Telah tiba waktunya makan malam Aneska makan sepuasnya. Dia harus mengganjal perutnya sampai satu hari. Setalah selesai dia kembali ke kamarnya menunggu sampai tengah malam itu pikirnya.
Aneska mengingat kalau kemaren malam pada saat Ila ke kamarnya itu tengah malam jadi menurutnya kesempatan untuk kabur pada saat tengah malam.
Supaya tidak ketiduran Aneska membaca salinan kontraknya. Di mana semua tertulis tentang nominal yang di sebutkan oma Zulfa. Dan juga ada keterangan yang mengatakan merawat Abian.
"Gila, kalau aku bertahan selama tiga bulan aku dapat satu milyar belum lagi gaji perbulannya. Jadi dalam tiga bulan aku dapat satu milyar enam puluh juta plus down payment." Gumam Aneska membayangkan uang yang akan di terimanya.
"Tapi kalau aku keburu mati bagaimana?" Gumam Aneska lagi.
"Hemmm, kalau aku bisa menyembuhkan orang gila itu setidaknya aku dapat uang lima milyar Tapi kalau kontrak di perpanjang sama aja. Nasibku akan semakin merana di istana ini." Gumam Aneksa.
Aneska berperang dengan batinnya antara kabur atau lanjut.
"Duh gimana dong. Tapi mbak Tami aja bisa kabur dan sampai sekarang tidak ada kabarnya. Berarti dia selamat."
Aneska menghela nafasnya.
"Baik aku akan kabur, apapun yang terjadi kabur. Kalau aku masih bertahan di sini. Bisa-bisa wajahku seperti dodol." Gumam Aneska sambil mengambil beberapa helai pakaian dan menyimpannya di dalam tas ranselnya. Aneska mengganti pakaiannya dengan celana setan dan memakai kaos oblong dan jaket. Rambut di kucir kuda.
Bolak balik dia melihat jam di tangannya. Ketika menunggu waktu terasa begitu lambat tapi ketika melakukan sesuatu waktu berputar dengan cukup cepat.
"Tapi kata oma di pohon itu sering ada tangisan." Gumam Aneksa merinding.
"Aku paling takut sama yang begituan, bagaimana caranya agar aku tidak di ganggu hantu si perawat." Gumam Aneska sambil berpikir
"Oh iya, nanti aku nangis bareng aja sama dia."
Waktu sudah menunjukkan jam dua belas malam. Aneska mondar mandir di kamarnya. Dia ragu untuk kabur.
"Bismillah." Ucapnya pelan sambil keluar dari kamar dan jalan mengendap-ngendap.
Menyusuri setiap lorong dengan jalan merapat ke dinding.
"Kenapa aku seperti cicak begini." Gumam Aneska yang berjalan merapatkan tubuhnya ke dinding sambil menempelkan kedua tangannya ke dinding.
Setelah melewati lorong yang panjang akhirnya Aneska dapat keluar dari istana. Dia berlari menuju pohon yang di sebutkan oma.
Ketika sampai di dekat pohon terdengar cukup nyaring suara tangisan.
"Mati aku, ternyata apa yang di katakan oma benar. Aneska kembali ke istana kemudian balik lagi mendekati pohon itu.
"Please jangan nangis, kita sama-sama perawat. Izinkan aku naik ke pohon. Aku mau kabur." Ucap Aneska seperti orang gila. Dia berbicara dengan pohon.
Dan ajaibnya tidak terdengar suara tangisan lagi.
"Makasih." Gumam Aneska. Dia naik ke atas pohon dengan tubuh gemetar dan keringat dingin. Dengan susah payah dia bisa menaiki pohon itu. Dan sudah berada di ujung ranting. Aneska menggapai tembok tinggi itu, posisinya sekarang ada di atas tembok.
"Terima kasih." Gumam Aneska sambil menggapai ranting pohon yang ada di luar tembok. Dengan susah payah dan penuh perjuangan akhirnya Aneska bisa turun dari pohon, kedua kakinya sudah menginjak tanah. Tapi ketika dia membalikkan badannya.
"Aaaaaaaaa." Aneska teriak tapi mulutnya keburu di tutup Zidan.
Aneska langsung menggigit tangan Zidan.
"Aw, mau kabur?" Ucap Zidan.
"Aku di mana ya, aduh penyakitku kambuh. Aku pasti tidur sambil jalan." Ucap Aneska pura-pura.
"Oh tidur sambil jalan. Bagus ya kamu tidur penuh persiapan." Ucap Zidan sambil menunjuk tas ransel Aneska.
"Hehehe." Aneska tersenyum kik kuk. Zidan menarik tangan Aneska dan membawanya kembali ke istana.
"Sebentar, kakiku gatal." Ucap Aneska pura-pura. Ketika Zidan melepaskan genggamannya dari tangan Aneska. Gadis itu berusaha kabur, tapi topi yang ada di jaketnya sudah di tarik Zidan. Otomatis dia hanya bisa jalan di tempat.
"Balik." Ucap Zidan.
"Enggak." Jawab Aneska lantang.
"Kamu mau di hukum." Ucap Zidan tegas.
