Pagi ini Ayra sedang menyiapkan sarapan, tidak peduli suaminya mau memakannya atau tidak sekalipun. Karena memang Aiden melarang dirinya untuk beprilaku layaknya seorang istri sungguhan. Saat ini Ayra hanya sedang menyiapkan sarapan untuk dirinya saja, tidak peduli jika suaminya tidak mau memakannya. Yang penting dirinya tidak kelaparan sebelum berangkat ke kampus.
"Mau kemana kau sudah rapi?"
Ayra yang sedang memakan sarapannya menoleh ke arah Aiden, suaminya itu baru saja keluar dari kamarnya. Wajahnya masih terlihat mengantuk. Mungkin dia baru saja bangun tidur.
"Emm. Saya mau kuliah Tuan"
Aiden ikut duduk di kursi meja makan, tanpa di duga ternyata dia tertarik juga dengan masakan Ayra. Mengambil nasi goreng dan telur mata sapi ke atas piringnya dan mulai memakainya dengan tenang. Ayra sampai menghentikan makannya karena hal yang di lakukan Aiden. Dia memakan masakan sederhana Ayra dengan lahap, bahkan sampai nambah.
Katanya jangan melakukan hal layaknya seorang istri sungguhan, eh ternyata masakanku dimakan juga olehnya.
Setidaknya Ayra sedikit senang karena suaminya tidak menolak makanan yang di masak olehnya. Sepertinya Ayra bisa memasakan makanan untuk sesering mungkin.
"Kamu kuliah pulang jam berapa?"
"Emm, mungkin jam 2 siang sudah pulang"
"Berangkat sekarang?" tanya Aiden lagi
Ayra menggeleng pelan "Sebentar lagi, mau nyuci piring ini dulu"
"Yaudah, tunggu aku akan mengantarmu"
Aiden berdiri dan langsung berlalu ke kamarnya setelah dia selesai sarapan. Ayra sampai bingung, kenapa ceritanya berbeda dari cerita fiksi yang sering dia baca. Aiden tidak sedingin itu, dia masih mempunyai sisi baik dan perhatian pada Ayra. Meski hanya sedikit.
"Dia tidak semenyeramkan itu ternyata"
Ayra membereskan bekas makan mereka, mencuci piring dan gelas kotor di wastafell. Selesai membersihkan piring dan gelas kotor, Ayra mencuci tangannya. Namun pandangannya tidak sengaja menatap sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin pernikahan mereka yang baru terpasang kemarin. Ayra mengelap tangannya lalu dia berjalan ke arah meja makan, tempat dimana dia menaruh tas dan beberapa buku yang akan di bawa pagi ini. Ayra melepas cincin pernikahannya dan ingin memasukannya ke dalam tas sampai suara seseorang benar-benar mengejutkannya.
"Jangan melepasnya!"
Ayra menghentikan gerakan tangannya, dia menatap ke arah Aiden yang sudah rapi dengan pakaian santainya. Sepertinya dia memang tidak akan pergi ke kantor hari ini. Alasan kerja di luar kota pada Saqila benar-benar dijalankan dengan baik olehnya.
"Kau ingin di sangka hamil di luar nikah saat nanti kau mengandung anakku? Jika kau tidak memakai cincinya, maka teman-temanmu tidak akan tahu jika kau sudah menikah"
Benar juga apa yang di katakan suaminya, bagaimana jika dirinya benar-benar hamil. Apa yang harus dia katakan pada teman-temannya jika dirinya memang sudah menikah. Setidaknya jika dia memakai cincin pernikahan ini, maka teman-temannya akan percaya dengan pernikahan ini. Meski mungkin tetap akan ada yang bertanya-tanya kapan dirinya menikah.
"Baiklah, saya akan memakainya"
Sekilas Ayra menatap ke arah tangan Aiden. Bukan cincin pernikahan mereka yang terpasang di jari manisnya. Tentu Ayra tahu jika itu adalah cincin pernikahan suaminya dan istri pertamanya. Jangan menangis Ay, kamu pasti bisa melewati ini semua. Memangnya apa yang kamu harapkan dari pria yang membayarmu hanya untuk melahirkan seorang anak untuknya.
"Aku hanya mengingatkanmu saja, agar kamu tidak mendapat masalah di kampus"
Ayra meras jika dirinya tidak lebih berharga dari seorang wanita bayaran. Dirinya juga hanya di bayar untuk melahirkan anak. Hanya saja dirinya masih bisa sedikit merasa suci, karena hubungan ini terjadi di atas pernikahan. Mereka melakukannya dalam keadaan sah.
"Ayo cepat"
Aiden berjalan lebih dulu ke arah pintu keluar. Ayra pun segera menyampirkan tasnya di bahu dan memeluk beberapa buku di dadanya. Dia berjalan mengikuti Aiden. Sampai di dalam lift, Aiden memberikan acces card pada Ayra.
