Kemudian, Bu Larasati pun mengantarkan Cefi ke rumah tetangganya. Ibu Anes yang merupakan ibunya Baron pun menyambut kedatangan Bu Larasati dan Cefi dengan senang hati. Cefi mencium tangan Ibu Anes.
"Masuk-masuk, Mbak, Xaviera!" Ucap Ibu Anes.
"Gak usah, mbak. Ini loh, Mbak. Anakku ada PR. Aku mana bisa ngajarin dia. Nak Baronnya ada? Aku mau minta tolong Nak Baron buat ngajarin Xaviera kalau ada." Ucap Ibu Larasati.
"Oh, ada kok. Dia ada di atas. Gakpapa ditinggal aja Xavieranya, nanti biar aku yang ngomong sama Baronnya, Mbak. Eh, atau mau masuk dulu?" Tanya Ibu Anes.
"Nggak usah deh, Mbak. Soalnya takut suamiku pulang. Kasihan kalau di rumah nggak ada orang." Ucap Ibu Larasati.
"Oh, yaudah kalau gitu." Ucap Ibu Anes.
Ibu Larasati pun langsung pamit pulang. Cefi sedikit tidak mau ditinggal oleh ibunya, namun dia merasa malu untuk mengatakannya karena Cefi sadar diri kalau dirinya sudah besar.
"Nak, ayo ikut, Tante." Ucap Ibu Anes.
"Oke, Tante." Ucap Cefi.
Ibu Anes mempersilakan kepada Cefi untuk duduk di sofa ruang tamu. Lalu beliau membuatkan susu coklat hangat untuk Cefi dan Baron. Lalu berjalan ke atas untuk memanggil Baron.
Toktoktok!
"Nak, ada Xaviera dia mau belajar sama kamu." Ucap Ibu Anes.
Baron yang ada di dalam langsung bangkit dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamarnya. "Suruh pulang aja, Ma. Bilang aja aku udah tidur."
"Hus, kamu nggak boleh gitu loh, Nak. Udah sana turun. Kasian dia udah nungguin." Ucap Ibu Anes.
Cefi pun meminum susu coklat yang dibuatkan oleh Bu Anes. Cefi memang sangat suka dengan susu coklat buatan ibunya Baron yang menurutnya sangat enak.
"Ngapain lo ke sini?" Tanya Baron.
"Baron ... " Ibu Anes pun langsung memperingati anaknya.
Cefi mengangkat buku yang ada di tangannya dengan wajah tanpa dosa. Lalu dia tersenyum. "Mau belajar."
"Mama tinggal dulu ya? Xaviera Tante tinggal dulu ya?" Ucap Ibu Anes dengan lembut.
"Iya, Tante. Terima kasih." Jawab Cefi dengan sopan.
Baron pun langsung duduk di samping Cefi. Cefi memutar otak agar Baron tidak marah lagi kepadanya dan mau mengajarinya, ah ... Bukan, mau mengerjakan semua tugasnya.
Cefi sangat tahu kalau Baron meski menyebalkan adalah orang yang sangat jenius, sehingga Cefi yakin kalau empat puluh soal yang ada di tangannya bisa dikerjakan Baron setengah jam saja.
"Barongsai, lo haus ya, ini gue ambilin." kata Cefi mencoba membaik-baiki Baron.
"Kalau kita lagi di luar, udah abis lo ama gue!" Kata Baron yang langsung menyambar susu coklat yang diberikan oleh Cefi dan meminumnya. Kebetulan dia juga haus.
"Untung gue di rumah lo. Jadi, gue aman." Gumam Cefi.
"Ngomong apa lo?!" Tanya Baron. Dia meletakkan susu coklatnya di atas meja.
Cefi pun merasa panik. Dia tentu tidak mau kalau usahanya gagal begitu saja. Dia harus pulang dengan tugas yang sudah selesai sehingga dia harus mengontrol emosinya.
