Pada pagi hari yang cerah, seorang pria bangun dari tidurnya, mengerjapkan kedua mata sambil sesekali menguap. Sinar mentari yang tembus melewati jendela, menyeruak ke dalam ruangan dan masuk ke dalam pori-pori. Alex beranjak dari ranjang menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menjalankan rutinitas seperti biasanya.
Setelah selesai bersiap-siap, kedua tungkai kakinya melangkah keluar dari kamar. Menuruni tangga dengan penuh kharisma, dapat melihat semua orang sudah menunggu kedatangannya. Alex masuk menghampiri semua orang seraya menarik kursi, menatap semua orang satu persatu.
"Wah…kebetulan kau sudah hadir." Celetuk David memecahkan keheningan.
"Memangnya ada apa?" tanya Alex meninggikan kedua alisnya.
"Kau harus berangkat bersama dengan Layla, apalagi tujuan kalian sama."
"Oh ya, tapi kak Alex harus mengantarkanku ke toko kue." Sela Jessie yang tak ingin jika wanita asing yang menjelma sebagai sekretaris di perusahaan milik Anderson terllau dekat pada kakak angkatnya.
Spontan David memberikan tatapan tajam kepada Jessie, di anggap tidak sopan menyela pembicaraan orang lain. "Tunjukkan sopan santunmu, apa kau tidak lihat kami tengah berbicang?" tegasnya.
"Maaf Kek." Lirih pelan Jessie untuk mendapatkan simpati.
"Kenapa Kakek meninggikan suara padanya, apa yang di katakan Jessie memang benar kalau aku akan mengantarkannya ke toko." Alex membela adik angkat tentu saja membuat gadis berambut ikal tersenyum tipis dan tidak ada yang mengetahuinya.
"Aku tidak akan meninggikan suaraku di saat peraturan dan tata krama di langgar, sebuah prinsip yang sudah di pegang selama ini."
"Sudahlah Kek, Jessie juga sudah meminta maaf. Jangan memperpanjang masalah sepele! Aku akan membawa keduanya dan pergi bersamaku," putus Alex final.
"Baiklah, aku harap kau memperlakukan Layla dengan sangat baik."
"Sesuai dengan keinginan Kakek." Jawab Alex yang mengakhiri perdebatan.
Layla merasa sungkan, perdebatan yang bermula karena dirinya mendapat pembelaan dari kakek. Melirik Alex dengan rasa bersalah memenuhi hati, tapi pria itu malah tak berselera makan dan meninggalkan meja makan.
"Kau belum makan apapun." Teriak Layla dari kejauhan.
Alex menghentikan langkah beberapa detik. "Aku bisa makam di kantor!" tuturnya yang kembali melanjutkan langkahnya.
Jessie memperhatikan Layla dengan seksama seraya mengolesi roti dengn selai, tersenyum meremeh wanita itu. "Sekali kak Alex membuat keputusan, dia tidak akan merubahnya."
Layla terdiam dan tak berminat membalas perkataan Jessie, mempercepat gerakannya dalam mengolesi beberapa lembar roti. Meminta pelayan mengambilkan kotak makanan dan mengisinya dengan Sandwich dan juga roti di lapisi selai.
"Kau makan sebanyak itu?"
"Bukan untukku, tapi Alex. Dia pergi tanpa mengisi perut." Layla bergerak cepat dan menyusul atasannya.
Sementara Jessie tersenyum dan memilih menghabiskan sarapan terlebih dulu, dia sangat yakin kalau kakak angkatnya tidak akan meninggalkannya. "Alex tidak akan menerimanya walau sekeras apapun dia mencoba," ucapnya pelan dan kemudian menyusul.
Alex sangat kesal dengan pagi hari, semenjak kedatangan Layla yang akan menjadi sekretarisnya, semenjak itu pula dirinya di timpa masalah. Kekesalannya semakin meluap melihat sang pelaku mengetuk jendela mobil sedari tadi, mendelik kesal namun terpaksa membukakan pintu, pantang baginya menarik mengingkari perkataan yang telah di ucap.
"Buka pintunya!" teriak Layla yang terus saja mengetuk jendela mobil tanpa berhenti. Tersenyum sumringah saat pintu terbuka, tapi berubah saat Jessie menyerobot masuk ke dalam.
"Aku sudah terbiasa duduk di depan, tidak masalah 'kan kalau kau duduk di belakang saja." Ucap Jessie tersenyum kemenangan.
