Alex menghirup nafas dalam dan mengeluarkannya secara perlahan, mengurangi rasa gugup yang ada di dalam benaknya saat menjadi pusat perhatian semua orang. Memasang raut wajah serius dan juga dingin, memancarkan aura kepemimpinan yang begitu kental terasa oleh orang sekitarnya.
"Perkenalkan semuanya, pemuda yang berdiri di sebelahku adalah pewaris dari keluarga Anderson yang akan mengurus segalanya, Alex. Dia cucu semata wayangku, dan kalian semua harus mendengarkan semua perkataannya. Perlakukan cucuku dengan baik seperti kalian memperlakukanku, dan mulai sekarang dia yang akan menggantikan posisi CEO yang sudah lama kosong." Ucap David seraya tersenyum di hadapan kamera.
"Aku benci ini." Umpat kesal Alex di dalam hati, dirinya tidak akan pernah terlepas dari ikatan jeratan di leher yang membelenggu. Sedikit menganggukkan kepala saat melihat sang kakek memberikannya isyarat untuk melanjutkan perkataan tadi.
"Aku harap kalian semua bisa bekerja sama, dan menerimaku sebagai pimpinan baru." Alex berbicara tanpa ekspresi dan tidak ingin menunjukkan perasaannya.
Acara yang begitu melelahkan bagi Alex, terlihat saat dia meneguk air mineral di dalam gelas hingga habis. Menyandarkan punggung di kursi empuk yang sekarang menjadi miliknya, menatap langit-langit ruangan. "Dulu aku hanyalah pria yang bekerja di peternakan, tapi sekarang menjadi mafia sekaligus CEO perusahaan Anderson. Ini seperti mimpi, seorang pria sepertiku mendapatkan keberuntungan yang sangat luar biasa. Sisi negatifnya aku akan sibuk mulai hari ini, baik kakek maupun paman John seakan tak peduli dengan protesku." Monolognya sembari fokus menatap layar komputer.
Seseorang masuk ke dalam ruangan dengan membawa setumpuk berkas dan meletakkannya di atas meja kerja Alex.
"Kau harus mempelajari semua berkas ini."
Alex menoleh menatap sang pelaku yang tak lain adalah John, mendelik kesal melihat tumpukan berkas menggunung yang harus dipelajarinya.
"Jauhkan ini dariku, mataku sakit melihatnya."
"Tapi kau harus mempelajarinya sebagai pewaris keluarga Anderson." Tekan John.
"Astaga…aku tidak tahu masalah kantor, bagaimana kalau aku hanya menjadi pengacau saja?"
"Ini wajib, perintah langsung dari tuan David."
Alex sangat gusar memikirkan semua tanggung jawab yang langsung mengarah padanya. "Tapi aku tidak mengerti apapun mengenai perusahaan."
"Aku ada bersamamu."
"Kenapa tidak Paman saja yang menghandle nya."
"Hanya pewaris keluargalah yang bisa menghandle."
"Astaga…seakan kata pewaris terus terngiang di telingaku."
"Pelajaran mu di mulai dari sekarang."
John mengajari ilmu pengetahuan mengenai perusahaan, bermula dari dasar dan apa yang boleh atau tidaknya dilakukan seorang CEO. Mengusap dada saat menghadapi sikap keras kepala dari pemuda itu, dan menjadi tugasnya untuk menjadi guru.
Dua jam kemudian, Alex kembali menyandarkan tubuhnya, sudah lelah dengan pelajaran yang sedikit nyangkut di otak.
"Ini sudah dua jam aku mempelajarinya."
"Baiklah, kau boleh beristirahat." John tersenyum sekilas melihat tingkah Alex seperti anak kecil yang takut di beri tugas.
Alex melonggarkan dasi yang mencekik lehernya, meraih ponsel yang ada di atas nakas segera menghubungi Jessie.
"Halo."
"Iya kak, ada apa?"
"Kau dimana?"
"Di Mansion."
"Temani aku makan siang, aku akan meminta supir untuk menjemputmu."
"Baiklah."
Setelah selesai menelepon Alex segera bergegas menuju sebuah Cafe setelah berpamitan kepada John, mencari obat penghilang rasa letih setelah bekerja.
Jessie menatap Alex dalam, memperhatikan pria tampan itu yang seakan gugup. "Kenapa Kakak diam membatu?"
"Bukan apa-apa, bagaimana dengan rencanamu ke depannya?" tanya Alex yang menyembunyikan rasa gugup, bersikap normal seperti biasanya.
Pandangan lurus ke samping, menatap indahnya kolam kecil nan indah menyejukkan mata, gadis cantik dengan rambut ikat menyerobot jus dan meminumnya. "Entahlah, aku tidak tahu tujuanku, semenjak aku mengetahui identitas asliku."
"Jadi kau tahu hal ini?"
Dengan cepat Jessi menganggukkan kepala pelan. "Aku tahu, merekalah yang mengatakannya padaku berterus-terang. Aku tidak tahu siapa kedua orang tuaku, bagaimana mereka dan apakah masih hidup?"
"Aku akan membantumu menemukan keluarga kandung."
"Terima kasih, Kak."
Keduanya menghentikan obrolan setelah makanan yang di pesan telah tiba di meja, makan siang dengan begitu khidmat tanpa adanya suara selain suara gemericik air kolam di sebelah.
Tak butuh waktu lama bagi mereka menghabiskan makanan, dan memutuskan untuk pergi dari tempat itu.
"Apa ada yang di ucapkan mereka padamu?" tanya Alex seraya fokus mengemudi.
"Tidak." Sahut Jessie pelan, sedih karena tidak tahu siapa orang tua kandungnya.
"Aku akan mencoba mencari informasi mengenai identitasmu."
"Hem. Bagaimana kalau mereka mengejar kita?" terbesit di dalam pikiran Jessie mengenai keluarga Mateo yang salah satunya masih hidup.
"Ini kesalahanku, seharusnya aku membunuh Mike."
"Dia pasti membalaskan dendamnya pada kita."
"Jangan cemas, aku ada disini." Alex tersenyum seraya mengusap rambut ikal itu dengan lembut.
Jessie hanya mengangguk dan menatap keluar jendela, tanpa di sadari Alex, dia tersenyum sangat tipis.
Di malam harinya, Alex berusaha keras mempelajari semuanya dengan sangat giat untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sepanjang malam terus menatap komputer dan mengorbankan waktu tidur, tidak peduli beberapa kali dia menguap.
Aktivitasnya terhenti di saat melihat secangkir kopi di sebelah, melihat John yang memberikannya sebagai bentuk semangat.
"Paman belum tidur?" tanya Alex yang menautkan kedua alisnya penasaran.
"Belum, aku tahu kau akan bekerja keras untuk ini."
"Aku sudah bosan dengan kalimat sang pewaris, itu sebabnya aku lebih giat lagi dalam belajar dan memahami segalanya lebih cepat." Jawab Alex tanpa menoleh, layar monitor di sebelahnya seakan lebih menarik.
"Aku suka dengan prinsip dan juga semangatmu, ada satu hal yang aku ingin beri tahu."
"Apa itu?" Alex menoleh menatap John akibat diliputi rasa penasaran.
"Jauhi Jessie."
"Apa?" Alex sangat bingung dan juga tak mengerti dengan perkataan John, lebih tepatnya tidak menyukainya.
"Gadis itu sangat mencurigakan, dia tidak seperti yang terlihat."
"Aku tidak mengerti maksud Paman, sebaiknya tinggalkan aku sendirian saja."
"Kau mengusirku?" sontak John membelalakkan kedua matanya bak mata elang yang sangat tajam, pengusiran itu membuatnya merasa terhina.
"Ya, aku mengusirmu."
"Baiklah, kau akan menyesal karena tidak mendengarkan perkataanku." John segera berlalu pergi meninggalkan ruangan, sangat marah dan merasa tersinggung.
Alex kembali melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda, namun pikirannya terpecahkan saat John memintanya menjauhi Jessie. "Yang benar saja, aku lebih mengenalnya di bandingkan dia. Memintaku menjauhi adikku sendiri tanpa alasan dan kejelasan apapun." Gumannya.
John berjalan keluar dari tempat itu, berpapasan dengan Jessie.
"Paman belum tidur?" Jessie tersenyum ceria seperti biasanya, lain halnya dengan John yang berlalu pergi tanpa membalas ucapan dari gadis itu.
Jessie mengerutkan wajah melihat punggung pria paruh baya yang mulai menjauh. "Ada apa dengannya? Setiap kali aku menyapa dia selalu bersikap dingin." Dia mengangkat kedua bahu dengan acuh dan pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments