Cefi menghampiri teman-temannya yang ada di kelas. Situasi kelas Cefi ramai karena tidak ada satu gurupun yang masuk ke kelas tersebut dari pagi. Hal ini sering terjadi di kelas IIS. Apalagi hari sedang hujan, guru jadi tambah malas masuk kelas IIS karena tidak akan kondusif dalam melangsungkan *** (Kegiatan Belajar Mengajar).
"Kak Baron, ganteng banget ya?" Tanya Amel yang masih tergila-gila sama Baron.
"Ck, mata lo katarak ya, Mel? Orang nyebelin kayak gitu lo bilang ganteng." Sahut Cefi.
"Maaf ya, Cefi kayaknya Kak Baron emang ganteng deh, pinter juga tadi waktu ngomong keliatan pinternya." Ucap Putri.
"Pinter gak punya akhlak buat apaan?" Tanya Cefi. "Iya kan, Dar?" Tanya Cefi kepada Dar.
"Gue kayaknya kali ini setuju sama mereka deh, Cef. Dia gantengnya, ganteng macho gitu gue suka. Pinter juga kayaknya. Dan galaknya bikin gak nahan." Ucap Darah
"Wah, kalian bener-bener sakit gue rasa." Ucap Cefi.
"Bu Nur! Bu Nur!" Seseorang berteriak dari luar.
Semua murid kelas 12 IIS 1 langsung buru-buru mematikan proyektor karena mereka tengah menonton film di kelas. Membereskan bangku yang sejajar tiga. Mematikan proyektor secara paksa. Dan membangunkan semua murid yang sedang tidur di pojok kelas.
"Ketua kelas, siapkan!"
"Memberi salaaam!"
"Assalamualaikum wa rahmatullahi wabarakatuh!"
Pandangan Cefi dan teman-teman kelasnya kini tertuju pada Baron yang berdiri di samping Bu Nur. Mereka bertanya-tanya mengenai apa yang terjadi.
"Waalaikumsalam wa rahmatullahi wa barakatuh. Ya, anak-anak kali ini ibu ingin menyampaikan kabar mulai hari ini Bu Rani cuti melahirkan dan ibu diminta untuk mengajar anak MIA. Jadi, selama tiga bulan kedepan untuk pelajaran matematika akan digantikan oleh Mahasiswa yang sedang Magang. Namanya Baron. Kalian harus memanggilnya dengan sebutan Pak Baron. Tidak ada yang boleh memanggil kakak apalagi nama selama di sekolah. Kalian mengerti?"
"Mengerti buuu!" Sahut mereka.
"Pak Baron, silakan perkenalkan diri anda."
Baron mengedarkan pandangan mencari sosok yang dia kenal. Ternyata benar saja, dia memang akan menjadi guru dari Cefi. Padahal, dia berharap tidak demikian namun semesta sepertinya tidak ingin membuat Baron jauh-jauh dari Cefi.
"Selamat siang semuanya, Saya Baron Xavier Halim, kalian bisa panggil saya Pak Baron. Seperti yang sudah disampaikan oleh Ibu Nur. Selama 3 bulan ke depan, saya akan menggantikan beliau mengajar kalian. Saya harap kita cocok. Kalau ada yang mau bertanya dipersilakan."
"Panggil sayang boleh gak pak?"
"Yang boleh cuma istri saya. Kalau nanti saya punya istri." Jawab Baron sambil tersenyum tipis.
Semua siswa kelas 12 IIS 1 pun langsung tertawa mengolok-olok siswa yang bertanya. Namun, beberapa menimpali hingga suasana kelas menjadi ramai. Semua siswi yang ada di dalam kelas itu mulai tergila-gila pada Baron.
"Maafkan kelas 12 IIS 1 ya, Pak. Anak IIS memang seperti ini." Ucap Bu Nur yang tak enak hati kepada Baron.