"Baiklah." Pasrah Layla menganggukkan kepalanya, membuka pintu mobil dan duduk di kursi belakang.
Alex mulai menjalankan mobilnya, melaju dengan kecepatan sedang dan penuh hati-hati. Suasana tampak hening, Jessie yang merasakan perjalanan begitu membosankan segera menyalakan musik.
"Berisik!" ketus Alex mematikan musik.
"Kak, biarkan lagunya terus menyala." Jessie bersikukuh dan kembali memutar musik, Alex tampak pasrah terlihat dari helaan nafas.
Layla mulai menjalankan misi sesuai dengan perintah David, mengawasi setiao gerak-gerik Jessie dan melindungi Alex. "Gadis itu sangat pintar berakting, bisa menipu semua orang dengan wajahnya yang lugu." Batinnya.
Dia memberikan umpan dengan memberikan kotak makanan untuk sarapan pagi, menyerahkannya kepada Alex yang tengah fokus menyetir.
"Apa ini?" Alex menoleh sekilas dan kembali fokus menyetir.
"Aku bawakan sarapan untukmu, kau belum makan apapun dari tadi."
Alex merasakan perutnya yang lapar, meraih kotak berwarna hijau dan ingin makan di perjalanan. Waktu yang begitu sibuk di kantor menyulitkannya meluangkan waktu untuk sarapan.
"Terima kasih," celetuk Jessie merampas kotak makanan dari tangan Layla, membukanya dan menyuapi Alex. "Fokuslah menyetir, aku sendiri menyuapi Kakak."
Alex mengangguk setuju, Jessie kembali tersenyum mengembang saat dirinya dua langkah ke depan. Tapi, tidak tahu sudah termakan jebakan Layla yang mulai memahami segalanya.
"Oho, jadi seperti itu. Aku mengerti sekarang!" batin Layla sambil melihat interaksi kakak dan adik yang cukup dekat.
Setelah mengantar Jessie ke toko kue, tinggallah Alex dan Layla.
"Aku bukan supirmu!" cetus Alex melihat kaca spion karena tak ingin menoleh.
"Aku di sini saja."
"Aku bukan supirmu, pindah di depan!" perintah Alex yang di ikuti wanita itu. Dia kembali menghidupkan mesin mobil dan menyetir dalam kecepatan sedang.
Mobil berhenti di sebuah gedung yang menjulang tinggi, membuka sabuk pengaman barulah keluar dari mobil dan di ikuti oleh Layla.
Alex menatap tajam ke arag wanita yang menjadi sekretaris pribadi, bermaksud untuk menjaga jarak darinya.
Kali pertama Alex berjalan berdampingan dengan seorang wanita, menjadi gosip pembicaraan semua orang. Keduanya tidak menggubris dan hanya membalas sambutan dari oara karyawan dan juga staff.
Layla berusaha menyamakan langkah kaki Alex, terpaksa berlari menggunakan sepatu high heels sedikit menyulitkannya. "Ya Tuhan…langkahnya seperti langkah raksasa." Gumannya di dalam hati, merasakan jika kakinya sedikit lecet.
Diam-diam Alex tersenyum dengan penderitaan dari sekretarisnya, tidak peduli bagaimana wanita itu menyembunyikan kondisi sebenarnya.
"Dia bukan laki-laki sejati, tidak ada rasa simpati darinya. Sangat menyebalkan!" ucapnya yang tentu saja di dalam hati, mengumpat dalam diam.
Di dalam ruangan CEO, Alex menatap wanita yang ada di hadapannya, menyerahkan berkas yang menggunung kepada sang sekretaris. "Kau pelajari semua itu dan aku tidak ingin tahu ataupun mendengar hal buruk mengenai kinerjamu, Asistenku akan membantu kesulitanmu."
"Baiklah, akan saya pelajari semuanya, Tuan." Layla tersenyum semanis mungkin, namun siapa tahu jika di hatinya merasakan geli dengan sikap Alex. "Sombong sekali pria ini," lirih pelannya mengalihkan pandangan.
"Hem, kau boleh pergi."
Layla mengangguk dan beranjak dari kursi, membawa semua berkas untuk di pelajari.
"Eits, tunggu dulu."
"Ada apa Tuan?"
"Jangan lupa buatkan aku kopi!"
"Baiklah Tuan." Layla terpaksa mengalah demi misinya, jika dia mau bisa daja pukulan mendarat di tubuh pria sombong seperti Alex.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments