Bagian 7: Korban Kamar Tiga Belas

Dengan cepat aku menutup pintu kamar. Aku tidak ingin terus ketakutan pada hal yang belum tentu itu kenyataan. Bisa jadi penampakan tadi adalah halusinasi atau semacamnya. Aku harus bermain logika sekarang. Mana ada orang mati yang gentayangan dan menuntut balas. Aku hanya terpengaruh oleh cerita-cerita seram yang kemarin sempat aku dengar.

Wulan sudah menungguku di depan. Sepanjang perjalanan kamu diam karena memang hanya sebentar. "Nanti kamu tidur di kamarku saja. Aku sangat kuatir denganmu." Aku hanya mengangguk sebelum meninggalkannya dan masuk ke dalam tempat kerjaku.

Langkahku terayun lemah karena bayang-bayang hantu itu masih membekas di pelupuk mataku, sampai-sampai aku tidak menyadari ada motor yang menyejajari denganku. Bunyi klakson yang kencang membuatku tersentak dan sadar, kemudian aku menghentikan langkahku.

"Astagfirullah!" Ada tawa yang kudengar dari pengendara motor berwarna merah itu.

"Mbak Hanna melamun saja. Dari tadi Indah panggil-panggil tidak menengok. Baru setelah aku bunyikan klakson untuk ketiga kalinya baru engeh. Bareng aku yuk, Mbak. Biar tidak capek jalan." Gadis berkacamata itu membuka helmnya dan menawariku tumpangan. Tanpa berkata apa pun, aku naik di jok karena waktunya semakin mepet. Jika telat semenit saja sesuai peraturan kantor, harus pulang, dan terhitung bolos.

Setelah memarkirkan motornya, aku dan Indah berjalan beriringan masuk ke dalam gedung bertingkat dua itu untuk menuju ruangan kerja kami.

"Mbak Hanna sakit?" Aku hanya menggeleng. "Mbak Hanna terlihat sangat pucat, apa terjadi sesuatu di indekos kamu, Mbak?"

"Tidak apa-apa. Ha-hanya mimpi buruk, ya, hanya itu." Rasanya aku tidak ingin membagi ketakutan ini pada orang lain. Toh, itu hanya sebuah mimpi yang semua orang bisa alami, entah di mana pun itu.

"Mimpi buruk? Apa mimpi tentang hantu tanpa kepala?" Aku terkejut mengapa Indah bisa tau. Apakah benar kata orang teror di kamar tiga belas benar adanya. Aku hendak bertanya pada gadis yang baru berusia delapan belas tahun itu tapi bel panjang sudah berbunyi. Bel itu adalah pertanda bahwa kami harus sudah ada di posisi masing-masing, sesuai pekerjaan kami. Aku menjalani pekerjaanku meski dengan banyak pertanyaan yang bergelayut memenuhi pikiranku.

Banyaknya beban di otakku membuat aku beberapa kali melakukan kesalahan. Beberapa kali aku meloloskan jahitan yang kurang rapi. Untung saja Bu Ning sempat mengecek.

"Han, ini kenapa jahitan melencong kaya gini kamu loloskan? Kamu itu Quality Control harusnya tau apa yang layak dan tidak layak!"

Berulang kali aku meminta maaf kepada beliau karena kecerobohanku ini bisa menyebabkan banyak retur juga rekan-rekan yang lain harus menambah jam kerja karena sistem target yang belum tercapai. Aku berjanji akan lebih fokus dan hati-hati dalam bekerja.

"Han." Suara serak itu kembali terdengar ketika aku tengah sibuk bekerja. Meski hatiku gentar, aku berusaha tidak peduli dengan panggilan itu. Aku terus melantunkan selawat agar tidak ada yang menggangu lagi. Cara itu efektif karena menghindari pikiranku kosong. Tanpa terasa bel tanda istirahat berbunyi panjang. Suara mesin kini berubah menjadi suara riuh rendah para pekerja.

