Keesokan harinya Alex bekerja sebagai kuli bangunan, menyeka keringat yang ada di dahi seraya memutuskan untuk beristirahat. Pekerjaan di konstruksi bangunan tak membuatnya mengeluh sedikitpun, walau bagaimanapun juga dia selalu mengingat tujuan utama berada di tempat itu.
"Bagaimana keadaan Jessie sekarang? Aku sangat merindukannya, apa dia baik-baik saja?" Alex duduk termenung dan membayangi bagaimana nasib sang adik yang masih berada di kediaman Mateo. "Aku harus cepat menemukan keluarga kandungku yang tersisa, tapi bagaimana mungkin?" batinnya seraya kembali melanjutkan pekerjaan.
Di sore harinya, Alex berjalan tak tentu arah. Berjalan kemana kaki membawanya pergi, bahkan dia tidur sembarang tempat seperti depan ruko dan kadang menumpang di kolong jembatan. Pekerjaan yang tidak pasti dan penampilan seperti gembel memudarkan wajah tampannya.
Alex berjalan seraya memegang perut yang keroncongan, tersenyum saat melihat warteg yang tak jauh darinya. "Hah, sepertinya alam mendukungku." Lirihnya yang berlari menuju tujuan, kurangnya hati-hati membuatnya tak sengaja menabrak seorang pria yang tengah menelepon. "Maaf, karena buru-buru aku tak sengaja menabrak." Ucapnya yang hendak membantu pria itu dan menyerahkan ponsel yang terjatuh pada sang pemiliknya.
Alex mengerutkan kening saat melihat pria itu yang memungut sesuatu di jalan, tentu saja dikenali olehnya. Dia segera meraba liontin yang ada di saku yang ternyata terjatuh, dan bisa bernafas lega karena liontin yang satu-satunya peninggalan keluarga kandungnya tidak hilang. Dengan cepat dia membantu pria berdiri, dan mengambil liontin itu serta memasangnya kembali di leher.
"Itu liontin milik siapa?" tanya pria yang tidak sengaja di tabrak Alex, menatap tajam seraya rasa penasaran bercampur menjadi satu.
"Ini milikku." Sarkas Alex.
"Kamu jangan berbohong, apa kamu yakin itu milikmu?" Tatapan pria paruh baya begitu tajam ke arahnya, seperti silet.
"Tentu saja, memangnya kenapa? Kenapa kamu seolah menyudutkan aku dan menuduhku." Alex menatap jengkel ke arah pria paru baya yang terlihat galak dan mengintrogasinya.
"Dimana kamu mendapatkannya?"
"Ini sudah ada di saat aku bayi, tapi keluarga Mateo menyembunyikannya dariku. Apa ada yang salah? Rasa terkejut yang anda perlihatkan seperti mengenal liontin ini." Cibir Alex yang tidak bisa percaya dengan orang asing.
"Tentu saja aku mengenalnya, boleh aku melihatnya sekali lagi?" pinta pria paru baya itu seraya menadahkan tangan, ingin memeriksa sekali lagi kalau dirinya tak salah mengenali barang walau sudah dua puluh delapan tahun yang lalu.
Alex terpaksa menahan lapar, rasa penasaran dari pria paruh baya membuatnya mengalah. Dia segera melepaskan liontin yang menyangkut di leher, sedikit ragu tapi dia juga tak punya pilihan lain. "Kenapa anda begitu penasaran dengan liontinku?" ujarnya yang sedikit jengah.
Pria itu tak menggubris, meraih liontin yang diserahkan Alex dan kembali meneliti. "Tidak salah lagi, kalau aku tak mungkin salah. Ukiran yang khas ini dibuat khusus dan hanya satu-satunya, tidak ada yang bisa menirunya." Batin pria paruh baya itu seraya manggut-manggut kan kepala.
"Apa anda sudah puas melihat liontinku?"
"Hem. Aku ingin kamu ikut denganku!" ucap pria itu seraya tersenyum ke arah Alex.
"Apa ini bercanda? Aku bahkan tidak mengenali anda." Alex hendak pergi tapi langkahnya di cegah oleh pria itu.
"Jangan pergi terburu-buru, Nak. Ini sangat penting!"
"Baiklah, katakan dulu siapa diri anda dan juga identitas asli?" Alex akhirnya menghentikan langkah seraya bernegosiasi.
"Nama saya John, bawahan sekaligus orang kepercayaan dari keluarga Anderson. Saya ingin anda ikut bersama, ini ada kaitannya dengan liontin yang kamu pakai itu."
Alex tidak serta merta percaya dengan perkataan dari pria paruh baya itu, bisa jadi dia seorang penipu ataupun pihak musuh yang menginginkan liontinnya. Dia juga sedikit tahu kalau keluarga kandung orang kaya, itu sebabnya keluarga Mateo mengincar keluarganya. "Apa aku bisa percaya dengan anda? Bisa saja ini semacam penipuan, aku tak akan ikut dengan siapapun!" tolaknya mentah-mentah.n
"Aku tidaklah berbohong, liontin itulah yang menjadi saksi dan juga bukti kalau anda dari keluarga Anderson, pewaris satu-satunya di keluarga itu." Ucap pria paruh baya yang mencoba meyakinkan pemuda di hadapannya, meneliti penampilan Alex dari atas hingga bawah yang malah terlihat seperti gembel.
"Ck, aku tidak akan percaya dengan omong kosong." Alex segera berlalu pergi tapi pria paruh baya itu malah menghalangi langkahnya.
"Ikutlah bersama ku, saya sudah mencari anda selama bertahun-tahun lalu. Apalagi aku sangat yakin saat kamu mengatakan nama Mateo, keluarga mafia yang telah menghancurkan begitu banyak keluarga."
Hati Alex sedikit melunak di saat pria itu membujuknya, dia juga sangat penasaran mengenai liontin itu. Apalagi dengan kode rahasia yang tertulis lewat kertas, dia ingin memecahkan teka-teki yang dia dapatkan terutama ingin bertemu dengan keluarganya yang masih hidup. "Baiklah, aku mempercayai anda. Kalau sampai berbohong? Maka aku tidak akan tinggal diam." Kecamnya seraya mengikuti kemana pria paruh baya membawanya.
"Masuklah ke dalam mobil!" perintah John yang segera di patuhi oleh Alex, sebelum dia masuk ke dalam mobil lebih dulu menghubungi sang atasan untuk memberikan laporan dan juga kabar baik.
"Halo tuan."
"Hem, ada apa menelponku?"
"Aku sudah menemukannya!"
"Jangan bercanda dengan hal ini, apa kamu serius?"
"Tentu saja tuan, aku menemukan liontin khusus pada seorang pemuda gembel, dan dia mengatakan Mateo."
"Bawa dia secepatnya menemuiku!"
"Baik tuan."
Setelah sambungan telepon selesai, John masuk ke dalam mobil dan memerintahkan sang sopir untuk mengemudikannya. Terlihat kedua sudut bibir yang ditarik ke atas, menandakan kalau dirinya begitu bahagia dengan kabar baik ini.
"Pastikan kalau anda tidak berbohong!" ancam Alex yang memberikan kepercayaan penuh pada John, dia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti atau adanya konspirasi, yang terpenting menyerahkan semua ini kepada Tuhan.
****
Nasib Jessie begitu malang, dia dikurung oleh ketiga kakaknya di sebuah penjara khusus di kediaman Mateo, tidak ada yang ingin menyelamatkannya. Diperlakukan bagai binatang yang tak mempunyai perasaan, hanya tangisan, rasa sakit, dan juga penderitaan yang dialaminya.
Terdengar suara telapak sepatu pantofel yang menuju ke arahnya, dia melihat siapa yang datang dan sudah menduga. Ketiga kakak laki-laki yang tertawa dengan nasibnya yang begitu tragis menderita di bawah jeruji besi.
"Kenapa kalian tega memperlakukanku seperti ini? Aku adik kalian mengapa hak seorang wanita tidak pernah dianggap di kediaman Mateo?"
"Hak wanita yang kamu maksud? Jangan mengajariku mengenai hak di sini!" sarkas Lucas yang menarik rambut ikal Jessie hingga sang empunya meringis kesakitan.
"Kamu itu bukanlah putri dari keluarga Mateo!" ucap Lerry yang lantang.
Deg
Waktu seakan terhenti begitu cepat, air mata yang terurai menetes begitu saja tanpa aba-aba. Kenyataan pahit yang diterima oleh Jessie mengenai identitasnya, inilah alasan mengapa ketiga kakaknya membully dan juga menyiksa Alex dan juga dirinya.
"A-apa? Aku bukan putri di keluarga ini?" lirih Jessie yang seakan tak percaya dengan perkataan dari kakaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
💥💚 Sany ❤💕
Berarti Jessie sama dg Alex. Anak musuh mereka kah?. Kasian banget dia...
2023-04-18
0
🌹@tiksp💐💐
kasihan jessie...apa dia juga putri dr musuh yg diculik mateo??🤔🤔🤔
2022-12-17
3
Kornelia Esyiledewara
kasihan Jessie
2022-12-07
1