BAB 14 - Kabar Buruk

Tok tok tok!

Seseorang mengetuk pintu, Cefi yang sudah duduk mengamati pintu tersebut. Ntah mengapa meski posisinya sedang tidak enak badan namun Cefi tidak bisa tidur. Dia terus memikirkan kedua orang tuanya. Dia merasakan sebuah kegelisahan yang cukup aneh.

Belum genap dia menjawab tiba-tiba pintu kamar yang ditempatinya dibuka dan seseorang muncul di sana. Orang itu adalah Baron. Baron mengenakan kaos putih dan celana pendek. Dia datang dengan membawa nampan berisi bubur ayam dan minum untuk Cefi.

"Nyokap gue nyuruh gue bawain Tuan Ratu makanan." Kata Baron.

"Makasih ya, Babunya Tuan Ratu." Jawab Cefi.

"Ck, sialan." Decak Baron.

Baron pun langsung memberikan nampan itu kepada Cefi. Mau tak mau Cefi menerimanya. Meski dia tidak tahu apakah bubur ayam itu bisa masuk ke dalam perutnya atau tidak. Sebab, rasanya dia tidak ingin makan. Namun, Cefi tahu kalau dia harus menghargai Ibu Anes yang sudah menyiapkan bubur ayam itu.

Setelah memberikan nampan itu kepada Cefi, Baron pun memutuskan untuk berbaring di samping Cefi yang duduk dengan nampan berisi bubur ayam dan minum. Cefi menoleh ke arah Baron. Dia menatap horor ke arah Baron. Lagi pula kalau Baron tiduran di sampingnya, dia merasa sempit.

"Lo ngapain?" Tanya Cefi.

"Istirahat lah." Jawab Baron.

"Inikan kamar gue." Kata Cefi.

"Sejak kapan?" Tanya Baron.

Kali ini Cefi tidak bisa menjawab karena kalah telak dengan Baron. Ini memang rumah Baron sehingga kamar ini pun bukan milik Cefi. Kali ini Cefi membiarkan.

"Lo nggak ke sekolah?" Tanya Cefi.

"Gue lagi sakit." Jawab Baron.

"Ah, bohong banget. Sehat begitu dari mana sakitnya? Bilang aja pengen bolos ngajar." Kata Cefi.

Baron hanya bisa terkekeh begitu saja, "Mending makan dah buburnya, biar nampannya bisa gue bawa lagi ke dapur. Gue gak mau kalau kamar ini lama-lama bau bubur."

"Ck, iyaaa. Untung tuan rumah." Kata Cefi.

Cefi pun menyendok buburnya dan memasukkannya ke dalam mulut. Rasanya hambar sekali, hal itu tentulah dikarenakan dia sedang sakit. Rasanya bukan hanya hambar, tapi juga pahit.

"Lo dari tadi gak tidur?" Tanya Baron.

Cefi menggelengkan kepalanya, "Enggak bisa."

"Kenapa?" Tanya Baron.

"Gak tau kenapa gue kefikiran bokap nyokap gue terus. Ditambah hape mereka gak aktif." Kata Cefi.

Baron terdiam dan duduk di samping Cefi. Dia memandang Cefi, kali ini mata Cefi sudah berkaca-kaca. Kali ini Baron tidak berniat untuk mengajak Cefi beradu mulut. Ntahlah, rasanya justru tidak tega.

"Mungkin lo kepikiran karena lo belum biasa jauh dari orang tua lo. Jangan mikir yang nggak-nggak. Doain aja orang tua lo selamat sampai tujuan sampe pulang lagi ke sini. Jam segini kayaknya bokap nyokap lo masih di pesawat. Ke Singapur 2 jam kan?" Kata Baron.

Cefi pun menganggukkan kepalanya. Meski sering berkelahi dengan Baron namun kali ini Cefi setuju dengan apa yang dikatakan oleh musuh bebuyutannya itu. Ternyata musuhnya itu memiliki sisi baik juga.

"Udah abisin itu buburnya!" Titah Baron.

Cefi melirik Baron, "Pahit, ..." Rengek Cefi.

"Lo ngehina masakan nyokap gue?" Tanya Baron.

"Ih, bukan itu. Mulut gue emang lagi pahit kok. Emang lo nggak?" Tanya Cefi.

