begitu saja.

Cefi mulai menerka-nerka mengenai siapa yang menelepon Ibu Anes dan menerka-nerka apa yang terjadi. Dia masih menangis. Hidupnya seakan berputar secara drastis.

Tak lama kemudian, Ibu Anes masuk ke dalam ruangan itu. Kini hanya ada dua orang ibu-ibu yang ada di sana selain Ibu Anes. Ibu-ibu itu adalah ibu-ibu kompleks.

"Nak, Baron mau bicara." Kata Ibu Anes sambil menyodorkan ponsel milik beliau kepada Cefi.

Cefi pun terkejut dan langsung menerima ponsel itu. Dia sangat berharap dengan telepon itu. Ibunya sudah tidak ada. Namun, dia masih memiliki harapan ayahnya.

"Halo, Ron. Papa ... Papa ... Udah ketemu kan?" Tanya Cefi sambil menggigit bibirnya.

"Alhamdulillah, Om Wijaja udah ketemu, Vier." Kata Baron. Namun, kalimatnya begitu menggantung.

"Lo di mana? Gue langsung ke sana sekarang. Gue mau ketemu sama mama sama papa. ..." Kata Cefi yang terus berbicara."

"Vier, dengerin gue." ucap Baron memangkas ucapan Cefi.

Cefi terdiam dan mendengar Baron menghela napas di seberang sana.

"Apa lo mau nikah sama gue?" Tanya Baron.

Deg!

Jantung Cefi berdebar mendengar pertanyaan itu. Dia juga merasa bingung ini bukanlah waktu yang tepat untuk bercanda, "Lo jangan bercanda, Ron. Ini gak lucu. Lo di mana?"

"Sayangnya gue lagi nggak bercanda, Cef. Situasinya rumit. Ini permintaan bokap lo. Mungkin permintaan terakhir. Gue nggak akan maksa. Gue cuma gak mau kalau lo nyesel." Kata Baron.

Air mata Cefi mengalir lagi. Dia benar-benar tidak tahu kenapa ini semua harus terjadi kepadanya. Menikah. Bagaimana caranya dia menikah di situasi sulit seperti ini? Namun, Baron mengatakan kalau dia tidak bercanda. Tidak ada nada bercanda di suara Baron.

Cefi pun sadar kalau Baron membencinya, kalau tidak mendesak dia tentu tidak akan menyetujui permintaan ayahnya.

Bayangan bagaimana ayah dan ibunya yang terlihat begitu menyukai Baron terlintas di benaknya. Air matanya terus menderas, Apakah ini adalah pilihan yang tepat?

Baron menghela napas. Dia sudah menyangka kalau Cefi tidak akan menyetujui permintaan itu. Setidaknya dia sudah mencoba. Keputusan semuanya ada di tangan Cefi. Lagi pula mereka berdua tidak memiliki hubungan apapun.

"Oke kalau gak mau nggakpapa. Gue bakalan bilang sama ..." Hcap Baron.

"Mau." pungkas Cefi.

Diam sesaat di sana. Baik Baron maupun Cefi sama-sama diam. Kini kepala mereka dipenuhi banyak hal.

Cefi memejamkan mata, sudah banyak dirinya mengecewakan orang tuanya. Permintaan menikah dengan Baron harusnya tidak akan terasa sulit. Tapi tetap saja ...

"Kalau itu permintaan orang tua gue. Tolong turutin, Bar. Gue mohon." Kata Cefi sambil menangis.

Cefi menatap Ibu Anes. Ibu Anes menganggukkan kepalanya. Cefi mengusap air matanya.

"Lo, mau mahar apa?" Tanya Baron.

"Apa aja asal lo ikhlas." Kata Cefi.

"Oke." Jawab Baron.

Cefi mengusap air matanya, dia harus berbicara dengan ayahnya. Dia mau mengetahui keadaan ayahnya yang hingga di penghujung ajalnya masih memikirkan kebahagiaan anaknya. Cefi tahu persis akan hal itu.

Sebagai anak, Cefi ingin memberikan sebuah hadiah kecil untuk orang tuanya. Kalau pernikahan itu bisa membuat kedua orang tuanya tenang dan bahagia dia sangat rela melakukannya, meski ntah badai apa yang akan datang padanya di kemudian hari.

"Tapi, gue mau ngomong sama papa dulu. Tolong Videocall." Tanya Cefi.

"Keadaan fisik bokap lo ... Lo, kuat?" Tanya Baron.

"InsyaAllah." Kata Cefi.

Panggilan telepon itu kini berganti dengan videocall. Cefi menutup mulutnya melihat bagaimana keadaan ayahnya.

"Papa ..." Panggil Cefi.

Baron mengarahkan kamera ponselnya ke wajah ayahnya Cefi yang penuh lebam, berdarah-darah, dan sangat menyedihkan.

"Papa, maafkan aku Papa ... papa harus sembuh. Aku sayang papa. Papa harus pulang." Kata Cefi.

Ayahnya Cefi menganggukkan kepala beloau. Kali ini keputusan Cefi sudah sangat bulat, dia akan menunaikan permintaan ayahnya, "Papa mau aku menikah dengan Baron?" Tanya Cefi.

Ayahnya Cefi menganggukkan kepalanya beliau. Cefi mengusap air matanya, "Oke, Papa."

Cefi menggigit bibirnya.

Ponsel milik Baron sudah berada di tangan Pak Pradana. Beliau membiarkan Cefi melihat akad nikahnya. Begitu juga dengan istrinya.

Ustaz Bangga mengulurkan tangan, "Sudah siap?"

Jantung Baron bergemuruh hebat namun dia tetap menganggukkan kepalanya.

Baron menjabat tangan Ustaz Bangga dengan gemetar.

"Saudara Baron Xavier Halim Bin Pradana Halim saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan Saudari Cefixime Xaviera Salim Binti Wijaja Halim dengan mahar seperangkat alat salat dibayar tunai." Ustaz Bangga mewakili ayah Cefi menikahkan Cefi dengan Baron.

"Saya terima nikah dan kawinnya Saudari Cefixime Xaviera Salim Binti Wijaja Halim dengan mahar seperangkat alat salat tersebut dibayar tunai." Ucap Baron dengan suara gemetar.

"Bagaimana saksi, Sah?"

"Sah!"

Seusai berdoa. Baron menghampiri ayahnya dan memeluk ayahnya. Pak Pradana meminta anaknya untuk menghampiri ayah mertuanya, Pak Wijaja yang sudah meneteskan air mata kebahagiaan.

Baron pun menghampiri ayah mertuanya dan mencium tangan ayah mertuanya.

"Ja-ga anakku." Ucap beliau, suaranya sangat kecil hanya menggunakan isyarat bibir.

Baron menganggukkan kepalanya, "Baik, Om. Saya akan menjaganya."

Genggaman tangan ayahnya Cefi atau Pak Wijaja semakin kencang pada Baron.

"Nak Baron." Ustaz Bangga memberikan isyarat kepada Baron untuk membantu Pak Wijaja.

Baron yang posisinya sangat dekat dengan Pak Wijaja pun mencoba menalqinkan ayah mertuanya.

Mentalqin adalah menuntun seseorang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat syahadat (La Ilaaha Illallah).

"La Ilaaha Illallah ..."

"L-la Ilaaha- Illallah ..."

Genggaman Ayahnya Cefi terlepas. Dokter yang ada di sana mencoba memeriksa keadaan ayahnya Cefi.

"Innalilahi wa innailaihi raajiun."

Terpopuler

Comments

efvi ulyaniek

efvi ulyaniek

sedihhhhhhhh

2024-10-12

0

˚₊· ͟͟͞͞➳❥𝖚𝖓𝖚𝖓𝖌1723༆•❤꧂

˚₊· ͟͟͞͞➳❥𝖚𝖓𝖚𝖓𝖌1723༆•❤꧂

kak Upi, baru segini udah bikin banjir air mata aja 😭

2022-11-21

2

Santi Eprilianti

Santi Eprilianti

kasihan cefi d tinggal orang tuanya untuk selama"nya,,, sabar ya cefi😭😭😭😭
semoga baron bisa jagain kamu, dan bisa sayang sama kamu😊😊