"Mbak Hanna, makan siang di kantin atau bawa bekal?" Indah menghampiriku yang sedang mengambil ponsel di lemari yang sengaja diletakkan pihak pabrik di luar ruangan. Hal ini bertujuan agar karyawan bisa fokus bekerja tanpa membawa ponsel.

"Makan di kantin saja. Tadi aku kesiangan jadi tidak sempat masak."

"Bareng saja, Mbak. Soalnya teman-temanku yang satu line pada bawa bekal."

"Kebetulan ada yang mau aku tanyakan sama kamu."

"Sepertinya Indah tau, pasti tentang hantu di kamarmu ya, Mbak?" Gadis itu mengerlingkan matanya seolah paham arah pembicaraanku.

"Hush, jangan keras-keras. Aku mau tau saja." Aku menempelkan telunjuk sebagai isyarat agar Indah tidak terlalu keras bicaranya. Gadis itu menggandeng tanganku.

"Ayo, Mbak. Selak cacingku pada demo." Aku tersenyum tipis mendengar candaan gadis yang baru beberapa bulan lalu lulus SMA. Pekerja di sini jika ingin ke kantin harus berjalan melewati satu gedung lagi. Gedung kantin ini terletak di tengah-tengah kawasan industri, berdampingan dengan sebuah kolam ikan.

"Lucu ya, di pabrik sebesar ini ada kolam ikan," ucapku perlahan tapi Indah tidak merespon, mungkin gadis itu tidak mendengar ucapanku. Aku dan beberapa pekerja berjalan mengelilingi kantin yang sebesar aula itu. Banyak etalase yang memajang berbagai menu. Ada soto, bakso, ayam goreng dan masih banyak yang lainnya. Aku memilih tahu acar sebagai pengganjal perutku, sementara Indah memilih nasi rames.

Di tengah suara sendok dan piring yang beradu, aku menanyakan pada Indah apa maksud perkataannya tadi pagi yang menyebut tentang hantu tanpa kepala.

"Kata orang tuaku, dulu tempatnya Mbak itu ada penemuan mayat yang kepalanya ditebas. Setelah itu setiap yang menghuni kamar itu selalu saja didatangi oleh hantu itu."

"Terus apa yang terjadi setelah mereka dihantui?"

Indah tampak menghela napasnya dengan berat, "Aku cerita ini bukan berniat nakut-nakutin ya, Mbak. Yang aku dengar dari cerita orang-orang. Ada yang gila karena terus didatangi hantu itu tapi yang paling membingungkan ada seorang gadis yang tiba-tiba hilang. Padahal menurut rekannya dia tidak keluar kamar hampir seminggu, kondisi kamarnya juga sangat rapi."

"Hilang? Jangan-jangan dia pulang kampung?" Indah menggelengkan kepalanya.

"Waktu itu aku masih kelas sebelas, Mbak. Seluruh kampung saat itu gempar karena keluarga gadis itu datang mencari gadis penghuni kamar tiga belas karena tidak ada kabar."

Pikiranku mulai kacau apakah nanti aku juga akan bernasib sama dengan para penghuni sebelumnya. Aku tersentak ketika tangan Indah menyentuh bahuku.

"Mbak, jangan dipikirkan. Sekarang lebih baik kita balik kerja saja. Indah sih tetap berharap Mbak segera pindah ketimbang ada hal-hal yang buruk terjadi." Aku hanya diam karena pikiranku saat ini semakin kalut, apakah benar kamar yang aku tempati semenakutkan itu.

Aku dan Indah ke tempat masing-masing untuk kembali berjibaku dengan pekerjaan-pekerjaan yang menuntut harus diselesaikan. Sesekali pikiran-pikiran buruk itu menyapaku tapi segera kutepis. Aku punya Sang Pencipta yang kekuatannya lebih hebat daripada makhluk lainnya.

Rasa letih menyapaku karena hari ini kami harus pulang terlambat karena ada kerusakan pada mesin yang menghambat pekerjaan kami. Azan Magrib terdengar ketika aku dan teman-teman yang lain baru keluar dari gedung.