"Enggaklah. Emang gue sakit?" Tanya Baron.

"Tadi katanya lagi sakit makanya gak ke sekolah." Kata Cefi.

"Tumben pinter." Kata Baron.

Baron memilih untuk bangkit. Dia memilih untuk keluar dari kamar Cefi. Dia ingin menonton televisi, menonton kartun. Mungkin terlihat sangat kekanakan namun dia memang bosan. Berada di samping Cefi yang sedang tidak bisa diajak beradu mulut juga membuat dia bosan, bukan bosan sih, ada rasa canggung ntah kenapa.

Cefi langsung memagangi kaos Baron, "Lo mau ke mana?" Tanya Cefi. Di saat-saat seperti ini dia tidak mau sendirian. Meski di hadapannya adalah musuh bebuyutannya namun sepertinya itu tetap lebih baik ketimbang berada di kamar sendirian.

Baron memperhatikan Cefi. Hidung Cefi merah. Wajahnya pucat. Cefi terlihat begitu memprihatinkan. Dan ketika tangan Cefi tak sengaja bersentuhan dengan tubuh Baron. Baron bisa merasakan kalau demam Cefi yang belum turun.

"Mau nonton TV." Jawab Baron.

"Ikuuut." Ucap Cefi yang seperti rengekan.

"Lo kan lagi makan. Udah abisin dulu aja makanannya trus tidur, istirahat." Kata Baron.

"Mau ikuttt, gue abisin deh tapi nanti di depan TV." kata Cefi sambil mengusap air matanya. Ntah mengapa tiba-tiba dia menangis. Mungkin karena sedang sakit sehingga dia jadi begini. Sensitif.

Baron yang melihat Cefi pun menghela napas. Ntah mengapa dia tidak tega juga pada Cefi.

"Yaudah tapi di depan makannya harus diabisin! Kasian nyokap gue udah bikinin bubur buat lo." Titah Baron.

"Iyaaa. Iniii ..." Kata Cefi menyodorkan nampan itu kepada Baron.

"Apaan nih?" Tanya Baron.

"Bawain ..." Rengek Cefi lagi.

"Astaghfirullah, kenapa ada anak nyusahin kayak lo sih." Kata Baron. Meski mengomel, Baron tetap mengambil nampan itu dan membawanya keluar kamar.

Cefi pun hanya bisa nyengir begitu aja.

"Tuh anak baik juga. Gue babuin seharian enak kali ya?" Gumam Cefi.

Cefi pun turun dari tempat tidurnya, namun ketika kakinya menyentuh lantai, dia langsung menaikkan kakinya lagi ke atas tempat tidurnya. "Aduh, dingin." ringisnya.

"Barongsaaai!" Seru Cefi.

"Kenapa lagi sih?" Tanya Baron yang masuk lagi ke Kamar Cefi.

Cefi merentangkan tangannya. Hal itu tentu membuat Baron mendelik horor ke arah Cefi, "Dih, ngapain lo?" Tanya Baron.

"Lantainya dingin. Gendong gue yaaa? Gue nggak berat kok, cuma 44kg." Kata Cefi.

"Bener-bener nyusahin ya, lo." Kata Baron.

Baron pun memberikan punggungnya kepada Cefi. Kemudian, Cefi pun langsung naik ke punggung Baron. Kemudian, Baron mengambil selimut. Suhu tubuh Cefi masih tinggi namun Baron juga tahu kalau anak itu sepertinya bosan di kamar.

Baron melirik ponsel milik Cefi. Cefi sepertinya tengah mencoba menghubungi kedua orang tuanya.

"Gak berat kan?" Tanya Cefi.

"Palalu nggak berat." Kata Baron.

Cefi terkekeh begitu saja, kemudian dia mendekatkan bibirnya ke telinga Baron, "Sebenernya gue 50kg. Udah naik 6kg." Sambil terkekeh.

"Sialan." Umpat Baron.

Meski Baron tau kalau dia hanya dibohongi oleh Cefi, namun dia tetap membawa Cefi ke ruang tamu keluarga untuk menonton TV. Ibu Anes yang melihat anaknya tengah menggendong Cefi pun terkekeh begitu saja. Apa yang beliau lihat kali ini fenomena yang sangatlah jarang terjadi.

