Bagian 19: Teror Wanita Tanpa Rupa

Wanita tanpa rupa itu tengah duduk sembari tangannya yang hitam juga terlihat penuh luka, mengusap baju-baju yang akan diperiksa. Rekan kerjaku duduk persis di depannya yang terlihat santai, mungkin karena dia tidak melihat wanita menyeramkan itu.

Wanita itu menggesekkan kukunya yang hitam dan panjang ke meja yang dilapisi kaca sehingga menimbulkan suara berdecit yang teramat panjang, membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasa ngilu. Namun, pada kenyataannya hanya aku saja yang tau keberadaan wanita itu di sana.

Aku membekap mulut agar aku tidak berteriak dan membuat kepanikan dan kehebohan di pabrik. Meski ketakutan itu merajai, tapi aku berusaha menguasai diriku. Jika aku memberitahu semua orang tentang apa yang aku lihat hanya ada dua kemungkinan yang aku terima.

Pertama, orang akan panik dan heboh. Mereka akan dilanda ketakutan pada sesuatu yang sebenarnya tidak mereka lihat dan tidak mereka ketahui. Sementara yang kedua adalah mungkin aku akan dianggap gila oleh sebagian orang karena mengatakan hal-hal yang tidak logis dan tidak bisa masuk ke dalam akal sehat.

Aku memilih diam, meski aku dilanda ketakutan yang sangat. Aku hanya bisa menunggu makhluk itu pergi dari meja.

Bel panjang menandakan pergantian sift sudah berdering, untungnya makhluk itu pun sudah pergi bersamaan dengan deringan yang begitu keras.

Dengan hati yang terus waspada, aku duduk di kursi yang tadinya ditempati oleh teman sesama Quality Control. Aku takut wanita tanpa rupa itu kembali datang dan mengusik lagi. Waktu berjalan begitu lambat, aku mengerjakan pekerjaan dengan bibir yang tidak henti mengucapkan doa agar tidak ada sesuatu yang buruk terjadi. Untung saja makhluk itu tidak pernah kembali lagi sampai dari bel berbunyi sebagai tanda waktunya para pekerja beristirahat.

"Mbak ayo kita makan dulu," ajak Indah. Dia menghampiriku yang masih sibuk dengan pekerjaan.

"Ayok!" Indah menggandeng tanganku, mengajakku segera keluar ke lobi. Semua pekerja duduk di lantai beserta kesibukan mereka masing-masing, ada yang memilih makan dan ada pula yang memilih tidur. Tapi ada pula yang memilih bermain ponsel. Aku dan Indah memilih makan bekal yang kami bawa tadi dari rumah. Nasi ayam rica-rica yang disiapkan oleh Bu Yuni, ibunya Indah.

"Ndah, ibumu memang pintar sekali memasak, rasa ayam rica-rica ini enak banget. Mana baik banget lagi. Aku yang cuma numpang saja diperlakukan seperti putrinya sendiri."

"Jangan bilang seperti itu, Mbak. Kata ibu, Mbak Hanna itu sudah dianggap sebagai anak sulung di keluargaku. Aku juga seneng kok ada Mbak Hanna di rumah, aku jadi ada temennya. Ibu juga tidak suka ngomel lagi sama aku karena punya temen ngobrol yang nyambung. Kalau sama aku kan, kami sering silang pendapat."

"Terima kasih ya, Ndah. Kamu dan keluarga kamu bener-bener baik sama aku. Entah bagaimana caranya nanti aku akan bisa membalas kebaikan kalian."

"Halah, kayak sama siapa saja, aku kan adiknya Mbak Hanna, jadi tidak perlu merasa tidak enak lah sama keluargaku. Bapak kan juga bilang bahwa Mbak Hanna bisa menganggap keluargaku sebagai keluargamu, Mbak."

Aku menikmati sesuap nasi yang sudah dingin dengan sepotong ayam rica-rica yang kaya akan bumbu dan rasa. Rasa manis, gurih, asin, serta pedas seolah menjadi sebuah harmoni yang indah. Rasa itu terus terasa hingga suapan terakhir.

"Mbak, Indah mau ke toilet sebentar ya." Aku hanya mengangguk sembari merebahkan tubuh yang terasa lelah ini.

"Mbak Hanna tidak ikut?"

"Enggak, aku mau rebahan saja. Jangan lama-lama ya."

Aku menutup mata sembari memeluk tubuh ini sendiri agar kehangatan menjalar. Tidur beramai-ramai di lobi tanpa alas sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bagi para buruh pabrik seperti kami ini. Kami para pekerja butuh istirahat meski waktu yang diberikan begitu terbatas.

Suasana yang ramai perlahan berubah menjadi sunyi bahkan mulai terdengar dengkuran halus di beberapa sudut. Entah mengapa walau aku berusaha tidur tapi tetap tidak bisa. Aku tetap terjaga walau sangat mengantuk. Aku memejamkan mata, tapi pikiranku melayang ke sana ke mari. Wajah bapak ibuku, kemudian kenangan masa kecilku serta kepergian ibuku beberapa bulan lalu yang sempat membuat aku dan bapak terpukul hebat. Masalah-masalah yang kami hadapi selepas kepergian ibu dan juga teror yang terus menghantuiku.

Mataku mengerjap karena seseorang tengah berdiri di depanku dengan posisi tubuh membelakangiku. Aku memang tidak melihat wajahnya, tapi jika dilihat dari postur tubuhnya, wanita itu sangat mirip dengan Indah yang mungil.

Namun, ada yang aneh darinya. Dia terlihat berjalan mengendap-endap, sesekali gadis itu menatap kiri dan kanan.

"Ndah, ada apa?" Gadis itu tampak terkejut mendengar pertanyaanku kemudian dengan cepat meninggalkan gedung ini tanpa menoleh dan menjawab pertanyaanku. Takut terjadi sesuatu pada gadis yang sudah aku anggap sebagai adik sendiri itu, aku bangun dan berjalan menyusulnya karena tidak biasanya Indah bersikap seperti ini.

Aku terus mengikuti kemana langkah Indah mengayun. Meski takut karena komplek pabrik ini sangat gelap tapi demi memastikan Indah baik-baik saja, aku melawan semua kegentaran di hati. Secara mengejutkan, dia pergi ke arah gedung spinning tapi bukankah setahuku tidak boleh ada seorang pun masuk ke gedung itu, lagi pula gedung itu biasanya kondisinya gelap gulita. Tapi mengapa malam ini sangat terang, entah ada apa ini.

Gedung spinning yang katanya dilarang menghidupkan lampu, kali ini begitu terang. Hampir semua ruangan terlihat terang benderang. Ada satu yang cukup membuatku merasa ngeri karena di situlah kemarin sesosok hantu berwujud pocong. Dia memperlihatkan kehadirannya seolah ingin diakui memang dia nyata.

Dari jendela yang sama, malam ini bukan penampakan hantu atau semacamnya. Justru terlihat beberapa orang wanita tengah mengenakan gaun-gaun indah, sementara beberapa pria nampak rapi dan berkelas dengan mengenakan setelan jas serta dasi kupu-kupu yang melingkari lehernya.

Mataku terus mengawasi Indah yang hanya berdiri di depan pintu utama gedung itu, perlahan membuka pintu dan masuk ke gedung itu. Pintu pun dia tutup perlahan, aku tidak bisa mengawasinya.

Aku melirik jam tangan hadiah dari Mbak Arum yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Aku hanya punya waktu sepuluh menit sebelum bel panjang berdering, untuk mengajak Indah kembali bekerja di gedung produksi.

Aku membuka pintu gedung spinning dan menimbulkan suara yang berdecit, mungkin pelumasnya tidak ada bahkan sebagian pintunya yang terbuat dari besi dipenuhi dengan karat. Kakiku hendak masuk ke dalam gedung yang terang itu. Namun, sebuah tangan menarikku dan menyeretku untuk menjauh.

Sebuah cubitan melayang di lengan dan membuatku mengaduh kesakitan. Sementara itu, cahaya temaram membuatku mulai mengenali siapa orang yang ada di depanku. Rupanya dia adalah Juniyati, yang usianya mungkin menginjak kepala tiga.

"Kamu kau cari masalah atau cari mati sih. Kenapa kamu masuk ke sana? Padahal kamu pasti tau larangan yang sudah beredar dari jaman dulu, bahwa tidak ada yang boleh menyalakan lampu atau beraktivitas di dalam gedung spinning. Kalau pantangan itu dilanggar akan ada hal buruk yang terjadi. Ya kalau efeknya di kamu saja, bagaimana kalau merembet ke semua orang. Mikir dong lain kali kalau bertindak." Wanita itu memarahiku seperti diri ini anak kecil yang sedang berbuat salah.

"Karena pantangan itulah aku mau masuk, Mbak. Lihat saja di gedung itu sedang ada banyak orang, sepertinya mereka tengah sibuk berpesta." Aku menunjuk jendela yang memperlihatkan dengan jelas betapa banyaknya yang tengah ada di sana. Aku pun merasa bahwa sebenarnya pantangan tentang gedung spinning hanyalah kabar bohong. Jika pantangan itu benar pasti sekarang terjadi sesuatu yang mengerikan di sana. Tapi tidak, mereka kelihatan bahagia dan tertawa tanpa beban.

"Dasar gendeng. Mana ada pesta di jam yang hampir pagi seperti ini. Gedung spinning gelap gulita begitu yang ada pesta nyamuk. Udah, ayo masuk!" Wanita itu berjalan mendahuluiku. Sementara aku terus berpikir bagaimana mengalihkan perhatian Mbak Juniyati agar aku bisa bebas dan kembali mencari Indah yang terlanjur masuk ke gedung.

Aku sudah berjanji pada bapak dan ibunya Indah bahwa aku akan menjaga Indah dengan baik. Jika Indah masuk ke gedung yang terkenal angker, aku harus memberanikan diri demi memastikan keselamatan gadis yang baik hatinya itu.

"Aduh, Mbak. Aku ke toilet dulu ya. Perutku mules banget. Mbak duluan saja ke dalamnya. Aku sudah tidak tahan, mau ke toilet luar saja," keluhku sembari meringis kesakitan dan memegangi perutku.

"Ya sudah. Tapi ingat jangan coba-coba masuk ke dalam gedung itu!" Aku hanya mengangguk dan segera terbirit-birit berlari masuk ke kamar mandi yang ada di antara gedung produksi dengan gudang bahan baku. Aku menunggu kira-kira dua menit di dalam, kemudian melongok keluar memastikan Mbak Juniyati sudah masuk ke dalam gedung.

Mataku terbelalak saat di jendela terlihat Indah tengah ditampar oleh seorang wanita bergaun merah. Tubuhnya didorong hingga menabrak jendela. Apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa Indah diperlakukan buruk? Gadis itu menatapku seolah hendak meminta pertolongan. Kekerasan para wanita kelas atas pada Indah berlanjut, seseorang menjambak rambut Indah yang dikuncir kuda.

Tanganku mengepal karena amarah. Lihat saja nanti aku sudah di atas akan aku lakukan hal yang sama seperti kalian memperlakukan Indah, bisa juga kalian akan merasakan pembalasan yang lebih kejam dari yang diterima Indah.

Aku berlari secepat yang aku bisa agar segera menyelamatkan Indah. Perlahan aku membuka pintu utama gedung yang sudah penuh dengan karat itu. Bunyi berdecit panjang saat pintu aku buka perlahan.

Loh, kenapa gedung ini sangat gelap? Bukankah tadi sangat terang. Di situlah hatiku mulai gentar, tapi wajah Indah yang tadi ketakutan karena dianiaya oleh wanita-wanita di lantai atas membuatku berusaha tenang dan melanjutkan perjalanan ke atas.

Hanya dengan berbekal kamera ponsel yang membantuku mencari tangga menuju lantai dua gedung ini. Setelah sekian lama mencari, aku menemukan sebuah tangga. Tapi tunggu, sepertinya ada seseorang tengah duduk di anak tangga ketiga. Dia seorang wanita, wanita sama yang aku lihat duduk di mejaku tadi. Wanita tanpa rupa itu mengeluarkan suara menangis entah dari mana karena dia pun tidak memiliki bibir.

...----------------...

...--bersambung--...