2022-11-21

2

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 - Awal
2 BAB 2 - Gosip Terbaru
3 BAB 3 - Pengganggu
4 BAB 4 - Pembalasan dari Baron
5 BAB 5 - Sedikit Kebaikan
6 BAB 6 - Haus Pengakuan
7 BAB 7 - Bencana Datang Lagi
8 BAB 8 - Pujaan Hati Sang Pemikat Hati
9 BAB 9 - Perjanjian
10 BAB 10 - Pengganggu Datang Lagi
11 BAB 11 - Cefi yang Berbeda
12 BAB 12 - Kencan Pertama Cefi
13 BAB 13 - Mendadak Demam
14 BAB 14 - Kabar Buruk
15 BAB 15 - Pernikahan Tak Terduga
16 BAB 16 - Pertemuan Terakhir
17 BAB 17 - Om Soni yang Keterlaluan
18 BAB 18 - Untuk Pertama Kalinya
19 BAB 19 - Guru Magang vs Murid IIS
20 BAB 20 - Minta Duit
21 BAB 21 - Suara Pecahan
22 BAB 22 - Keluarga yang Sesungguhnya
23 BAB 23 - Film Dewasa
24 BAB 24 - Kehebohan
25 BAB 25 - Sakit Hati
26 BAB 26 - Dikeluarkan dari Sekolah
27 BAB 27 - Baikan?
28 BAB 28 - Ketahuan
29 BAB 29 - Baron-Sai
30 BAB 30 - Pahlawan untuk Cefi
31 BAB 31 - Permintaan Maaf
32 BAB 32 - Kencan Tak Terduga
33 BAB 33 - Menghapus Kotoran
34 BAB 34 - Sedikit Peningkatan
35 BAB 35 - Gunting Batu Kertas
36 BAB 36 - Kencan Pertama (1)
37 BAB 37 - Kencan Pertama (2)
38 BAB 38 - Kencan Pertama (3)
39 BAB 39 - Siapa Baron Sebenarnya?
40 BAB 40 - Rasa Pengantin Baru
41 BAB 41 - Kabar Gembira
42 BAB 42 - Kedatangan Om Soni
43 BAB 43 - Masih Berhubungan?
44 BAB 44 - Coklat
45 BAB 45 - Guru Olahraga Pengganti
46 BAB 46 - Berbaikan
47 BAB 47 - Kehangatan dari Keluarga Om Soni
48 BAB 48 - Jalanan Milik Berdua
49 BAB 49 - Uang Hilang
50 BAB 50 - Suami Galak
51 BAB 51 - Pemandangan Tak Terduga
52 BAB 52 - Apakah Baron Merasakan Hal yang Sama?
53 BAB 53 - Rayuan Gagal
54 BAB 54 - Arti Nama Cefixime
55 BAB 55 - Ulang Tahun Dara
56 BAB 56 - Menjejakkan Kaki di Kampus Baron
57 BAB 57 - Gosip Andrea dan Baron
58 BAB 58 - Pertemuan dengan Laki-Laki Aneh
59 BAB 59 - Baron Cemburu
60 BAB 60 - Air Mata Palsu
61 BAB 61 - Pelaku Pencurian
62 BAB 62 - Pencuri Uang Cefi
63 BAB 63 - Survei Asuransi
64 BAB 64 - Kabar Aneh (Lagi?)
65 BAB 65 - Mau Bicara
66 BAB 66 - Jambak-Jambakan
67 BAB 67 - Piagam Penghargaan untuk Orang Aneh
68 BAB 68 - I Miss You But I Hate You
69 BAB 69 - Ada Apa?
70 BAB 70 - Suami yang Tidak Dianggap
71 BAB 71 - Pertengkaran Hebat
72 BAB 72 - Berdamai dengan Cara Paling Klise
73 BAB 73 - Ada yang Berbeda
74 BAB 74 - Setia Kawan
75 BAB 75 - Penjualan Rumah
76 BAB 76 - Cefi yang Kelelahan
77 BAB 77 - Pencarian Riza
78 BAB 78 - Pencarian Andrea
79 BAB 79 - Umpan Menggunakan Andrea
80 BAB 80 - Penangkapan
81 BAB 81 - Tamparan Keras
82 BAB 82 - Tanda-Tanda
83 BAB 83 - Praduga yang Mengejutkan
84 BAB 84 - Hasil Pergulatan
85 BAB 85 - Ketahuan Sekolah
86 BAB 86 - Perdebatan Tak Berujung
87 BAB 87 - Pemanggilan Wali Murid
88 BAB 88 - Ujian Terakhir
89 BAB 89 - Telepon dari Baron
90 BAB 90 - Pengumuman Kelulusan Cefi
91 BAB 91 - Kedatangan Tamu Tak Diundang
92 BAB 92 - Wisuda Baron
93 BAB 93 - Kabar Mengejutkan
94 BAB 94 - Ketenangan Batin
95 BAB 95 - Kenyataan Pahit
96 BAB 96 - Buah Hati
97 BAB 97 - Tiga Tahun Kemudian
98 BAB 98 - Penguntit
99 BAB 99 - Akhir yang Manis (Tamat)
Episodes

Updated 99 Episodes

1
BAB 1 - Awal
2
BAB 2 - Gosip Terbaru
3
BAB 3 - Pengganggu
4
BAB 4 - Pembalasan dari Baron
5
BAB 5 - Sedikit Kebaikan
6
BAB 6 - Haus Pengakuan
7
BAB 7 - Bencana Datang Lagi
8
BAB 8 - Pujaan Hati Sang Pemikat Hati
9
BAB 9 - Perjanjian
10
BAB 10 - Pengganggu Datang Lagi
11
BAB 11 - Cefi yang Berbeda
12
BAB 12 - Kencan Pertama Cefi
13
BAB 13 - Mendadak Demam
14
BAB 14 - Kabar Buruk
15
BAB 15 - Pernikahan Tak Terduga
16
BAB 16 - Pertemuan Terakhir
17
BAB 17 - Om Soni yang Keterlaluan
18
BAB 18 - Untuk Pertama Kalinya
19
BAB 19 - Guru Magang vs Murid IIS
20
BAB 20 - Minta Duit
21
BAB 21 - Suara Pecahan
22
BAB 22 - Keluarga yang Sesungguhnya
23
BAB 23 - Film Dewasa
24
BAB 24 - Kehebohan
25
BAB 25 - Sakit Hati
26
BAB 26 - Dikeluarkan dari Sekolah
27
BAB 27 - Baikan?
28
BAB 28 - Ketahuan
29
BAB 29 - Baron-Sai
30
BAB 30 - Pahlawan untuk Cefi
31
BAB 31 - Permintaan Maaf
32
BAB 32 - Kencan Tak Terduga
33
BAB 33 - Menghapus Kotoran
34
BAB 34 - Sedikit Peningkatan
35
BAB 35 - Gunting Batu Kertas
36
BAB 36 - Kencan Pertama (1)
37
BAB 37 - Kencan Pertama (2)
38
BAB 38 - Kencan Pertama (3)
39
BAB 39 - Siapa Baron Sebenarnya?
40
BAB 40 - Rasa Pengantin Baru
41
BAB 41 - Kabar Gembira
42
BAB 42 - Kedatangan Om Soni
43
BAB 43 - Masih Berhubungan?
44
BAB 44 - Coklat
45
BAB 45 - Guru Olahraga Pengganti
46
BAB 46 - Berbaikan
47
BAB 47 - Kehangatan dari Keluarga Om Soni
48
BAB 48 - Jalanan Milik Berdua
49
BAB 49 - Uang Hilang
50
BAB 50 - Suami Galak
51
BAB 51 - Pemandangan Tak Terduga
52
BAB 52 - Apakah Baron Merasakan Hal yang Sama?
53
BAB 53 - Rayuan Gagal
54
BAB 54 - Arti Nama Cefixime
55
BAB 55 - Ulang Tahun Dara
56
BAB 56 - Menjejakkan Kaki di Kampus Baron
57
BAB 57 - Gosip Andrea dan Baron
58
BAB 58 - Pertemuan dengan Laki-Laki Aneh
59
BAB 59 - Baron Cemburu
60
BAB 60 - Air Mata Palsu
61
BAB 61 - Pelaku Pencurian
62
BAB 62 - Pencuri Uang Cefi
63
BAB 63 - Survei Asuransi
64
BAB 64 - Kabar Aneh (Lagi?)
65
BAB 65 - Mau Bicara
66
BAB 66 - Jambak-Jambakan
67
BAB 67 - Piagam Penghargaan untuk Orang Aneh
68
BAB 68 - I Miss You But I Hate You
69
BAB 69 - Ada Apa?
70
BAB 70 - Suami yang Tidak Dianggap
71
BAB 71 - Pertengkaran Hebat
72
BAB 72 - Berdamai dengan Cara Paling Klise
73
BAB 73 - Ada yang Berbeda
74
BAB 74 - Setia Kawan
75
BAB 75 - Penjualan Rumah
76
BAB 76 - Cefi yang Kelelahan
77
BAB 77 - Pencarian Riza
78
BAB 78 - Pencarian Andrea
79
BAB 79 - Umpan Menggunakan Andrea
80
BAB 80 - Penangkapan
81
BAB 81 - Tamparan Keras
82
BAB 82 - Tanda-Tanda
83
BAB 83 - Praduga yang Mengejutkan
84
BAB 84 - Hasil Pergulatan
85
BAB 85 - Ketahuan Sekolah
86
BAB 86 - Perdebatan Tak Berujung
87
BAB 87 - Pemanggilan Wali Murid
88
BAB 88 - Ujian Terakhir
89
BAB 89 - Telepon dari Baron
90
BAB 90 - Pengumuman Kelulusan Cefi
91
BAB 91 - Kedatangan Tamu Tak Diundang
92
BAB 92 - Wisuda Baron
93
BAB 93 - Kabar Mengejutkan
94
BAB 94 - Ketenangan Batin
95
BAB 95 - Kenyataan Pahit
96
BAB 96 - Buah Hati
97
BAB 97 - Tiga Tahun Kemudian
98
BAB 98 - Penguntit
99
BAB 99 - Akhir yang Manis (Tamat)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!