"Nah, gitu dong. Kalau akur kan mama liatnya seneng." Kata Ibu Anes.

Ibu Agnes pun berjalan menuju ke dapur tak mau menunggu jawaban dari Cefi mau pun Baron. Melihat mereka akur saja beliau sudah seneng, tidak perlu pusing memisahkan kedua anak itu.

"Tuh kan, lo sih minta gendong segala." Kata Baron.

"Udah buruan jalan lagi!" Titah Cefi sambil terkekeh, dia senang menyuruh-menyuruh Baron. Kalau dia sedang kondisi baik-baik saja, mana mau Baron dia suruh.

Kemudian, mereka pun duduk di atas sofa berdua sambil menonton tv. Berkali-kali Cefi ingin menyudahi makannya namun berkali-kali juga Baron memintanya menghabiskan bubur itu hingga akhirnya Cefi menurut juga. Dia akhirnya menghabiskan minumannya.

"Barongsai mau tissuuu..." Kata Cefi sambil menunjuk tissue yang ada di atas meja.

Baron pun memutar bola matanya dan mengambilkan tisu untuk Cefi.

"Sama-sama." Sindir Baron yang melihat Cefi mengambil tisu itu tanpa mengucapkan terima kasih.

Cefi terkekeh lemah. Kini tubuhnya sedang meringkuk di atas sofa dengan kaki diangkat dan selimut tebal menyelimuti tubuhnya. Cefi mengambil ponselnya dan mencoba melihat whatsappnya. Masih ceklis satu, artinya pesan yang ia kirimkan kepada kedua orang tuanya belum dibalas. Dia pun mencoba menelepon kedua orang tuanya namun nomor mereka tidak aktif.

"Kenapa?" tanya Baron yang sedari tadi mengamati Cefi yang terlihat gelisah.

"Mama sama Papa belum aktif juga." kata Cefi. Kali ini dia menggigit bibirnya menahan tangis.

"Udah jangan nangis." kata Baron.

Cefi melihat tiket pesawat kedua orang tuanya yang sempat dia foto di galeri ponselnya. Jantungnya berdegup dengan sangat kencang.

"Barongsai ..." panggil Cefi dengan suara bergetar.

"Kenapa?" tanya Baron.

"Udah jam setengah dua belas kenapa mama sama papa nggak aktif juga? Di-ditiket mereka harusnya sampai jam 11.50." Tanya Cefi. Matanya berkaca-kaca menatap Baron.

"Coba liat tiketnya." Pinta Baron.

Cefi memberikan ponselnya kepada Baron. Jantung Baron langsung berdegup dengan sangat kencang. Perasaannya jadi tidak enak. Ponsel Baron berbunyi, sebuah iklan muncul yang berisi berita kecelakaan pesawat. Baron buru-buru menduduki ponselnya.

Jantung Baron berdegup dengan sangat kencang, lalu dia menatap Cefi. Cefi menatap Baron sambil menangis, "Kenapa mama dan papa gak bisa dihubungi, Barongsai?" Tanyanya sambil menangis. Dia tidak sengaja melihat berita itu di ponsel milik Baron.

Baron pun langsung memeluk Cefi. "Vier ..."

"Kenapa peluk gue? Orang tua gue ke mana? Kenapa gak ngehubungin gue?" Tanya Cefi semakin menangis.

Baron tak bisa jawab, dia hanya bisa mengeratkan pelukannya pada Cefi.

Tiba-tiba siaran kartun yang sudah selesai itu berganti dengan siaran berita, "Pemirsa, sebuah kabar duka datang dari Pesawat Cinta Tanah Air dengan nomor penerbangan SING111 jurusan Jakarta-Singapura yang jatuh di Hutan di daerah Riau. Belum diketahui secara pasti penyebab dari kecelakaan ini ..."

Pelukan Baron semakin kencang pada Cefi. Baron buru-buru mematikan televisi karena Cefi mulai histeris. Dia juga menyembunyikan ponsel Cefi di belakangnya.

Baron tau, nomor penerbangan itu sama persis dengan yang ada di tiket yang ditunjukkan oleh Cefi kepada Baron. Plus jurusannya pun sama.

"Itu bukan pesawat papa sama mama, kan? Jawab Bar jawabbbb!" seru Cefi memukul-mukul dada Baron.