"Ini, agar aku tidak perlu repot-repot membukakan kau pintu saat kau kembali ke apartemen nanti. Selama seminggu ini aku hanya akan bersamamu, kau bersiaplah untuk segera aku buahi"
Ayra mengambil acces card itu dan memasukannya ke dalam tas. Dia tidak banyak bicara dengan apa yang di ucapkan suaminya barusan. Memang hanya itu tugas Ayra saat ini. Menjadi istri pencentak anak saja. Aiden sudah berbaik hati mau mengantarkannya saja sudah sangat keberuntungan bagi Ayra. Mengingat statusnya hanya sebagai alat pencetakan anak.
Sampai di basement apartemen, Ayra hanya mengikuti Aiden saja. Aiden segera menyuruh Ayra masuk ke dalam mobilnya yang ternyata Aiden sangat cerdas. Dia memakai mobil baru yang tidak di ketahui istri pertama untuk keluar bersama Ayra. Rencananya benar-benar tersusun rapi agar tidak di ketahui oleh istri pertamanya.
Mobil mulai melaju meninggalkan kawasan apartemen mewah itu. Di perjalanan, Ayra hanya diam. Tidak berani memulai perbincangan karena takut suaminya tidak suka dengan itu. Lagipula Ayra tidak tahu harus membicarakan apa. Suaminya yang dingin, seolah sangat sulit untuk Ayra sentuh. Aiden yang menikahinya karena ingin memiliki seorang anak, bukan karena cinta. Semua perhatian ini hanya dia lakukan karena rasa bosannya ketika harus sendirian di dalam apartemen atau mungkin hanya karena rasa kasihan saja.
Begitulah Ayra menyimpulkan sikap suaminya. Dia tidak ingin terjebak dengan semua perhatian yang Aiden berikan padanya. Ayra tidak mau terlalu percaya diri dengan itu, hingga nantinya akan membuatnya semakin sakit. Ayra benar-benar harus membangun benteng tinggi agar hatinya tidak terperangkap dengan pesona Aiden.
"Disini saja Tuan"
Aiden menoleh dengan wajah bingung, jarak ke kampusnya masih beberapa meter. Kenapa Ayra malah menyuruhnya berhenti sekarang.
"Saya tidak bisa menjelaskan apapun saat mereka menanyakan siapa suami saya. Jadi, lebih baik teman-teman saya tidak tahu siapa suami saya. Jadi antarnya sama disini saja, agar tidak menimbulkan kecurigaan" jelas Ayra yang mengerti kebingungan di wajah suaminya.
Aiden mengangguk kecil "Benar juga, jangan sampai temanmu tahu jika aku suamimu"
Ayra menatap Aiden dengan mata yang mulai berembun, layaknya hujan yang akan turun sebentar lagi. "Iya Tuan. Saya pamit dulu"
Ayra meraih tangan kanan Aiden dan menciumnya sebelum dia turun dari mobil suaminya ini. Sementara Aiden menatap punggung Ayra yang berjalan menjauh dari pandangannya. Aiden beralih menatap punggung tangannya yang tadi di cium oleh istri keduanya itu. Sungguh hal ini adalah hal pertama yang Aiden alami. Saqila pun tidak pernah melakukan ini selama pernikahan mereka. Ada debaran senang di dadanya saat ini. Seolah ada bunga-bunga bertebrangan di hatinya.
Dia gadis yang malang, semoga saja dia akan mendapatkan lelaki yang baik setelah cerai denganku nanti.
Mobil kembali melaju meninggalkan tempat itu. Aiden akan kembali ke apartemen dan mengerjakan pekerjaannya dari sana. Dia harus benar-benar menjalankan kebohongannya tentang pekerjaan di luar kota. Istri pertamanya bukanlah wanita polos yang tidak akan curiga. Dia pasti akan mengecek ke perusahaan dan menanyakan tentang apa yang di ucapkan suaminya soal pekerjaan di luar kota itu. Untung saja Aiden memiliki asisten seperti Rega, yang dapat dia andalkan.
Bersambung
Jangan lupa dukungannya... Like komen di setiap chapter.. Kasih hadiahnya dan votenya juga..
Mampir di karya temanku ini..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Dara Muhtar
Baru cium tangan Lo Aiden belum yang lain 🤣
2023-02-02
0
uyhull01
lha masa iya suami istri gak pernah cum tangan waktu brangkat kerja atau mau pamitan kemna ke gtu??
dan Aiden ini adalah awal kebucinanmu sama istri keduamu,
2022-12-17
0
🇮🇩💯Diajeng Sekar Ayuni💖💕
ternyata gitu aja dah baper kamu aiden😁
2022-11-23
0