Episodes
1 Bagian 1: Penemuan Mayat Mengerikan
2 Bagian 2: Wajah Yang Terekam Kamera
3 Bagian 3: Teror Malam Pertama
4 Bagian 4: Teror Hantu Kepala
5 Bagian 5: Kasus yang Tidak Selesai
6 Bagian 6: Dia Terus Mengikuti
7 Bagian 7: Korban Kamar Tiga Belas
8 Bagian 8: Dia yang Menyerupaiku
9 Bagian 9: Makanan dari Dunia Lain
10 Bagian 10: Angkringan Tak Kasat Mata
11 Bagian 11: Hantu Muka Rata
12 Bagian 12: Misteri Hilangnya Gayatri
13 Bagian 13: Terjebak di Makam Keramat
14 Bagian 14: Ada Apa di Gedung Itu?
15 Bagian 15: Ada Pocong!
16 Bagian 16: Senandung dari Dunia Lain
17 Bagian 17: Pengkhianat
18 Bagian 18: Siapa Kekasihmu?
19 Bagian 19: Teror Wanita Tanpa Rupa
20 Bagian 20: Cuekin Hantunya
21 Bagian 21: Kesurupan Massal
22 Bagian 22: Akibat Melanggar Peraturan
23 Bagian 23: Senandung Itu Kembali
24 Bagian 24: Finger Print
25 Bagian 25: Teror Hantu Ada Dimana Saja
26 Bagian 26: Kunti Ganjen
27 Bagian 27: Menunggu Sebuah Jawaban
28 Bagian 28: Pengkhianatan yang Terkuak
29 Bagian 29: Promo Diaper
30 Bagian 30: Ayam Cemani
31 Bagian 31: Mencuri Dengar
32 Bagian 32: Bunga Kantil
33 Bagian 33: Bubur Mie
34 Bagian 34: Kejutan!!
35 Bagian 35: Bedak Pelet
36 Bagian 36: Balas Dendam
37 Bagian 37: Gayatri Adalah...
38 Bagian 38: Rayuan si Cemeng
39 Bagian 39: Pergi ke Masa Lalu
40 Bagian 40: Kecantikan Gayatri
41 Bagian 41 : Ritual Pengusiran atau Pengundang
42 Bagian 42 : Amarah yang Membakar
43 Bagian 43: Dendam Gayatri
44 Bagian 44: Selendang sang Penari
45 Bagian 45: Saksi Penemuan Mayat
46 Perjanjian Siren karya baru Parasian
47 Bagian 46: Kutukan si Penari
48 Bagian 47: Wulan Terkunci di Kamar 13
49 Bagian 48: Kotak si Penari
50 Bagian 49: Kesakitan Intan
51 Bagian 50: Nyawa Pengganti
52 Bagian 51: Dia Meninggal!
53 Bagian 52: Upaya Memulihkan Wulan
54 Bagian 53: Selendang Hijau Sang Penari
55 Bagian 54: Percobaan Bunuh Diri
56 Bagian 55: Riwayat Misteri Kamar 13
57 Bagian 56: Pengantin Baru
58 Bagian 57: Janji Setia
59 Bagian 58: Ajakan Rujuk
60 Bagian 59: Diari
61 Bagian 60: Budak Sang Penari
62 Bagian 61: Rombongan Penari yang Mengerikan
63 Bagian 62: Dia yang Tidur di Kasurku
64 Bagian 63: Tamu Tidak Diundang
65 Bagian 64: Pembohong
66 Bagian 65: Kadal Comberan
67 Bagian 66: Tumbal Pesugihan
68 Bagian 67: Cemburu Itu Ada
69 Bagian 68: Buku Catatan
70 Bagian 69: Wanita di Rel Kereta Api
71 Bagian 70: Jadian
72 Bagian 71: Teror Intan
73 Bagian 72: Terjebak di Kampung Gaib Lagi
74 Bagian 73: Wanita yang Serupa Denganku
75 Bagian 74: Mimpi Buruk
76 Bagian 75: Identitas Pemilik Indekos
77 Bagian 76: Sop Buntut atau Jari Manusia
78 Bagian 77 : Tumbal Penglaris
79 Bagian 78: Pria Misterius
80 Bagian 79: Pemilik Indekos
81 Bagian 80: Kolam Maut
82 Bagian 81: Upaya Pembunuhan
83 Bagian 82: Topi si Penyerang
84 Bagian 83 : Madu Mongso
85 Bagian 84: Cerita Masa Lalu
86 Bagian 85 : Mimpi Kematian
87 Bagian 86: Pemanggilan Sebagai Saksi
88 Bagian 87: Harus Berani
89 Bagian 88: Musibah Menimpa Ridwan
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Bagian 1: Penemuan Mayat Mengerikan
2
Bagian 2: Wajah Yang Terekam Kamera
3
Bagian 3: Teror Malam Pertama
4
Bagian 4: Teror Hantu Kepala
5
Bagian 5: Kasus yang Tidak Selesai
6
Bagian 6: Dia Terus Mengikuti
7
Bagian 7: Korban Kamar Tiga Belas
8
Bagian 8: Dia yang Menyerupaiku
9
Bagian 9: Makanan dari Dunia Lain
10
Bagian 10: Angkringan Tak Kasat Mata
11
Bagian 11: Hantu Muka Rata
12
Bagian 12: Misteri Hilangnya Gayatri
13
Bagian 13: Terjebak di Makam Keramat
14
Bagian 14: Ada Apa di Gedung Itu?
15
Bagian 15: Ada Pocong!
16
Bagian 16: Senandung dari Dunia Lain
17
Bagian 17: Pengkhianat
18
Bagian 18: Siapa Kekasihmu?
19
Bagian 19: Teror Wanita Tanpa Rupa
20
Bagian 20: Cuekin Hantunya
21
Bagian 21: Kesurupan Massal
22
Bagian 22: Akibat Melanggar Peraturan
23
Bagian 23: Senandung Itu Kembali
24
Bagian 24: Finger Print
25
Bagian 25: Teror Hantu Ada Dimana Saja
26
Bagian 26: Kunti Ganjen
27
Bagian 27: Menunggu Sebuah Jawaban
28
Bagian 28: Pengkhianatan yang Terkuak
29
Bagian 29: Promo Diaper
30
Bagian 30: Ayam Cemani
31
Bagian 31: Mencuri Dengar
32
Bagian 32: Bunga Kantil
33
Bagian 33: Bubur Mie
34
Bagian 34: Kejutan!!
35
Bagian 35: Bedak Pelet
36
Bagian 36: Balas Dendam
37
Bagian 37: Gayatri Adalah...
38
Bagian 38: Rayuan si Cemeng
39
Bagian 39: Pergi ke Masa Lalu
40
Bagian 40: Kecantikan Gayatri
41
Bagian 41 : Ritual Pengusiran atau Pengundang
42
Bagian 42 : Amarah yang Membakar
43
Bagian 43: Dendam Gayatri
44
Bagian 44: Selendang sang Penari
45
Bagian 45: Saksi Penemuan Mayat
46
Perjanjian Siren karya baru Parasian
47
Bagian 46: Kutukan si Penari
48
Bagian 47: Wulan Terkunci di Kamar 13
49
Bagian 48: Kotak si Penari
50
Bagian 49: Kesakitan Intan
51
Bagian 50: Nyawa Pengganti
52
Bagian 51: Dia Meninggal!
53
Bagian 52: Upaya Memulihkan Wulan
54
Bagian 53: Selendang Hijau Sang Penari
55
Bagian 54: Percobaan Bunuh Diri
56
Bagian 55: Riwayat Misteri Kamar 13
57
Bagian 56: Pengantin Baru
58
Bagian 57: Janji Setia
59
Bagian 58: Ajakan Rujuk
60
Bagian 59: Diari
61
Bagian 60: Budak Sang Penari
62
Bagian 61: Rombongan Penari yang Mengerikan
63
Bagian 62: Dia yang Tidur di Kasurku
64
Bagian 63: Tamu Tidak Diundang
65
Bagian 64: Pembohong
66
Bagian 65: Kadal Comberan
67
Bagian 66: Tumbal Pesugihan
68
Bagian 67: Cemburu Itu Ada
69
Bagian 68: Buku Catatan
70
Bagian 69: Wanita di Rel Kereta Api
71
Bagian 70: Jadian
72
Bagian 71: Teror Intan
73
Bagian 72: Terjebak di Kampung Gaib Lagi
74
Bagian 73: Wanita yang Serupa Denganku
75
Bagian 74: Mimpi Buruk
76
Bagian 75: Identitas Pemilik Indekos
77
Bagian 76: Sop Buntut atau Jari Manusia
78
Bagian 77 : Tumbal Penglaris
79
Bagian 78: Pria Misterius
80
Bagian 79: Pemilik Indekos
81
Bagian 80: Kolam Maut
82
Bagian 81: Upaya Pembunuhan
83
Bagian 82: Topi si Penyerang
84
Bagian 83 : Madu Mongso
85
Bagian 84: Cerita Masa Lalu
86
Bagian 85 : Mimpi Kematian
87
Bagian 86: Pemanggilan Sebagai Saksi
88
Bagian 87: Harus Berani
89
Bagian 88: Musibah Menimpa Ridwan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!