"Kita doain yang terbaik ya, Vier." kata Baron.

Tangis Cefi mulai meledak dan dia menangis histeris. "Mamaaa! Papaaa!"

Ibu Anes yang mendengar suara histerisnya Cefi langsung berlari ke arah ruang tamu

"Astaghfirullah, ada apa, Nak?" Tanya Ibu Anes.

"Pesawatnya Om Wijaja dan Tante Laras jatuh, Ma." Kata Baron bergetar.

"Astaghfirullah al-adzim!" Pekik Ibu Anes.

"Mamaaa, Papaaa! Awas Bar, gue harus samperin mama papa. Mereka pasti gak jadi berangkat kan. Mereka ada di rumah kan, Bar?" Tanya Cefi sambil memberontak dalam pelukan Baron. Dia mulai meracau tidak jelas.

Cefi langsung berlari, Baron buru-buru mengejar Cefi. Cefi tidak peduli bagaimana rasa sakit yang tengah dia rasakan. Lantai yang sangat dingin itu tak terasa lagi dinginnya.

Cefi hanya ingin memastikan kalau kedua orang tuanya masih berada di rumah. Dia berharap apa yang dia lihat subuh tadi ketika kedua orang tuanya masuk ke dalam mobilnya itu salah. Dia berharap kalau pesawat yang jatuh itu bukan pesawat yang ditumpangi oleh kedua orang tuanya.

"Xaviera, tenang Xaviera!" Kata Baron yang langsung memeluk Cefi.

"Lepasin gue! Lepasinnn!" seru Cefi

Semua orang kompleks yang mendengar suara raungan Cefi pun keluar dari rumah dan langsung menghampiri Baron dan menanyakan mengenai apa yang terjadi.

"Lo anak yang kuat, Vier." kata Baron.

Tiba-tiba pandangan Cefi terasa kabur. Tubuhnya terasa lemas. Dan dia tidak bisa merasakan apa-apa lagi selain gelap. Baron buru-buru mengangkat tubuh Cefi ke dalam rumahnya.

Terpopuler

Comments

efvi ulyaniek

efvi ulyaniek

yah aq beneran nangis lho😭😭

2024-10-12

0

Santi Eprilianti

Santi Eprilianti

kan bener ,,, aduh kasihan banget si cefi,, yg sabar ya cefi,,😢😢😢

2022-11-21

1

Sri

Sri

Sayang kali cefi tinggal sendiri 🥺🥺

2022-11-21

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 - Awal
2 BAB 2 - Gosip Terbaru
3 BAB 3 - Pengganggu
4 BAB 4 - Pembalasan dari Baron
5 BAB 5 - Sedikit Kebaikan
6 BAB 6 - Haus Pengakuan
7 BAB 7 - Bencana Datang Lagi
8 BAB 8 - Pujaan Hati Sang Pemikat Hati
9 BAB 9 - Perjanjian
10 BAB 10 - Pengganggu Datang Lagi
11 BAB 11 - Cefi yang Berbeda
12 BAB 12 - Kencan Pertama Cefi
13 BAB 13 - Mendadak Demam
14 BAB 14 - Kabar Buruk
15 BAB 15 - Pernikahan Tak Terduga
16 BAB 16 - Pertemuan Terakhir
17 BAB 17 - Om Soni yang Keterlaluan
18 BAB 18 - Untuk Pertama Kalinya
19 BAB 19 - Guru Magang vs Murid IIS
20 BAB 20 - Minta Duit
21 BAB 21 - Suara Pecahan
22 BAB 22 - Keluarga yang Sesungguhnya
23 BAB 23 - Film Dewasa
24 BAB 24 - Kehebohan
25 BAB 25 - Sakit Hati
26 BAB 26 - Dikeluarkan dari Sekolah
27 BAB 27 - Baikan?
28 BAB 28 - Ketahuan
29 BAB 29 - Baron-Sai
30 BAB 30 - Pahlawan untuk Cefi
31 BAB 31 - Permintaan Maaf
32 BAB 32 - Kencan Tak Terduga
33 BAB 33 - Menghapus Kotoran
34 BAB 34 - Sedikit Peningkatan
35 BAB 35 - Gunting Batu Kertas
36 BAB 36 - Kencan Pertama (1)
37 BAB 37 - Kencan Pertama (2)
38 BAB 38 - Kencan Pertama (3)
39 BAB 39 - Siapa Baron Sebenarnya?
40 BAB 40 - Rasa Pengantin Baru
41 BAB 41 - Kabar Gembira
42 BAB 42 - Kedatangan Om Soni
43 BAB 43 - Masih Berhubungan?
44 BAB 44 - Coklat
45 BAB 45 - Guru Olahraga Pengganti
46 BAB 46 - Berbaikan
47 BAB 47 - Kehangatan dari Keluarga Om Soni
48 BAB 48 - Jalanan Milik Berdua
49 BAB 49 - Uang Hilang
50 BAB 50 - Suami Galak
51 BAB 51 - Pemandangan Tak Terduga
52 BAB 52 - Apakah Baron Merasakan Hal yang Sama?
53 BAB 53 - Rayuan Gagal
54 BAB 54 - Arti Nama Cefixime
55 BAB 55 - Ulang Tahun Dara
56 BAB 56 - Menjejakkan Kaki di Kampus Baron
57 BAB 57 - Gosip Andrea dan Baron
58 BAB 58 - Pertemuan dengan Laki-Laki Aneh
59 BAB 59 - Baron Cemburu
60 BAB 60 - Air Mata Palsu
61 BAB 61 - Pelaku Pencurian
62 BAB 62 - Pencuri Uang Cefi
63 BAB 63 - Survei Asuransi
64 BAB 64 - Kabar Aneh (Lagi?)
65 BAB 65 - Mau Bicara
66 BAB 66 - Jambak-Jambakan
67 BAB 67 - Piagam Penghargaan untuk Orang Aneh
68 BAB 68 - I Miss You But I Hate You
69 BAB 69 - Ada Apa?
70 BAB 70 - Suami yang Tidak Dianggap
71 BAB 71 - Pertengkaran Hebat
72 BAB 72 - Berdamai dengan Cara Paling Klise
73 BAB 73 - Ada yang Berbeda
74 BAB 74 - Setia Kawan
75 BAB 75 - Penjualan Rumah
76 BAB 76 - Cefi yang Kelelahan
77 BAB 77 - Pencarian Riza
78 BAB 78 - Pencarian Andrea
79 BAB 79 - Umpan Menggunakan Andrea
80 BAB 80 - Penangkapan
81 BAB 81 - Tamparan Keras
82 BAB 82 - Tanda-Tanda
83 BAB 83 - Praduga yang Mengejutkan
84 BAB 84 - Hasil Pergulatan
85 BAB 85 - Ketahuan Sekolah
86 BAB 86 - Perdebatan Tak Berujung
87 BAB 87 - Pemanggilan Wali Murid
88 BAB 88 - Ujian Terakhir
89 BAB 89 - Telepon dari Baron
90 BAB 90 - Pengumuman Kelulusan Cefi
91 BAB 91 - Kedatangan Tamu Tak Diundang
92 BAB 92 - Wisuda Baron
93 BAB 93 - Kabar Mengejutkan
94 BAB 94 - Ketenangan Batin
95 BAB 95 - Kenyataan Pahit
96 BAB 96 - Buah Hati
97 BAB 97 - Tiga Tahun Kemudian
98 BAB 98 - Penguntit
99 BAB 99 - Akhir yang Manis (Tamat)
Episodes