"Mbak, pulang bareng aku saja." Aku menerima ajakan Indah karena kegelapan mulai menyelimuti area ini. Bahkan gedung bagian spining sudah sangat gelap dan tidak ada lampu yang menyala.

"Indah, kenapa gedung spining gelap sekali?"

"Oh, khusus gedung itu dari dulu ada pantangan tidak boleh ada aktivitas apa pun termasuk lampu yang menyala di atas jam lima sore."

"Kok bisa?"

Indah hanya mengangkat bahunya. "Aku tidak tau kenapa, Mbak. Tapi kata orang-orang yang sudah lama bekerja di sini, kalau pantangan itu dilanggar pasti ada kejadian yang tidak diinginkan."

"Kejadian tidak diinginkan? Seperti apa?"

"Ya seperti tiba-tiba ada yang gerak bahkan kesurupan massal. Ah, sudah. Indah takut bahas hal-hal gaib di hari yang sudah gelap seperti ini."

Aku dan Indah segera berboncengan dan meninggalkan parkiran yang mulai sepi itu. Indah mengajakku mampir ke sebuah angkringan sebentar untuk membeli makan malam. Aku tengah menunggu gorengan yang kubeli dibakar saat ada notifikasi pesan masuk.

Rupanya Intan berkali-kali meneleponku dan ada beberapa pesan yang aku terima.

(Han, ini mie rebus udah mateng)

Aku tersenyum membacanya, seperhatian ini Intan padaku padahal aku belum tiba di indekos. Segera aku menghubungi teman satu indekosku itu. Belum sempat aku mengucapkan salam, Intan sudah mengoceh panjang lebar.

"Lah, malah ada di dalam! Bukain pintu kamarmu. Kamu datang-datang minta tolong dimasakin mie rebus. Malah main balik kamar tanpa pamit. Keluar kamar cepet, jangan malah dikunci, sama itu lampu dihidupin."

"Bagaimana bisa aku minta mie rebus. Aku saja baru keluar pabrik, Tan."

...----------------...

...--bersambung--...

Terpopuler

Comments

Yuli Eka Puji R

Yuli Eka Puji R

demitnya minta mie rbus biar kuat buat nakuti hanna soalnya hanna ga takut" sih jd si hantu butuh makan

2023-06-27

0

Yuli Eka Puji R

Yuli Eka Puji R

padahal orang kampung yg pastinya msh kental dengan hal gaib, tp kenapa hanna seolah bukan orang kampung yg ga percaya sm gituan kecuali dia hidup di ibu kota

2023-06-27

0

Yuli Eka Puji R

Yuli Eka Puji R

gorengannya di bakar

2023-06-27

0

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1: Penemuan Mayat Mengerikan
2 Bagian 2: Wajah Yang Terekam Kamera
3 Bagian 3: Teror Malam Pertama
4 Bagian 4: Teror Hantu Kepala
5 Bagian 5: Kasus yang Tidak Selesai
6 Bagian 6: Dia Terus Mengikuti
7 Bagian 7: Korban Kamar Tiga Belas
8 Bagian 8: Dia yang Menyerupaiku
9 Bagian 9: Makanan dari Dunia Lain
10 Bagian 10: Angkringan Tak Kasat Mata
11 Bagian 11: Hantu Muka Rata
12 Bagian 12: Misteri Hilangnya Gayatri
13 Bagian 13: Terjebak di Makam Keramat
14 Bagian 14: Ada Apa di Gedung Itu?
15 Bagian 15: Ada Pocong!
16 Bagian 16: Senandung dari Dunia Lain
17 Bagian 17: Pengkhianat
18 Bagian 18: Siapa Kekasihmu?
19 Bagian 19: Teror Wanita Tanpa Rupa
20 Bagian 20: Cuekin Hantunya
21 Bagian 21: Kesurupan Massal
22 Bagian 22: Akibat Melanggar Peraturan
23 Bagian 23: Senandung Itu Kembali
24 Bagian 24: Finger Print
25 Bagian 25: Teror Hantu Ada Dimana Saja
26 Bagian 26: Kunti Ganjen
27 Bagian 27: Menunggu Sebuah Jawaban
28 Bagian 28: Pengkhianatan yang Terkuak
29 Bagian 29: Promo Diaper
30 Bagian 30: Ayam Cemani
31 Bagian 31: Mencuri Dengar
32 Bagian 32: Bunga Kantil
33 Bagian 33: Bubur Mie
34 Bagian 34: Kejutan!!
35 Bagian 35: Bedak Pelet
36 Bagian 36: Balas Dendam
37 Bagian 37: Gayatri Adalah...
38 Bagian 38: Rayuan si Cemeng
39 Bagian 39: Pergi ke Masa Lalu
40 Bagian 40: Kecantikan Gayatri
41 Bagian 41 : Ritual Pengusiran atau Pengundang
42 Bagian 42 : Amarah yang Membakar
43 Bagian 43: Dendam Gayatri
44 Bagian 44: Selendang sang Penari
45 Bagian 45: Saksi Penemuan Mayat
46 Perjanjian Siren karya baru Parasian
47 Bagian 46: Kutukan si Penari
48 Bagian 47: Wulan Terkunci di Kamar 13
49 Bagian 48: Kotak si Penari
50 Bagian 49: Kesakitan Intan
51 Bagian 50: Nyawa Pengganti
52 Bagian 51: Dia Meninggal!
53 Bagian 52: Upaya Memulihkan Wulan
54 Bagian 53: Selendang Hijau Sang Penari
55 Bagian 54: Percobaan Bunuh Diri
56 Bagian 55: Riwayat Misteri Kamar 13
57 Bagian 56: Pengantin Baru
58 Bagian 57: Janji Setia
59 Bagian 58: Ajakan Rujuk
60 Bagian 59: Diari
61 Bagian 60: Budak Sang Penari
62 Bagian 61: Rombongan Penari yang Mengerikan
63 Bagian 62: Dia yang Tidur di Kasurku
64 Bagian 63: Tamu Tidak Diundang
65 Bagian 64: Pembohong
66 Bagian 65: Kadal Comberan
67 Bagian 66: Tumbal Pesugihan
68 Bagian 67: Cemburu Itu Ada
69 Bagian 68: Buku Catatan
70 Bagian 69: Wanita di Rel Kereta Api
71 Bagian 70: Jadian
72 Bagian 71: Teror Intan
73 Bagian 72: Terjebak di Kampung Gaib Lagi
74 Bagian 73: Wanita yang Serupa Denganku
75 Bagian 74: Mimpi Buruk
76 Bagian 75: Identitas Pemilik Indekos
77 Bagian 76: Sop Buntut atau Jari Manusia
78 Bagian 77 : Tumbal Penglaris
79 Bagian 78: Pria Misterius
80 Bagian 79: Pemilik Indekos
81 Bagian 80: Kolam Maut
82 Bagian 81: Upaya Pembunuhan
83 Bagian 82: Topi si Penyerang
84 Bagian 83 : Madu Mongso
85 Bagian 84: Cerita Masa Lalu
86 Bagian 85 : Mimpi Kematian
87 Bagian 86: Pemanggilan Sebagai Saksi
88 Bagian 87: Harus Berani
89 Bagian 88: Musibah Menimpa Ridwan
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Bagian 1: Penemuan Mayat Mengerikan
2
Bagian 2: Wajah Yang Terekam Kamera
3
Bagian 3: Teror Malam Pertama
4
Bagian 4: Teror Hantu Kepala
5
Bagian 5: Kasus yang Tidak Selesai
6
Bagian 6: Dia Terus Mengikuti
7
Bagian 7: Korban Kamar Tiga Belas
8
Bagian 8: Dia yang Menyerupaiku
9
Bagian 9: Makanan dari Dunia Lain
10
Bagian 10: Angkringan Tak Kasat Mata
11
Bagian 11: Hantu Muka Rata
12
Bagian 12: Misteri Hilangnya Gayatri
13
Bagian 13: Terjebak di Makam Keramat
14
Bagian 14: Ada Apa di Gedung Itu?
15
Bagian 15: Ada Pocong!
16
Bagian 16: Senandung dari Dunia Lain
17
Bagian 17: Pengkhianat
18
Bagian 18: Siapa Kekasihmu?
19
Bagian 19: Teror Wanita Tanpa Rupa
20
Bagian 20: Cuekin Hantunya
21
Bagian 21: Kesurupan Massal
22
Bagian 22: Akibat Melanggar Peraturan
23
Bagian 23: Senandung Itu Kembali
24
Bagian 24: Finger Print
25
Bagian 25: Teror Hantu Ada Dimana Saja
26
Bagian 26: Kunti Ganjen
27
Bagian 27: Menunggu Sebuah Jawaban
28
Bagian 28: Pengkhianatan yang Terkuak
29
Bagian 29: Promo Diaper
30
Bagian 30: Ayam Cemani
31
Bagian 31: Mencuri Dengar
32
Bagian 32: Bunga Kantil
33
Bagian 33: Bubur Mie
34
Bagian 34: Kejutan!!
35
Bagian 35: Bedak Pelet
36
Bagian 36: Balas Dendam
37
Bagian 37: Gayatri Adalah...
38
Bagian 38: Rayuan si Cemeng
39
Bagian 39: Pergi ke Masa Lalu
40
Bagian 40: Kecantikan Gayatri
41
Bagian 41 : Ritual Pengusiran atau Pengundang
42
Bagian 42 : Amarah yang Membakar
43
Bagian 43: Dendam Gayatri
44
Bagian 44: Selendang sang Penari
45
Bagian 45: Saksi Penemuan Mayat
46
Perjanjian Siren karya baru Parasian
47
Bagian 46: Kutukan si Penari
48
Bagian 47: Wulan Terkunci di Kamar 13
49
Bagian 48: Kotak si Penari
50
Bagian 49: Kesakitan Intan
51
Bagian 50: Nyawa Pengganti
52
Bagian 51: Dia Meninggal!
53
Bagian 52: Upaya Memulihkan Wulan
54
Bagian 53: Selendang Hijau Sang Penari
55
Bagian 54: Percobaan Bunuh Diri
56
Bagian 55: Riwayat Misteri Kamar 13
57
Bagian 56: Pengantin Baru
58
Bagian 57: Janji Setia
59
Bagian 58: Ajakan Rujuk
60
Bagian 59: Diari
61
Bagian 60: Budak Sang Penari
62
Bagian 61: Rombongan Penari yang Mengerikan
63
Bagian 62: Dia yang Tidur di Kasurku
64
Bagian 63: Tamu Tidak Diundang
65
Bagian 64: Pembohong
66
Bagian 65: Kadal Comberan
67
Bagian 66: Tumbal Pesugihan
68
Bagian 67: Cemburu Itu Ada
69
Bagian 68: Buku Catatan
70
Bagian 69: Wanita di Rel Kereta Api
71
Bagian 70: Jadian
72
Bagian 71: Teror Intan
73
Bagian 72: Terjebak di Kampung Gaib Lagi
74
Bagian 73: Wanita yang Serupa Denganku
75
Bagian 74: Mimpi Buruk
76
Bagian 75: Identitas Pemilik Indekos
77
Bagian 76: Sop Buntut atau Jari Manusia
78
Bagian 77 : Tumbal Penglaris
79
Bagian 78: Pria Misterius
80
Bagian 79: Pemilik Indekos
81
Bagian 80: Kolam Maut
82
Bagian 81: Upaya Pembunuhan
83
Bagian 82: Topi si Penyerang
84
Bagian 83 : Madu Mongso
85
Bagian 84: Cerita Masa Lalu
86
Bagian 85 : Mimpi Kematian
87
Bagian 86: Pemanggilan Sebagai Saksi
88
Bagian 87: Harus Berani
89
Bagian 88: Musibah Menimpa Ridwan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!