Suasana di rumah Cefi sekarang sangat tidak menyenangkan. Rumah yang biasanya hangat menjadi dingin karena ayah Cefi yang kini tengah marah kepada anaknya.
"Kamu benar-benar membuat Papa malu, Xaviera. Sekarang mau dikemanakan wajah papa di depan orang kompleks?" Tanya Pak Wijaja kepada putri semata wayangnya.
"Papa, itu bukan salah aku. Aku cuma bilang kalau aku dilecehkan. Tadi waktu aku lagi nangis di jalan, si Barongsai datang ngatain aku cengeng sama ngatain aku antibiotik gak guna. Siapa yang mau dilecehkan begitu, Papa?" Cefi masih belum mengerti konteks perbincangan mereka.
"Astaghfirullah, Xavieraaa! Ma, Papa ke kamar dulu ya, tolong bicara dengan Xaviera, papa gak kuat lama-lama. Nanti malam kita akan minta maaf sama keluarga Pak Pradana." Akhirnya Pak Wijaja yang tidak sanggup berbicara dengan anaknya lebih memilih untuk pergi.
Bukan apa-apa, Pak Wijaja bukannya tidak marah dan mau lepas tanggung jawab terhadap Cefi, namun beliau merasa takut kalau amarahnya tak terbendung dan akan mengatakan hal yang tidak-tidak kalau terus mendebat anaknya.
"Loh, Papa? Kok kita harus minta maaf sih, kan Barongsai yang salah." Ucap Cefi.
Ibu Larasati menghela napas, beliau tahu kalau beliau harus menjelaskan dengan sejelas-jelasnya dengan bahasa yang lembut kepada anaknya.
"Nak, kamu tau apa kesalahan kamu?" Ibu Larasati mulai mengajak anaknya untuk mengobrol.
"Enggak, Ma. Aku nggak ngerasa bersalah. Emang aku salah apa, Ma?" Tanya Cefi.
"Nak, kamu tadi sudah buat semua orang salah paham. Kamu bilang kalau kamu dilecehkan. Meskipun di KBBI yang kamu tunjukkan arti dari melecehkan itu menghina namun di masyarakat pelecehan itu konotasinya kamu diperkosa atau kamu dipegang-pegang sama orang lain tanpa izin terutama di bagian-bagian sensitif perempuan. Itu yang buat papamu marah dan semua orang sekarang mengira kalau Baron itu sudah melakukan asusila sama kamu." Terang Bu Larasati.
Cefi terdiam. Kini dia mengerti mengapa ayahnya terlihat begitu marah begitu saja.
Konotasi dan asusila, hal itu yang harus dia pikirkan nanti.
"Nanti malam kita minta maaf ya ke keluarganya Baron ya, Nak?"
"Ma, tapi Barongsai itu udah ngata-ngatain aku. Jadi, dia yang harus minta maaf."
"Iya, nanti mama suruh dia minta maaf sama kamu."
***
Malam pun datang. Bu Larasati dan Pak Wijaja sudah berganti pakaian dengan pakaian yang rapi, begitu juga dengan Cefi. Mereka akan datang ke rumah Keluarga Halim untuk meminta maaf atas kekacauan yang terjadi siang tadi.
"Ini, kamu bawa buat Tante Anes dan Om Pradana." Kata ibunya Cefi sambil menyerahkan kue kering yang sudah dimasukkan ke dalam paperbag.
"Iya, Ma."
"Nak, kamu udah minta maaf sama papa?"
Cefi menggelengkan kepalanya.
"Minta maaf dulu sana!"
Cefi menganggukkan kepalanya begitu saja dan berjalan menuju ke arah ayahnya, "Papa, aku minta maaf karena udah buat malu papa." Katanya.
"Iya, Sayang. Maafin papa juga ya udah emosi sama kamu tadi." Kata Ayahnya Cefi memeluk anaknya.
Kemudian, mereka pun langsung mendatangi rumah tetangganya yang ada persis di depan rumah mereka. Mereka pun disambut baik oleh Keluarga Halim.
"Pak Pradana, Bu Anes, Nak Baron. Kami datang untuk meminta maaf atas apa yang terjadi tadi siang. Saya pribadi pun merasa bersalah karena sudah datang marah-marah dan menuduh Nak Baron yang tidak-tidak." ucap Pak Wijaja dengan tidak enak hati.
"Iya, Pak. Tidak apa-apa kami memakluminya, kalau saya jadi bapak juga pasti saya akan marah kalau dengar aduan putri kita seperti itu." Jawab Pak Pradana. Beliau memang pria yang sangat bijak.
Cefi di tempatnya menatap kesal ke arah Baron. Sedangkan Baron hanya bisa menaikkan alisnya.
"Xaviera ayo, Nak. Minta maaf dulu." Pinta Bu Larasati kepada anaknya.
Cari menganggukkan kepalanya begitu saja.
"Om Pradana, Tante Anes, aku minta maaf. Ini untuk Om dan Tante." Kata Cefi yang meletakkan kue kering yang dibawanya di atas meja, kemudian, menghampiri Pradana dan Anes, "Salim dulu." Kata Cefi.
"MasyaAllah. Iya, Nak. Kami maafkan kok." Kata Pak Pradana.
"Iya, Nak. Betul kata Om." Kata Bu Anes.
"Nak, ayo minta maaf juga sama Nak Baron." Kata ibunya Cefi.
"Ma, aku nggak mau. Yang ngatain aku kan dia, jadi aku nggak mau minta maaf." Kata Cefi.
"Xaviera ..." Peringatan ayahnya.
"Tidak apa-apa, Pak. Mungkin Xaviera memang benar. Seharusnya anak sayalah yang minta maaf sama Xaviera karena Baron pastilah yang memulai duluan." Kata Pak Pradana. "Baron, cepat minta maaf pada Xaviera dan Om dan Tante." Sambung Pak Pradana.
"Tapi, Pa. ..."
"Nggak ada tapi-tapian, cepat minta maaf!" Titah Pak Pradana.
Baron pun bangkit dan meminta maaf kepada kedua orang tua Xaviera. "Maafkan saya, Om dan Tante. Saya ngatain Xaviera cuma bercanda."
"Ck, bercanda apaan." Ucap Cefi sambil berdecak sebal.
"Iya, Nak. Kami tau, kami sudah memaafkan kamu." Kata Pak Wijaja. Hal itu dibetulkan oleh Bu Larasati.
"Minta maaf sama Xaviera juga, Nak!" Kata Bu Anes.
Baron berjalan menuju ke arah Cefi. Cefi tersenyum senang. Pasalnya selama ini Baron tidak pernah mau meminta maaf kepada dirinya.
Cefi dengan angkuh menyodorkan tangannya kepada Baron, "Cium tangan sekalian biar afdol." Ucap Cefi.
Kedua orang tua Cefi menggelengkan kepalanya melihat anaknya yang sangat absurd itu.
"Ck, enak aja. Yang aja juga lo yang cium tangan ke gue. Gue lebih tua tiga tahun dari lo."
"Bodo amat nggak mau tau."
"Lagian gue nggak mau minta maaf."
Cefi langsung mendongak ke arah Baron dengan kesal kemudian menurunkan tangannya. Kemudian, menoleh ke arah Ibu Anes, "Tante ... Anaknya nggak mau minta maaf ke aku." Adunya.
"Baron ..." Peringat Bu Anes.
"Iya, Ma. Dia harus bilang terima kasih dulu, baru Baron mau minta maaf ke dia. Yang anterin dia pulang waktu nangis-nangis di jalan tadi itu Baron, Ma." Ucap Baron.
"Ck, pamrih banget si lo." Ucap Cefi.
"Suka-suka guelah." Kata Baron.
Ibu Laras meminta kepada anaknya untuk mengucapkan terima kasih dengan menggunakan isyarat. "Apa, Ma?" Cefi yang tidak tahu kode bertanya.
Ibu Laras menghela napas, "Cepat bilang terima kasih!"
Cefi menghela napas. "Iya, makasih. Udah kan sekarang lo minta maaf ke gue."
"Iya, gue minta maaf."
Cefi menyodorkan tangannya ke arah Baron meminta Baron untuk mencium punggung tangannya. Baron pun menjabat tangan Cefi dan tanpa disangka, Baron langsung mendorong tangannya ke bibir Cefi agar Cefilah yang mencium punggung tangannya.
"Ishhh! Barongsaaai!"
***
Suasana kantin begitu ramai. Bagi siswa-siswi SMA Angkasa Raya, waktu istirahat adalah waktu paling mengasyikkan bagi mereka untuk bercengkerama dengan teman-teman di kantin. Sama seperti Cefi dan ketiga temannya yang bernama Amel, Putri dan Dara.
Kini, ketiga teman Cefi sedang mendengarkan ocehan Cefi tentang kejadian yang menimpa Cefi kemarin. Lengkap, inseden salah paham tentang pelecehan sampai acara minta maaf.
"HAHAHAHAHAHAHA!" tawa tiga siswa murid kelas 12 IIS 1 itu begitu menggelegar. Sedangkan, Cefi yang baru selesai bercerita hanya bisa mengerucutkan bibirnya.
"Kok lo-lo pada malah ketawa sih? Kesel banget tau gue! Sumpah ya ngeselin banget gak si tuh anak! Benci banget gueee!" Seru Cefi berapi-api.
"Lagian lo si, Cef. Orangmah punya otak ya dipake gitu loh, jangan dijadiin cadangan doang. Lagian ya, kalau gue boleh saran, ati-ati lo jangan sebegitu bencinya sama tuh cowok. Ntar suka sama dia." Ucap Dara.
Cefi langsung melotot ke arah Dara karena kesal.
"Bener tuh! Dan, siapa tau dia jodoh lo, Cef! Hahaha Gue penasaran deh sejak kita temenan, lo kan selalu ceritain dia ya, nah mukanya kayak gimana sih? Ganteng gak? Harusnya sih anak kompleks mah ganteng ya?" Ucap Amel.
"Iya, tiap kita ke rumah kamu juga kayaknya kita gak pernah liat ya?" Tanya Putri.
"Sialan lo-lo pada. Bukannya bantuin gue meredakan amarah malah ngompor-ngomporin. Gue gak mungkinlah suka sama cowok kayak gitu! Kayak gak ada cowok lain ajaaa." Ucap Cefi.
"Lagian nih ya, dia itu jeleeek. Jeleeek banget. Ceking, tinggi, ngeselin, serem kayak barongsai. Udah dah. Lengkap jangan sampe deh lo-lo pada ketemu sana dia. Di kompleks gue aja, dia itu cowok paling jelek, paling busuk, paling burik. Ihhhh, enggak dah enggak banget." Sambung Cefi. Tentu saja semua yang dikatakan oleh Cefi bukanlah yang sebenarnya.
Baron justru bertubuh tinggi, badannya bagus, tampan, kulitnya putih bersih, dan menjadi idaman semua warga kompleks.
"Udahlah. Males gue ngomongin dia." Kata Cefi yang ingin mengakhiri pembicaraan tentang Baron.
"Yaudah-yaudah, ehhh gue punya gosip baru." Kata Amel.
"Apa?" Tanya Cefi.
"Gue tadi sama Putri liat ada 5 mahasiswa yang dateng ke ruang Kepsek. Gue yakin kalau mereka bakalan PKL di sini. Iya, kan Put?" Tanya Amel kepada Putri.
"Iyaaa, dan ada 2 mahasiswa yang ganteng asli. Tapi yang satu ganteng bangetttt." Ucap Putri berbinar-binar.
"Oh yaaa? Lo liatnya kapan?" Tanya Cefi.
Cefi yang mendengar ada cowok ganteng tentulah menjadi semangat. Bagaimana pun dia sama seperti siswa SMA lainnya, tergila-gila pada mahasiswa tampan.
"Tadi pagi. Tapi kayaknya sekarang udah pulang deh." Kata Amel.
"Yah, parah lo baru kasih tau kita sekarang. Kita kan juga mau liat ya, Cef?" Kata Dara.
"Emang Lo suka laki juga, Dar?" Tanya Mel.
"Sialan." ucap Dara.
Cefi, Putri, dan Amel pun langsung tertawa terpingkal-pingkal. Di antara mereka berempat, memang Daralah yang yang belum pernah pacaran. Lihatlah bagaimana penampilan, rambut pendek, pakai topi, dan juga baju digulung. Siapa laki-laki yang mau dengan perempuan seperti itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Radiah Ayarin
Ada barongsai thor
2022-11-25
1
Sri
Semangat semangat up nya ya thor 😁😁
2022-11-13
3