Updated 99 Episodes

1
BAB 1 - Awal
2
BAB 2 - Gosip Terbaru
3
BAB 3 - Pengganggu
4
BAB 4 - Pembalasan dari Baron
5
BAB 5 - Sedikit Kebaikan
6
BAB 6 - Haus Pengakuan
7
BAB 7 - Bencana Datang Lagi
8
BAB 8 - Pujaan Hati Sang Pemikat Hati
9
BAB 9 - Perjanjian
10
BAB 10 - Pengganggu Datang Lagi
11
BAB 11 - Cefi yang Berbeda
12
BAB 12 - Kencan Pertama Cefi
13
BAB 13 - Mendadak Demam
14
BAB 14 - Kabar Buruk
15
BAB 15 - Pernikahan Tak Terduga
16
BAB 16 - Pertemuan Terakhir
17
BAB 17 - Om Soni yang Keterlaluan
18
BAB 18 - Untuk Pertama Kalinya
19
BAB 19 - Guru Magang vs Murid IIS
20
BAB 20 - Minta Duit
21
BAB 21 - Suara Pecahan
22
BAB 22 - Keluarga yang Sesungguhnya
23
BAB 23 - Film Dewasa
24
BAB 24 - Kehebohan
25
BAB 25 - Sakit Hati
26
BAB 26 - Dikeluarkan dari Sekolah
27
BAB 27 - Baikan?
28
BAB 28 - Ketahuan
29
BAB 29 - Baron-Sai
30
BAB 30 - Pahlawan untuk Cefi
31
BAB 31 - Permintaan Maaf
32
BAB 32 - Kencan Tak Terduga
33
BAB 33 - Menghapus Kotoran
34
BAB 34 - Sedikit Peningkatan
35
BAB 35 - Gunting Batu Kertas
36
BAB 36 - Kencan Pertama (1)
37
BAB 37 - Kencan Pertama (2)
38
BAB 38 - Kencan Pertama (3)
39
BAB 39 - Siapa Baron Sebenarnya?
40
BAB 40 - Rasa Pengantin Baru
41
BAB 41 - Kabar Gembira
42
BAB 42 - Kedatangan Om Soni
43
BAB 43 - Masih Berhubungan?
44
BAB 44 - Coklat
45
BAB 45 - Guru Olahraga Pengganti
46
BAB 46 - Berbaikan
47
BAB 47 - Kehangatan dari Keluarga Om Soni
48
BAB 48 - Jalanan Milik Berdua
49
BAB 49 - Uang Hilang
50
BAB 50 - Suami Galak
51
BAB 51 - Pemandangan Tak Terduga
52
BAB 52 - Apakah Baron Merasakan Hal yang Sama?
53
BAB 53 - Rayuan Gagal
54
BAB 54 - Arti Nama Cefixime
55
BAB 55 - Ulang Tahun Dara
56
BAB 56 - Menjejakkan Kaki di Kampus Baron
57
BAB 57 - Gosip Andrea dan Baron
58
BAB 58 - Pertemuan dengan Laki-Laki Aneh
59
BAB 59 - Baron Cemburu
60
BAB 60 - Air Mata Palsu
61
BAB 61 - Pelaku Pencurian
62
BAB 62 - Pencuri Uang Cefi
63
BAB 63 - Survei Asuransi
64
BAB 64 - Kabar Aneh (Lagi?)
65
BAB 65 - Mau Bicara
66
BAB 66 - Jambak-Jambakan
67
BAB 67 - Piagam Penghargaan untuk Orang Aneh
68
BAB 68 - I Miss You But I Hate You
69
BAB 69 - Ada Apa?
70
BAB 70 - Suami yang Tidak Dianggap
71
BAB 71 - Pertengkaran Hebat
72
BAB 72 - Berdamai dengan Cara Paling Klise
73
BAB 73 - Ada yang Berbeda
74
BAB 74 - Setia Kawan
75
BAB 75 - Penjualan Rumah
76
BAB 76 - Cefi yang Kelelahan
77
BAB 77 - Pencarian Riza
78
BAB 78 - Pencarian Andrea
79
BAB 79 - Umpan Menggunakan Andrea
80
BAB 80 - Penangkapan
81
BAB 81 - Tamparan Keras
82
BAB 82 - Tanda-Tanda
83
BAB 83 - Praduga yang Mengejutkan
84
BAB 84 - Hasil Pergulatan
85
BAB 85 - Ketahuan Sekolah
86
BAB 86 - Perdebatan Tak Berujung
87
BAB 87 - Pemanggilan Wali Murid
88
BAB 88 - Ujian Terakhir
89
BAB 89 - Telepon dari Baron
90
BAB 90 - Pengumuman Kelulusan Cefi
91
BAB 91 - Kedatangan Tamu Tak Diundang
92
BAB 92 - Wisuda Baron
93
BAB 93 - Kabar Mengejutkan
94
BAB 94 - Ketenangan Batin
95
BAB 95 - Kenyataan Pahit
96
BAB 96 - Buah Hati
97
BAB 97 - Tiga Tahun Kemudian
98
BAB 98 - Penguntit
99
BAB 99 - Akhir yang Manis (Tamat)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!