"Sabar, Barongsai, sabar. Orang sabar disayang Allah. Gini aja, lo males kan ketemu sama gue? Nah, gue punya solusi nih. Lo kerjain aja nih PR gue kayak biasanya biar cepet selesai, nah abis itu gue pulang deh." Ucap Cefi. "Lo bisa istirahat liat gue. Bisa tidur nyenyak." Sambung Cefi sambil tersenyum.
Baron menyeringai mendengar apa yang dikatakan oleh Cefi, "Gue nggak mau bantuin."
Baron bangkit dan hendak pergi namun Cefi menghadang Baron dengan cara merentangkan kedua tangannya di depan Baron. Persis seperti sedang main gobak sodor.
"Please, Barongsai. Gue nggak mau ngulang kelas 12 lagi. Besok itu gue ada ulangan matematika, gurunya gak bolehin gue buat ikut ulangan kalau gue belum selesain ini." Terang Cefi.
Baron melipat tangan di dada. Masih tidak mau membantu.
"Bantuin gue ya, please. Gue janji dah nanti gue gak bakalan ngaku-ngaku jadi pacar lo lagiii. Ntar lo bebas merdeka kalau mau pacaran. Ya, please? Masa gue harus ngulang setahun lagi si? 20tahun masih SMA dong gue? Gue kan masih muda. Masih pengen menikah, hidup gue gak bisa dong ada di sekolah terus. Jadi, bantuin gue ya?" Ucap Cefi panjang lebar sambil menunjukkan raut wajah memelas.
Baron menghela napas.
"Yaudah gue bantuin. Mana soalnya?" Tanya Baron.
"Ayo-ayo duduk dulu duduk." Kata Cefi mendorong Baron untuk duduk lagi di atas sofa.
Cefi pun langsung membuka bukunya takut kalau sampai Baron berubah pikiran. "Ini-ini ..." Ucap Cefi yang langsung memberikan buku tulis matematika dan juga buku paket matematikanya. Juga lengkap dengan pensil dan menghapus kepada Baron.
Baron pun menerimanya dan langsung duduk di bawah dan meletakkan buku dan alat tulis itu di atas meja ruang tamu. Cefi pun mengikuti Baron. Ikut duduk di bawah. Senyuman mengembang di bibirnya.
"Segini doang?" Tanya Baron.
"Iya, segitu doang. Gampang banget kan? Coba aja dikerjain." Kata Cefi sambil menguap.
Rasa kantuk mulai menyerang Cefi, dia pun melirik jam dinding yang memperlihatkan pukul 21.00 WIB. Cefi pun menyandarkan kepalanya ke sofa sambil menutupi mulutnya yang terus menerus menguap.
"Lo ke sini buat apa?" Tanya Baron. "Mau belajar kan?" Sambungnya.
"Iya." Jawab Cefi yang menguap lagi.
Baron menatap licik ke arah Cefi. "Yaudah gue bakalan ajarin lo, sedetail mungkin."
Cefi langsung membelalakkan mata. Ini sudah malam, kalau Baron mengajarinya ntah sampai jam berapa berakhirnya, "E-elo pasti bercanda kan? Biasanya kan lo yang ngerjain?"
"Nah, itu. Sekarang nih gue baru sadar kalau selama ini gue salah. Harusnya tiap lo minta dibantuin ngerjain PR, gue terangin juga caranya. Yaudah sekarang sini gue terangin dari A sampai Z."
"Enggak-enggak. Nggakpapa kok, bisa diterangin besok gakpapa asli. Besok gue dateng lagi dah."
"Gue nggak mau merasa berdosa lagi sama lo, Antibiotik."
"Inimah lo ngerjain gueee."
"Ya kalau gak mau yaudah, gue mau tidur ke atas."
Baron pun langsung berpura-pura bangkit dan hendak pergi ke kamarnya namun Cefi pun langsung menahannya. Dia tidak mau mengulang kelas 12 lagi. Tidak mau.
"Iya-iyaaa, gue setuju yang penting selesai." Ucap Cefi.
"Nah, gitu dong." Ucap Baron yang tersenyum puas.
Mereka duduk lagi, kemudian Baron meminta kepada Cefi untuk mendekat, dia sudah siap untuk menjelaskan.
"Jadi, ini itu caranya pakai yang ini ..." Baron mulai menjelaskan.
Cefi yang sudah bertopang dagu menguap berkali-kali namun Baron terus menerus memaksanya untuk membuka mata dan mendengarkan penjelasannya.
"Dengerin gue gak si?" Tanya Baron.
"Iya, denger." Ucap Cefi berbohong. Dia kini tengah ngantuk berat jadi apapun yang Baron jelaskan tidak masuk ke dalam kepalanya.
"Coba ulangi. Tadi gue ngomong apa?"
"Ah?"
"Tuhkan gak dengerin. Nih, gue ulangin, jadi ini itu caranya pake ini. Ini dimasukin ke sini ..."
Cefi memejamkan matanya. Baron pun langsung menarik rambut kuncir kuda Cefi, "Enak bener ya lo, gue capek-capek jelasin, lo yang tidur?"
"Astagfirullah. Kasar bat sih lo jadi cowok?" Cefi langsung cemberut dan langsung melepaskan tangan Baron di rambutnya.
"Yaudah deketan sini. Ini coba ini jelasin lagi gue. Gue mau denger." Ucap Baron.
Cefi dan Baron sudah sangat dekat. Cefi mengamati angka-angka yang sudah berputar-putar. Membaca pun rasanya dia tidak mampu saking ngantuknya.
"Ini caranya ..." Cefi mencoba menggelengkan kepalanya agar sadar namun dia tetap tidak ingat dengan apa yang Baron jelaskan.
"Ini pake rumus yang ini trus dimasukin ke sini ke sini ke sini angka-angkanya." Terang Baron. "Ulang!"
"Ini pake rumus yang ini. Trus di masukin ke sini ke sini ke sini angkanya." Ucap Cefi yang hanya menghafal.
"Heh, tangan lo nunjuknya yang bener, ini tangan gue bukan buku!"
Cefi menguap lagi matanya sudah tidak fokus.
"Nah, hasilnya udah dapet. Sekarang lanjut yang ini. Lo masih ngantuk?" Tanya Baron.
Cefi menggelengkan kepalanya sambil memejamkan matanya.
Baron mencubit kecil lengan Cefi.
"Aduuuh! Sakit tau!"
"Dengerin gue makanya!"
"Iya, tapi tunggu lima menit aja dah, istirahat dulu."
"Ck, soal kedua aja belum selesai udah minta istirahat."
Baron yang memiliki otak licik pun mengedarkan pandangannya ke arah lain dan menemukan piring kecil berisi cabai dan juga sepiring gorengan. Dia tentu masih belum bisa memaafkan apa yang dilakukan Cefi tadi, sehingga dia masih ingin membalas dendam kepada Cefi.
"Bangun gak lo? Sekarang kalau gue ajarin lo, lo nggak bisa, kudu makan cabe. Bodo amat gue. Gue nggak mau ilmu yang gue ajarin sia-sia."
"Lo nyiksa gue namanya!" Protes Cefi.
"Ya, emang. Kalau gak mau pulang aja sana." Ucap Baron acuh tak acuh.
"Cih, gue benci banget sama lo sumpah!"
"Kalau sampai suka sama gue mampus lo."
"Selama di dunia ini masih ada populasi laki, itu gak akan pernah terjadi."
Kini Cefi benar-benar tahu kalau Baron sedang menyiksanya dengan cara seperti ini. Padahal, biasanya setiap ada PR yang tidak bisa dikerjakan sendiri, Cefi selalu meminta tolong Baron dan Baronlah yang selalu mengerjakannya, Cefi tinggal terima beres karena Baron malas sekali berdekatan dengan Cefi. Tidak seperti hari ini. Ini tandanya, Cefi akan begadang semalaman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Radiah Ayarin
awas ntar lama² bisa jatuh cinta
2022-11-25
1