Seorang pria paruh baya menatap keluar jendela, seperti biasa rutinitas yang dilakukan setelah membuka gorden. Menikmati pemandangan di luar yang membuatnya sedikit tenang, namun hati masih saja tak menentu.
Sudah satu minggu dia berada disana dan merawat Alex yang masih belum sadarkan diri, melihat begitu banyaknya alat yang terpasang di tubuh pemuda malang itu.
"Sudah satu minggu kau terbaring di sana, apa tidak bosan?" gumannya yang duduk di sebelah ranjang. John sangat takjub dengan kondisi tubuh Alex yang bisa menahan racun, walaupun sudah tersebar tak membuat organ dalamnya hancur.
John masih mengingat bagaimana dokter mengatakan itu sebuah keajaiban, menahan racun berbahaya yang merusak organ dalam sangatlah fatal dan bisa menyebabkan kematian. Namun, kasus yang dimiliki Alex sangatlah langka terjadi. Tidak ada organ dalam yang rusak terlalu parah dan akan sembuh, seakan mempunyai penangkal.
"Aku heran, bagaimana kau bisa bertahan dari racun yang mematikan itu?"
"Aku tidak akan mati semudah itu," lirih seseorang yang berhasil mengejutkan John.
John sangat terkejut melihat Alex yang sudah sadar, tersenyum bahagia karena pria itu baik-baik saja. "Kau sudah sadar?"
"Ya, seperti yang Paman lihat."
John tersenyum senang dan memeluk Alex hati-hati, berpikir jika perjalanan mempunyai harapan.
"Paman merindukan aku?" goda Alex.
"Tidak." Senyum di wajah John berubah dingin, sedangkan Alex tersenyum bisa merasakan bagaimana orang lain mengkhawatirkannya.
"Apa Jessie baik-baik saja?"
"Ya, dia baik-baik saja. Luka nya belum sembuh sepenuhnya, jadi aku memintanya beristirahat."
"Hum, terima kasih Paman sudah menyelamatkan aku."
"Aku tidak menyelamatkanmu, aku juga punya dendam kepada Antoni."
"Dendam? Memang apa yang di perbuat padamu?" Alex menatap wajah John dengan serius berharap mendapatkan jawabannya.
"Kau tidak perlu tahu. Beristirahatlah karena tugasmu sebagai Don tengah menantimu saat ini!" John berlalu pergi tanpa memberikan kejelasan, menimbulkan kecurigaan di hati Alex.
"Seperti ada yang di sembunyikan olehnya." Guman Alex melihat kepergian pria paruh baya yang menghilang di balik pintu.
Beberapa hari kemudian, kondisi Alex sudah membaik tapi belum bisa menjalankan tugasnya sebagai mafia.
Rutinitasnya yang biasa di lakukan di pagi hari hanyalah makan dan tidur sesuai perintah dari sang kakek. Lembaran baru telah dibuka dan akan menulis kisah kehidupannya, melupakan dendam lama pada keluarga Mateo. Sangat disayangkan Mike tidak ditemukan, sampai sekarang dia melakukan pencarian berkat bantuan anak buahnya.
"Kemana Mike?" lirihnya yang berdiri di balkon, melihat pemandangan di bawah yang sangat indah.
"Apa aku boleh masuk?"
"Masuklah!" Alex mempersilahkan Jessie masuk ke dalam kamarnya, memberikan senyuman kepada adik angkatnya.
"Aku memasakkan ini untukmu, makanlah selagi hangat."
"Hum, terima kasih."
Jessie datang mendekati Alex untuk mengganti perban. "Duduklah, Kak! Aku akan mengganti perban itu."
"Baiklah."
Alex memperhatikan ketelatenan Jessie dalam merawatnya, memperhatikan wajah cantik gadis itu dan tersenyum hangat. Namun, dia merasakan sesuatu saat sang adik mulai menggantikan perban di bahu, perasaan yang sangat berbeda. "Tidak perlu, aku bisa melakukannya. Kau pergilah!" usirnya seraya mengambil jarak.
"Kakak kenapa?" tanya Jessie yang merasa aneh dengan Alex.
"Bukan apa-apa, sekarang pergilah!"
Jessie ingin protes tapi tak bisa saat pria itu meninggikan suara untuk mengusirnya. Dia keluar dari kamar dengan wajah kusut dan cemberut, sebab sebelumnya Alex tidak pernah meninggikan suaranya.
"Ada apa dengan kak Alex?" lirihnya.
"Ada apa denganku? Ini kali pertama aku membentak Jessie," monolog Alex yang tak memahami perasaannya sendiri.
Seseorang kembali mengetuk pintu, membuat Alex menghela nafas berat. "Bukankah aku sudah mengusirmu, mengapa kau kembali?" tuturnya sambil menoleh.
"Ada apa?" jawab pria tua yang tak tahu apa yang baru saja menimpanya.
"Eh, Kakek disini? Aku pikir itu Jessie." Alex mendekati David seraya cengengesan.
"Apa yang terjadi antara kalian?" David menatap curiga kepada cucunya.
"Bukan apa-apa."
"Ya sudah! Ganti pakaianmu mu dengan pakaian formal, dan ikut aku!"
"Kemana?"
"Mulai sekarang kau akan bekerja di kantor milikku."
"Tapi mengapa?" Alex mengerutkan kening masih mencerna perkataan dari kakeknya.
Pletak!
David menjitak kepala sang cucu yang berpura-pura lupa, sedikit kesal jika moodnya di pagi hari dikacaukan.
"Aku sudah tua, tidak seharusnya bekerja di usiaku saat ini. Kau masih muda, tapi sudah melupakannya."
Alex mengusap wajahnya dengan kasar, tanggung jawab yang begitu besar harus dipikulnya sendiri. Menjadi sang pewaris bukanlah keinginannya, tapi takdir terus memaksa. "Biarkan Paman John yang menghandle nya. Auh, bahuku masih sakit." Ucapnya berpura-pura untuk menjauhkannya dari tanggung jawab.
"Jangan berpura-pura sakit." Kecam David seraya memutar daun telinga Alex sembilan puluh derajat.
"Sakit, Kek." Protes Alex yang kesal dengan pria tua di hadapannya.
"Ingatlah kalau kau pewaris tunggal keluarga Anderson. Bersiaplah, beberapa pelayan akan membantumu bersiap-siap." David pergi dari kamar menuju ruang tamu, di temani John sebagai orang kepercayaannya.
"Ck, kenapa aku mempunyai cucu pemalas sepertinya?" guman David dongkol, sisi buruk dari Alex yang batu saja terlihat.
"Ada apa Tuan?" tanya John penasaran.
"Aku meminta Alex untuk bersiap-siap dan pergi ke kantor, tetapi dia malah berakting dengan memanfaatkan bahu yang sakit."
"Dia baru saja sembuh."
"Aku tidak ingin dia menjadi pria pemalas."
"Aku pemalas?" ucap seseorang tengah menuruni tangga menghampiri dua orang yang duduk di sofa ruang tamu.
"Ya, tentu saja kau."
"Kakek sangat tidak adil, apa begini perlakuan yang di berikan padaku? Aku baru saja bangkit dari kematian, tapi malah di sodorkan dengan tanggungjawab di kantor."
"Karena kau cucuku satu-satunya."
Alex menghela nafas berat saat keputusan sudah di ambil, menyeruput kopi di atas meja tanpa tahu kepunyaan siapa.
"Dasar tidak sopan, kau menyeruput kopi ku." David kesal di pagi hari, mood berantakan dari perlakuan dan sisi lain Alex.
"Ku pikir tidak ada yang punya."
David kembali memerintahkan pelayan untuk membuatkan secangkir kopi batu untuknya, sedangkan Alex tersenyum polos tanpa rasa bersalah.
"Oh ya, untuk apa aku dipekerjakan di kantor? Sementara pekerjaan di dunia bawah sangat mencekik leherku."
"Memangnya siapa lagi yang harus aku suruh?" sahut David.
"Bukan itu maksudku, Kek. Aku tidak memahami pekerjaan kantor, itu pasti membutuhkan waktu lama dalam mempelajari semuanya."
"John ada bersamamu, kau tidak perlu khawatir. Aku akan mengundang konferensi pers mengenaimu sebagai pewaris keluarga Anderson, jaga sikap dan sisi burukmu ini. Kenapa kau sangat berbeda ketika pulih dari koma? Apa racun itu menggeser otakmu?"
"Aku bersikap seperti ini hanya pada Kakek saja, satu-satunya keluargaku yang tersisa."
"Ya Tuhan…ternyata sikap Gina juga menurun padanya. Dia seperti dua orang yang memiliki kepribadian ganda," batin David seraya mengelus dada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
💥💚 Sany ❤💕
Sabar kakek....😁😁😁.
2023-04-18
0
🌹@tiksp💐💐
alhamdulillah.... akhirnya alex sembuh lagi..👍👍
2022-12-17
2