Ep.07

Saat ini, aku sangat kesal. Ini serius! Aku ingin tahu bagaimana cara mengusir orang ini. Beberapa waktu lalu saat Hardian memasuki kelas, ia tidak sengaja memergokiku yang sedang melihat foto Adam di ponselku. Tidak sampai disitu ia malah terus mengejekku sampai sekarang.

"Ayo~ Foto siapa itu? Kasih tau donk Kaira~"

Mendengar suaranya saja ingin rasanya langsung kuberi bogem mentah.

"Bukan siapa-siapa astaga."

"Kalau bukan siapa-siapa kok diliatin mulu? Sampai 5 menit lagi."

Jadi daritadi kau sudah mengamatiku selama 5 menit? Orang ini sangat kurang kerjaan.

"Dia sahabat sekaligus teman masa kecilku. Aku cuma penasaran dengan kabarnya sekarang."

Daripada meladeni ejekan Hardian, aku lebih memilih mengatakannya. Dengan ini kuharap dia akan berhenti mengejekku.

"Hmm. Owh gitu. Kirain cowok itu pacarmu Hehehe." ia mengatakan itu sambil tertawa dan memukul pelan pundakku beberapa kali.

"Hei udah dong jangan ejek mulu!"

Semakin lama aku semakin kesal dengannya.

"Iya-iya maaf hehe."

Ditengah obrolan kami. Tiba-tiba muncul seseorang yang ikut menimbrung obrolan kami. Seorang gadis imut seperti anak kecil meletakkan kedua tangannya di atas mejaku dan bertanya.

"Kaira belum punya cowok?"

Seketika aku dan Hardian langsung menoleh ke arah gadis tersebut.

Rupanya orang itu adalah Tania Maryati, orang terpopuler dikelasku.

"Kamu Tania bukan?" Tanya aku padanya.

"Jahat sekali kamu masih belum tahu namaku, padahal aku ingat namamu."

"Ehhh. Maksudku halo Tania. Aku ingat namamu kok hehe.."

Aku tertawa canggung.

"Owh ya baguslah kalau begitu, sesama temankan harus saling mengingat nama teman. Jadi sekarang kamu udah punya cowok apa belum?"

Aku tidak mengerti dengan perkataannya dan dengan tujuan apa dia bertanya seperti itu. Rasanya seperti sedang diintrogasi oleh pihak PPNS (Penyidik pegawai negeri sipil).

"Yah sekarang belum ada sih."

"Diluar dugaan ya. Cewek cantik kayak kamu belum punya pacar."

💢

Ya bilang saja sesukamu! Aku mencoba tetap tersenyum walau dalam hatiku sedang berapi-api.

"Kalau disebelahmu itu Hardian kan. Kalau kamu gimana udah punya cewek?" Tanya Tania sambil menunjuk Hardian yang berdiri tidak jauh dariku.

Ia menanyakan pertanyaan yang sama denganku kepada Hardian.

Ngomong-ngomong kenapa daritadi Hardian cuman diam aja ya? Apa dia sakit atau semacamnya?

.

Hardian diam tak bergerak dan tak bersuara saat ditanya oleh Tania.

Di-dia membatu seperti es? Apa dia merasa gugup hingga tak bisa mengeluarkan suara sedikit pun?

"Ee- anu jadi- gini- anu. Gimana ya?"

"Ya? jadi gimana?"

Tania terlihat bingung dengan Hardian.

"Ja-jadi gini. Aku be-belum punya ce-cewek."

Akhirnya dia menyelesaikan kalimatnya juga. Dasar malu-malu kucing!

"Owh begitu. Kalian berdua jomblo ngenes ya~"

Bocah Si*l!

"Etss. Bercanda bercanda hahahaha."

Ia tertawa seolah semua ini lucu. Tapi tidak denganku dan Hardian.

"Kalau kamu sendiri gimana udah punya cowok?"

Tidak mau kalah, kali ini aku akan membalasnya dengan pertanyaan yang serupa.

"Yah kalau aku sudah punya. Cowokku orangnya kaya juga populer lho. Dia kelas 3 di sekolah ini."

Terlihat tidak meyakinkan tapi aku mencoba meng-iyakannya saja.

"Pasti kamu bahagia dong tiap hari diperlakukan seperti ratu?"

"Hehehe. Ga juga sih. Tapi aku senang bisa punya cowok kayak dia."

"Sepertinya dia cowok yang baik."

"Iya udah pasti. Namanya Rizky Hermawan. Kebanyakan orang bilang dia orang yang dermawan karena nama belakangnya yang mirip (Hermawan)."

Apa aku perlu tahu tentang itu?

"Btw Hardian diam aja daritadi, ngomong sesuatu dong."

Tania menyenggol lengan Hardian beberapa kali. Wajah Hardian langsung berubah menjadi merah padam.

"Wajahmu memerah Har."

Antara senang atau sakit hati. Hardian meninggalkan kami berdua begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Kenapa dia? Orang aneh."

Mungkin saat ini Hardian sedang bimbang dengan hatinya sendiri. Orang yang disukainya rupanya sudah dimiliki duluan oleh orang lain. Rasanya sangat sakit, membuatku teringat dengan momen aku dan Adam semasa SMP dulu.

Setelah kejadian itu Hardian selalu menghindari Tania setiap mereka berpas-pasan. Aku ingin menghiburnya tetapi sepertinya ia butuh waktu untuk sendiri. Selain itu yang lebih penting lagi, Tania menjadi teman keduaku di sekolah ini.

.

Saat guru matematika sedang mengajar, aku benar-benar tidak paham sama sekali apa yang sedang dijelaskan. Maksudku, angka-angka itu terlalu banyak. Terus kombinasi huruf X dan Y yang membuatku semakin bingung. Jujur kukatakan matematika adalah mata pelajaran yang paling kubenci sejak aku duduk dibangku SD. Biasanya aku tidak akan mengikuti pelajaran ini dan lebih memilih untuk bolos. Namun kali ini aku hanya akan keluar sebentar, pergi ke toilet, kemudian aku akan kembali lagi ke kelas.

Menghabiskan waktu menunggu di toilet bukanlah hal yang buruk.

***

Seorang pria besar keluar bersamaan dengan pria kecil dari toilet pria. Salah satu dari mereka nampaknya seperti habis dipukul. Wajahnya penuh dengan luka lebam kebiruan. Sambil menyentuh-nyentuh wajahnya yang bengkak, ia menangis.

"Kamu sudah paham betul kan? Kalau sampai Raefal tau mampus kau !"

"B-baik a-aku paham."

Pria besar itu mengancam pria kecil tersebut. Saking takutnya pria kecil itu, kakinya sampai terasa mati rasa. Ia tak berkutik dihadapan orang yang lebih kuat darinya.

Setelah itu keduanya pun pergi secara terpisah.

***

Dalam perjalanan ke Toilet tanpa sengaja aku menabrak seseorang dan orang itu terjatuh.

Brukkkkk!!

"Ukhh.." Suara jeritan kecil.

Aku menabrak seorang pria bertubuh kecil dan pendek.

"Maaf ini salahku. Kamu gapapa kan?" Sambil mengulurkan tangan untuk membantu pria kecil itu berdiri.

Saat melihat wajahnya, aku sedikit terkejut dengan wajahnya yang penuh lebam berwarna biru. Salah satu matanya nampak bengkak. Bajunya kotor, sedikit basah dan ada beberapa bagian tubuhnya yang lecet.

Ada apa dengan anak ini?

"Wajahmu kenapa bisa kayak gitu?"

Aku membantunya berdiri dan membersihkan pakaiannya. Tapi ia dengan cepat menolak bantuanku.

"Gak gapapa ini juga kesalahanku."

Entah kenapa wajahnya tampak menyedihkan. Aku jadi kasihan terhadapnya.

Aku merogoh saku rokku, mengeluarkan sapu tangan dan kuberikan padanya.

"Ini lap lukamu dulu! Pulang sekolah nanti kalau bisa langsung ke dokter aja. Lebam di mukamu kelihatan lho."

"M-makasih." Ia menerimanya dengan gugup.

Huffttt..

"Hmm kalau tidak salah kita sekelaskan ya? Namamu siapa?"

"Namaku Joshua Alif Hermanto."

Nama yang panjang. Apa kupanggil "Joshua" aja ya?

"Aku ingat denganmu. Kamu bukannya anak yang menari didepan-" Aku menghentikan ucapanku.

Seketika aku teringat dengan kejadian di depan gerbang sekolah waktu itu. Anak lemah yang disuruh menari oleh Raefal dan kedua temannya adalah anak ini.

"Iya kau benar. Aku memang pecundang sejak SMP jadi Kau tidak perlu melanjutkan kata-katamu. Permisi aku duluan."

Ia berjalan pergi meninggalkanku di belakang.

"Tunggu. Aku tidak bermaksud-"

Si*l aku membuat kesalahan lagi. Harusnya aku berpikir dulu sebelum mulai bicara.

Rasa bersalah karena membicarakan nasib orang lain tanpa memikirkan perasaannya. Walau itu tidak disengaja namun rasa trauma yang telah bangkit tidak akan langsung tertidur kembali.

Setelah kejadian barusan, aku kehilangan mood untuk menghabiskan waktu di toilet, jadi aku memutuskan untuk kembali ke kelas.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!