"Hukum saja aku enggak takut." Jawab Aneska lagi.
Zidan mendengus kesal. Mungkin jika perawat lain yang melakukan itu kepadanya sudah di buatnya nangis, tapi dengan Aneska dia tidak bisa berbuat kasar.
"Aku bilang balik." Ucap Zidan lagi.
"Aku bilang enggak ya enggak." Ucap Aneska ketus.
Zidan mengambil sesuatu dari kantong celananya. Kemudian dia mengikat tangan Aneska kebelakang.
"Aw sakit, kamu mau ngapain." Tanya Aneska. Zidan tidak menjawab, dia langung mengangkat tubuh Aneska dan meletakkannya di atas bahunya. Zidan terlihat seperti seorang kuli panggul.
Aneska terus memberontak sambil menghentakkan kakinya ke badan Zidan.
"Turunkan aku." Ucap Aneska dengan posisi kepala berada di belakang Zidan.
"Diam! kalau sampai penghuni istana bangun dan itu karena ulahmu. Siap-siap hukuman berat menantimu." Ucap Zidan sambil ngos-ngosan.
"Badan kecil tapi beratnya seperti seekor sapi." Sindir Zidan.
"Aku tidak minta kamu menggendongku, tapi karena kamu memaksa apa boleh buat." Jawab Aneska.
Zidan memutari luar istana sambil menggendong tubuh Aneska. Dengan susah payah dia membawa tubuh perawat itu. Akhirnya mereka sampai di depan gerbang. Penjaga gerbang bingung, karena pada saat Zidan keluar gerbang dia hanya seorang diri dan sekarang kembali dengan membawa seorang gadis.
"Malam pak." Sapa penjaga gerbang.
"Malam, besok tebang pohon yang ada di dalam istana dan di luar istana." Perintah Zidan.
"Semuanya." Tanya penjaga itu lagi.
"Bukan semuanya, kamu tau pohon yang kalian bilang angker." Ucap Zidan.
"Iya pak." Jawab penjaga.
"Tebang yang ada di dalam istana dan di bagian luarnya juga tebang, mengerti?" Ucap Zidan.
"Mengerti pak." Ucap penjaga.
Zidan masih membawa tubuh Aneska di bahunya. Melewati rerumputan dan masuk ke dalam istana, setelah itu meletakkan tubuh perawat itu di atas kasur.
Tubuh Aneska di letakkan dalam keadaan terlentang dengan tangan di ikat ke belakang. Zidan membuka kain yang mengikat tangan Aneska, dengan seperti itu posisi mereka cukup dekat.
Saking dekatnya Aneska bisa mencium aroma tubuh maskulin Zidan. Pria itu memperhatikan wajah Aneska yang sedang terbuai dengan aroma tubuhnya.
"Kenapa? naksir." Ucap Zidan sambil melepaskan kain dari pergelangan tangan Aneska.
"Sory, siapa lagi yang naksir. Aku hanya heran cowok pakai parfum sampai satu liter." Ucap Aneska mengalihkan pembicaraan.
"Parfum? aku tidak pernah memakai parfum." Ucap Zidan sambil mencium aroma tubuhnya sendiri.
"Hey geser! kamu mau mencabuliku." Ucap Aneska kesal. Karena posisi Zidan mengangkangi paha Aneska.
Zidan tersadar, dia langsung turun dari kasur.
"Awas kamu kabur lagi." Ancam Zidan.
"Biarin, paling-paling aku ketangkap lagi. Dan kamu mengambil kesempatan untuk menggendongku dan memegang bokongku, iya kan." Ucap Aneska ketus.
"Halo nona Aneska, kamu itu bukan tipeku, jadi jangan harap kalau aku bisa jatuh cinta samamu." Ucap Zidan.
"Halo bapak Zidan, awalnya benci lama-lama cinta. Dan sory dodi ya, aku juga tidak sudi punya kekasih yang hobi pakai minyak tanah, ops salah minyak wangi." Ucap Aneska
"Kamu sudah terlalu banyak melanggar peraturan, siap-siap hukuman akan menghampirimu." Ucap Zidan marah.
"Siapa takut, dengan senang hati akan aku terima hukuman darimu. Dasar genit." Ucap Aneska.
"Apa genit? kamu kalau ngomong sembarangan ya!"
"Memang iya, di mana-mana kalau lagi gendong itu pegang kakinya bukan bokongnya." Sindir Aneska.
Zidan baru sadar kalau tadi selama jadi kuli panggul tangannya selalu berada di bokong Aneska.
Hukuman apa yang akan di terima Aneska, apakah mereka akan terus bersitegang atau saling mencintai. Penasaran?
"Jangan lupa vote untuk karya author keduanya yaitu "Menikah Karena Ancaman dan "Love of a Nurse"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
𝐀⃝🥀ᴅͨɪͧᴀᷡɴͨɴͣᴀᷡᴳᴿ🐅
ada2 aja kamu ness
2023-01-04
0
Ryta Maya
bhuahahha bisa bae
2022-06-24
0
Nur Yanti
penasaran jodohnya anesa apakah zidan ataw abian ya.
2022-05-21
0