"Tidak apa-apa, Bu. InsyaAllah saya bisa mengatasinya." Jawab Baron
Tiba-tiba Cefi mengangkat tangan. Diantara teman-temannya. Hanya dia yang tidak setuju kalau Baron mengajar di kelasnya. Dia tentu tidak masalah dengan siapapun guru yang mengajar selain Baron. Kalau Baron. Dia tidak mau. Lagi pula ada hal yang ingin dia kritisi soal pergantian guru ini.
"Bu, saya mau tanya!" Ucap Cefi.
Ibu Nur pura-pura tidak dengar dengan panggilan Cefi. Cefi tentu tidak mau mengalah. Dia harus bertanya. Dia pun menggoyangkan tangannya dan kembali berseru.
"Bu! Saya mau tanya, Bu!" Seru Cefi lagi.
Baron melirik Bu Nur, "Bu, ada yang mau bertanya." Ucap Baron.
"Bu, Cefi mau tanya, Bu!" Seru Nada, ketua kelas yang duduknya paling depan sambil menunjuk ke arah Cefi.
Ibu Nur menghela napas dan menoleh ke arah Cefi sambil tersenyum.
Semua anak pun langsung diam menatap Cefi. Situasi jadi tegang. Ntah mengapa teman-teman Cefi langsung berpikir kalau Cefi akan mengatakan hal yang tidak-tidak. Cefi terlalu kritis kepada guru. Semua guru tidak ada yang menyukainya. Karena dia memiliki banyak pertanyaan yang membuat guru tidak bisa menjawab.
Mungkin sikap kritis ini jugalah yang membuat Cefi tidak naik kelas. Guru menganggap semua yang dikatakan oleh Cefi adalah bentuk pembangkangan padahal Cefi sendiri tidak bermaksud begitu. Dia hanya ingin memperbaiki semua yang salah menurut kaca matanya.
Inilah mengapa dia meminta kepada Baron agar dia tidak menceritakan apa yang dilakukannya di sekolah kepada kedua orang tuanya. Cukup orang tuanya tahu kalau dia tidak naik kelas karena dia tidak suka bolos dan bodoh, bukan karena membangkang dan dibenci guru.
"Kenapa Cefi?" Tanya Bu Nur.
"Guru matematika kita kan Ibu. Kalaupun Ibu Rani cuti melahirkan berarti yang seharusnya diajar sama mahasiswa magang itu anak MIA, Bu. Bukan kita." Ucap Cefi.
Dara mendekatkan bibirnya ke telinga Cefi, "Cef, gakpapa kali sekali-sekali dapet guru ganteng."
Cefi melotot ke arah Dara. Dara tak bicara lagi.
Kemudian, Cefi kembali menatap Bu Nur, "Maaf Bu kalau saya gak sopan. Saya rasa, ilmu anak magang itu lebih sedikit dibanding ibu yang memang sudah jadi guru sejak lama. Kami yang punya kapasitas otak pas-pasan kalau dilepas sama guru magang ya jelas kita gak akan berkembang. Sama yang profesional aja kita gak pinter gimana sama baru mulai meniti karir? Mungkin untuk kelas sepuluh atau sebelas masih bolehlah dijadikan kelinci percobaan. Tapi ini kelas 12, Bu. Resikonya sampai ke nilai UN. Nilai kelulusan." tanya Cefi.
Semua teman Cefi langsung berpikir. Semua yang dikatakan oleh Cefi memang benar adanya. Bu Nur belum menjawab. Keheningan di dalam kelas kini terasa dingin.
"Saya hanya ingin memberikan kalian suasana belajar baru dengan guru yang baru." Jawab Bu Nur.
"Ck, Bu. Mungkin saya bodoh dalam pelajaran tapi saya masih bisa melek keadaan. Dan setangkap saya, bukan itu alasannya. Alasan yang tepat adalah karena sekolah ini tidak mau kalau nilai anak MIA kecil karena diajar oleh anak magang. Toh, yang menjadi kebanggaan di sekolah ini cuma anak MIA. Buktinya, semua guru selalu hadir tepat waktu buat kelas MIA, sedangkan di sini. Lihatlah bagaimana kami yang gak ada guru dari pagi sampai siang. Bukan sekali dua kali. Tapi berkali-kali. Sekarang ibu yang punya predikat guru matematika senior yang asik justru pilih pindah mengajar ke kelas MIA. Ibu mau cuci tangan ya? Gak kuat ngajar kita?" Tanya Cefi.
"Cefi kamu sudah keterlaluan!" Seru Ibu Nur dengan nada yang naik beberapa oktaf.
Cefi tersenyum. Ibu Nur beristighfar dalam hati. Ternyata semua yang dikatakan oleh guru-guru di ruang guru memang benar. Kali ini Ibu Nur mengalaminya sendiri. Beliau kira Cefi sudah menjadi lebih alim dan memperhatikan tutur katanya, karena sejak awal semester ini Cefi jadi penurut dan tidak pernah mendebat siapapun.
Ketegangan kembali terasa.
"Keterlaluan mana sama ibu yang mau lepas tanggung jawab?" Tanya Cefi sambil tersenyum.
"Kamu! Temui saya di ruang BK sekarang juga!" Ucap Bu Nur yang langsung keluar begitu saja.
Setelah Bu Nur keluar. Semua anak yang ada di dalam kelas langsung tepuk tangan memuji Cefi, terutama kaum laki-laki yang merasa tersaingi oleh kehadiran guru tampan. Sebagian besar siswi juga menyetujui Cefi, di mana meski Baron memang tampan tapi yang diucapkan Cefi mewakili keresahan mereka dan cukup masuk akal.
"Gila si Cefi berani banget anjir!" Seru Dara.
Semua orang pun mengatakan hal yang sama dengan Dara.
"Cef, kalau kamu dikeluarin gimana?" tanya Cefi.
"Tenang, mereka gak bakalan berani keluarin gue. Kalau mereka berani, udah dari awal gue udah keluar dari sini." Ucap Cefi yang bangkit dari tempat duduknya.
Baron menatap Cefi, Cefi mengalihkan pandangannya ke arah lain. Cefi berjalan keluar tanpa pamit pada Baron yang notabenenya adalah gurunya sekarang.
"Hei, kamu! Tiga belas tahun di sekolah gak belajar adab ya?" Tanya Baron.
Semua anak kelas 12 IIS 1 selain gengnya Cefi terkekeh. Menertawakan Cefi.
Sedangkan Gengnya Cefi justru berpikir mengenai bagaimana bisa Baron tahu kalau Cefi sudah menempuh waktu belajar 13 tahun padahal normalnya 12 tahun mengingat mereka kelas 12?
"Sialan." Gumam Cefi. Dia mengepalkan tangan dan berbalik. "Maaf, Pak. Saya izin ke Bu Nur."
Baron tersenyum licik, "Oke."
"Permisi, Pak." Ucap Cefi menahan kesal setengah mati.
Lalu Cefi pun langsung mendatangi Ruang BK. Sebelum masuk ke dalam ruangan itu. Dia juga merasa kalau dirinya harus mengatur diri terlebih dahulu. Dia mulai menyiapkan kuping untuk mendapatkan banyak ceramah dari Ibu Nur dan juga Guru BK. Ibu bukan kali pertama. Dia tidak akan kaget. "Lo udah biasa, Cefi. Ini bukan sesuatu yang baru."
Cefi hendak memegang gagang pintu namun wajah Baron terlintas di benaknya, "Gara-gara dia nih gue jadi kayak gini lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Sri
Waaah makin panas mereka berdua 😱😱
2022-11-17
1
Santi Eprilianti
kalian emang d takdirkan untuk bersama🤭🤭 walaupun ga pernah akur
2022-11-17
0