Alex mengelus wajah Jessie yang menangis karena melihat kondisinya yang begitu lemah, dia tidak ingin jika adiknya menangis. "Bukankah ini sudah biasa terjadi padaku? Apa kamu tidak apa-apa?" tanyanya yang begitu khawatir karena Mike hampir saja membunuh adik bungsu.
Jessie menghentikan tangisan yang sekarang tinggal sesegukan, Alex selalu saja melindunginya dari kekejaman ketiga kakak tertuanya. "Aku tidak apa-apa? Aku akan mengobati lukamu, Kak." Dia begitu merasa bersalah, luka di tubuh Alex juga karena kesalahannya.
Alex menganggukkan kepala dengan pelan, menuju ke kamar yang dibantu oleh Jessie dengan cara di bopong, tubuhnya yang begitu berat membuat gadis itu harus berusaha dengan keras untuk sampai tujuan. Jalan yang terseok-seok tak lagi digubris, peluh membasahi dahi nyata terlihat. Butuh perjuangan dan bahkan jatuh bangun gadis itu merangkul tubuh kakaknya, dan membawanya ke dalam kamar, membaringkan tubuh yang penuh dengan luka memar dengan perlahan di atas ranjang yang sederhana. "Akan aku ambil kotak P3K," spontannya yang memahami keadaan darurat dengan cepat.
Alex menganggukkan kepala, tubuh yang terasa remuk membuatnya kesulitan bergerak. Tapi hal itu bukanlah kelemahannya, penyiksaan yang diderita bukan kali pertama yang dia dapatkan. Menatap langit-langit kamar yang begitu sederhana, menghela nafas berat dan melihat sekilas ratapan kehidupan semana dia berada di Mansion Mateo. Sungguh sangat berat jika memikirkannya, sudah memikirkan masak-masak mengenai rencana selanjutnya dengan membawa Jessie kabur dari keluarga mereka.
"Apa yang sedang Kakak pikirkan?"
Alex menoleh dan tersenyum. "Bukan apa-apa."
Jessie mengobati luka dan bekas lebam itu begitu telaten, Alex merasakan jika jantungnya berdegup dengan cepat saat memandangi wajah cantik sang adik.
"Sudah selesai, beristirahat lah! Aku pergi dulu."
"Terima kasih."
"Sama-sama." Jessie berlalu pergi, menutup pintu setelah memperhatikan raut wajah Alex di sebalik pintu, tersenyum yang menyimpan sesuatu.
Di tengah malam, Alex merasa sangat haus sementara air di dalam teko kosong. Menyingkirkan selimut dan menapakkan kaki
Menyingkirkan selimut dan menapakkan kaki di lantai, melangkah menuju dapur untuk mengisi air mineral yang selalu dia lakukan ketika air di dalam teko habis.
Terdengar suara sayup tak jauh dari tempatnya berada, mencoba untuk mencari sumber suara menggunakan insting. "Suara apa itu?" gumamnya tak berputus asa.
"Ayolah Daddy, kita sudah sekian lama menjajah kelompok gangster itu. Tapi mengapa masalah ini bisa terjadi?"
"Aku mana tahu hal itu, kalian bertigalah yang mendapatkan tanggung jawab dari properti milik keluarga Mateo."
"Walaupun aku benci untuk mengatakan ini, kami berlima Dad." Ujar Mike yang tidak mengetahui silsilah keluarga Mateo.
Seketika mereka tertawa saat mendengar guyonan dari Mike yang tidak mengetahui apapun. "Hanya kalian bertiga putra laki-laki ku, sementara Alex bukanlah darah dagingku." Ungkap Antoni.
Waktu seakan berhenti, memori dengan hitungan mundur dirasakan begitu cepat. Memori kebersamaan mereka dan juga kehangatan tak pernah dirasakan oleh Alex, kebenaran yang terbongkar menjadi patokan mengenai sikap keluarga Mateo kepadanya. Masih mengintip di sebuah ruangan rahasia yang baru saja ditemukan, sangat waspada jika terjadi sesuatu yang tidak inginkan. "Aku bukan keturunan Mateo? Lalu siapa aku?" pikirnya yang menerka sebab dan akibat.
"Apa maksud, Dad?" Mike belum bisa mencernanya, butuh waktu untuk menyadarinya.
"Dasar konyol, Alex hanyalah anak dari musuh Daddy. Dia hanyalah seorang tawanan yang lebih rendah statusnya di bandingkan pelayan di Mansion ini."
"Ada yang bisa menjelaskan secara rinci?"
"Itu terlalu panjang untuk dijelaskan, Alex itu anak musuh yang diculik Daddy. Pria malang itu di culik saat berumur satu hari di rumah sakit," terang Lucas.
"Pantas saja Daddy tidak membelanya sama sekali, jadi ini sebabnya?"
"Sekarang kalian sudah tahu kebenaran, jangan sampai hal ini kalian bahas di luar." Antoni memberi peringatan penting yang mutlak, tak mau ada bantahan.
"Bagaimana nasib kedua orang tua Alex, Dad?" tanya Lerry yang tidak tahu menahu kisah itu.
Seorang pria yang berperawakan menarik walau umurnya sudah berkepala lima yang akan merangkak genap kepala enam, tapi masih terlihat tampan di usianya.
"Siapa yang tidak tahan dengan penderitaan dari wanita yang kehilangan anaknya sehari setelah lahir? Ibunya tidak bersemangat untuk hidup dan mati secara perlahan, sementara pria yang menjadi musuhku itu merasa menyalahkan dirinya dan aku membunuhnya dengan sangat kejam dan juga brutal. Mereka mati mengenaskan, dan aku berhasil menghancurkan keluarga mereka." Ungkap Antoni yang begitu bangga dengan prestasinya beberapa tahun silam.
Seketika Alex mengepal tangannya, mata yang memerah menaruh kemarahan dan juga kebencian. Pria yang selalu dihormati adalah musuh yang selama ini dia hidup dari pria itu, sangat bertekad untuk membalas dendam yang terbesit di pikiran jahatnya. "Itulah sebabnya mereka menyiksa ku, itu bagus setidaknya para bajingan itu bukanlah saudaraku." Ucapnya di dalam hati dan berlalu pergi sebelum gelagatnya tercium oleh orang lain.
Efek obat yang begitu manjur membuatnya bisa melangkah kemanapun kehendaknya. Kini dirinya di selimuti kobaran api dendam yang menyala-nyala, raut wajah yang merah padam ingin melampiaskan segera. Dia memukul samsak yang selama ini menjadi pelampiasan amarahnya, sebuah kebenaran yang terasa pahit membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. "Apa yang harus aku lakukan?" monolognya yang belum mendapatkan langkah awal pembalasan, cukup lama dia memikirkannya.
Alex segera beranjak dari sana menuju gudang yang selalu dikunci rapat, tapi dirinya sangat ahli menyusup tanpa ketahuan oleh siapapun. Ditemani lentera yang dia dapatkan di gudang dan menyusuri tempat yang berkabut, berdebu, dan juga banyak sarang laba-laba. Tempat yang begitu banyak debu tak merendam semangat untuk mencari identitasnya, berharap ada barang dan mencari tahu informasi selanjutnya.
Satu persatu barang yang tidak diperlukan dia singkirkan ke tepian, mencari sebuah bukti identitas dirinya bagai harta karun yang tak ternilai harganya. Alex menutup hidungnya menggunakan kain yang melekat ditubuh, mengarahkan lentera cukup menerangi ruangan gelap dan juga lembab. "Dimana aku bisa menemukan buktinya?"
Dia mencari tanpa lelah semakin membuatnya penasaran, sudah hampir mencari dengan memeriksa setiap kotak yang ternyata hanya berisi tumpukan dokumen lama.
Hidung yang berawal putih bersih, kini menghitam karena dari asap yang ditimbulkan oleh lentera mengenainya. Melakukan pekerjaan dengan penuh hati-hati tanpa ketahuan oleh orang lain.
Sebuah usaha tak pernah mengkhianati hasil, kerja keras yang membutuhkan waktu selama sejam membuatnya tak bisa berhenti kata-kata kalimat rasa bahagia. Menemukan sebuah koper kaleng berwarna biru yang begitu mencolok dalam pandangannya. Segera dia meraih dan sangat penasaran dengan isi koper, berharap banyak jika terjadi sesuatu.
"Sepertinya koper kaleng itu terlihat sangat mencolok, apa yang membuatnya begitu menarik?" terbesit di pikiran untuk segera membuka gembok yang membuatnya sangat penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
pembalasan Alex di mulai dari sekarang
2025-01-12
0
💥💚 Sany ❤💕
Jadi Alex anak musuh mereka. Kasian Alex
2023-04-18
0
Ernaningsih
lanjut
2022-12-03
3