Alex mulai berlatih dengan keras, dimana tekad dan juga semangat dalam menghancurkan musuhnya terutama keluarga yang selalu saja menyiksanya. Tatapan tajam saat melihat dirinya sendiri di depan cermin besar, membalutkan jari menggunakan kain dan memukul samsak.
John tersenyum saat melihat Alex yang berlatih dengan sangat keras. "Pukul lebih keras lagi." Ungkapnya yang memberikan semangat.
Siang dan malam selalu berlatih dan berlatih melatih fisik, semakin membuat otot-otot terisi. Alex mempelajari ilmu beladiri dengan menguasai beberapa ilmu dari berbagai jenis seni bela diri.
Sementara John tersenyum puas melihat anak muridnya yang belajar dengan sangat cepat, dalam kurun waktu beberapa bulan sudah bisa menguasai semua teknik yang diajarkan. Kepuasannya tak berhenti sampai disitu, dia melompat masuk ke dalam ring tinju dan memberikan serangan mendadak kepada Alex secara bertubi-tubi.
Alex yang memiliki refleks dan kecepatan yang bagus segera menghindar dari serangan John yang terus menyudutkannya hingga ke sedut, tersenyum dan memberikan balasan serangan. Keduanya saling bertarung menggunakan tangan kosong, mengerahkan seluruh kemampuan.
"Sudah cukup!" titah John yang menunjukkan kelima jarinya, menandakan dirinya tak ingin melanjutkan pertarungan itu. Keluar dari arena ring dan duduk sambil mengontrol nafas yang terengah-engah, tersenyum sudah puas dengan ilmu beladiri yang sudah bulat dan kuat.
"Ada apa?" tanya Alex berjalan menghampiri John, mengulurkan sebotol air mineral.
John meminumnya dengan sangat rakus. "Kau sudah hebat, ilmu dalam seni beladiri dan juga kekuatan refleks dalam menghindar sangat bagus. Perkembangan yang cukup signifikan, kau lolos tahap pertama."
"Lalu, apa tahap keduanya?"
"Melatihmu memegang senjata."
"Berapa lama lagi waktu yang aku butuhkan?"
"Ck, ternyata kau sudah tidak sabar rupanya." Ledek John.
"Tentu saja, aku ingin menghancurkan keluarga Mateo dan menyelamatkan adikku."
"Adikmu? Siapa dia?" tanya John yang tidak tahu mengenai hal itu, rasa penasarannya malah muncul sekarang.
"Dia Jessie, anak bungsu keluarga Mateo."
"Anak bungsu? Aku hanya mengetahui kalau Antoni hanya memiliki tiga anak laki-laki saja."
"Benarkah? Lalu, siapa Jessie?"
"Mungkin saja anak dari musuhnya." Jawab John sekenanya. "Mulai sekarang kau boleh memanggilku paman."
"Bisa jadi, pantas saja mereka juga kasar pada Jessie. Ini tidak bisa di biarkan, aku harus bertindak lebih cepat. Entah bagaimana nasib adikku itu," lirih Alex yang menatap ke arah samping. "Kau tidak buruk, kesan pertama memang tidak mengenakan. Baiklah, aku akan memanggilmu Paman."
"Memang harus."
"Apa yang kau ketahui dari ayah dan ibuku?" Alex menatap serius ke wajah John yang terkejut dengan pertanyaannya.
John langsung menyemburkan air mineral yang baru saja di teguk, menyebabkannya batuk untuk beberapa detik saja. "Kenapa tiba-tiba kau menanyakan itu?"
"Aku penasaran dengan kedua orang tuaku khususnya ayahku."
"Seperti yang diceritakan tuan besar."
"Lalu, bagaimana dengan ayahku?"
"Ayahmu sangat mirip denganmu, terkenal akan kekejamannya pada musuh dan tidak pernah mengampuninya. Tapi sayang, kehidupan yang begitu naas bersama dengan istri yang sangat dicintainya." Jelas John.
"Andai ayahku masih hidup, pasti dia seperti Paman." Alex beranjak dari duduknya dan keluar dari ruangan itu untuk membersihkan diri, meninggalkan John yang termenung menatap kepergiannya yang menghilang di balik pintu.
Setelah bersiap-siap, Alex merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan menatap langit-langit kamar yang berdekorasi mewah bernuansa hitam dan putih. Dia menghela nafas, masih membayangkan kehidupan yang tengah di jalani saat ini.
"Sudah beberapa bulan ini aku masih belum bisa percaya dengan paman John, apa yang membuatku begitu meragukannya?" monolog Alex.
Terdengar suara pintu yang di ketuk, Alex berjalan dengan gontai dan membukanya, terlihat seorang pria yang ditugaskan untuk menjadi mata-mata.
"Maafkan saya yang telah mengganggu Tuan." Ucap pria itu yang membungkukkan badan.
"Hem. Informasi apa yang kau dapatkan?" ujar Alex yang tak ingin berbasa-basi.
"Mengenai keadaan nona Jessie."
Sontak Alex membuka kedua matanya dengan lebar, mendengar nama adiknya yang menjadi taruhan. "Bagaimana dengan kondisinya?"
"Keluarga Mateo menyekap nona Jessie di penjara bawah tanah, kondisinya sangat memprihatinkan, ada banyak bekas luka di wajah dan juga goresan pisau."
Alex mengepalkan kedua tangan dengan erat, mengeraskan rahang menahan rasa amarah yang hendak keluar dari dalam hati. "Berani sekali mereka menyiksa adikku, akan ku beri pelajaran pada mereka."
"Saya tidak bisa lama-lama Tuan, atau keluarga Mateo mencurigaiku."
"Hem, pastikan Jessie baik-baik saja sampai aku kembali kesana dan menyelamatkannya!"
"Baik Tuan."
Alex melihat kepergian dari mata-mata, berjalan menemui John. "Tidak ada waktu untuk menunda hal ini."
John menyunggingkan senyuman saat menyadari kedatangan muridnya, namun fokusnya dalam membidik sasaran tak teralihkan.
Dor!
Dor!
Dor!
Tiga kali tembakan yang tepat sasaran ke arah buah di atas kepala manekin, semuanya mencapai nilai sempurna. Kedua mata Alex berbinar saat melihat John yang berhasil melakukannya dengan sangat mudah.
"Tolong ajari aku menjadi penembak jitu sepertimu, Paman."
John tersenyum seraya mengunyah permen karet, menurunkan senjata menoleh ke sumber suara. "Kenapa kita harus terburu-buru?" ucapnya yang kembali membidik sasaran yang kali ini seekor burung.
Alex semakin kagum dengan kemampuan John yang menjadi seniornya. "Keadaan Jessie lah yang membuatku ingin berlatih dan menyerang keluarga Mateo."
"Kau tidak akan menjadi penembak jitu hanya dalam waktu dekat saja, banyak teknik yang harus di ingat."
"Aku tidak mempermasalahkannya. Tapi, apa Paman bisa membantuku menyerang kediaman Mateo sekarang?"
"Hei, kau bercanda ya? Keluarga Mateo bukan musuh sembarangan yang bisa kau bunuh."
"Tapi aku tidak punya banyak waktu, Paman."
John melemparkan senjata yang ada di tangannya, berjalan mendekat sambil menepuk pundak. "Jangan khawatir mengenai adikmu, dia akan baik-baik saja."
"Bagaimana Paman bisa seyakin itu?"
"Karena firasatku tidak pernah salah." John keluar dari ruangan tembak meninggalkan Alex seorang diri.
"Aku ingin berlatih, tapi mengapa Paman malah pergi?" keluh Alex mendengus kesal.
"Haha…aku menyukai semangatmu anak muda, tapi jangan lupakan tubuh yang juga membutuhkan istirahat. Kau berlatih dengan sangat keras, istirahatlah sejenak." John sengaja memancing emosi Alex untuk melihat seberapa kemampuan yang dimiliki oleh pemuda itu, pengalaman membuatnya tak akan melangkah di jalan yang sama.
Seperti dugaan John, Alex mencoba menggunakan senjata api. "Aku tidak akan beristirahat hanya untuk bersenang-senang dan lupa akan janjiku pada Jessie."
Alex terus mencoba membidik sasaran, kali pertama memegang senjata tak membuatnya takut. Setelah sekian lama mencoba dan gagal, akhirnya dia berhasil menembak sasaran walau belum sempurna.
"Aku akan berlatih dengan keras dan menyelamatkanmu, Jessie tunggu aku!" monolognya tersenyum tipis.
John yang memantau lewat rekaman CCTV tersenyum bangga dengan pencapaian pemuda itu, hanya mengasah kemampuan tersembunyi.
"Dia sudah siap berperang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅Pisces
msh
2022-12-17
1