Dengan cepat aku menutup pintu kamar. Aku tidak ingin terus ketakutan pada hal yang belum tentu itu kenyataan. Bisa jadi penampakan tadi adalah halusinasi atau semacamnya. Aku harus bermain logika sekarang. Mana ada orang mati yang gentayangan dan menuntut balas. Aku hanya terpengaruh oleh cerita-cerita seram yang kemarin sempat aku dengar.
Wulan sudah menungguku di depan. Sepanjang perjalanan kamu diam karena memang hanya sebentar. "Nanti kamu tidur di kamarku saja. Aku sangat kuatir denganmu." Aku hanya mengangguk sebelum meninggalkannya dan masuk ke dalam tempat kerjaku.
Langkahku terayun lemah karena bayang-bayang hantu itu masih membekas di pelupuk mataku, sampai-sampai aku tidak menyadari ada motor yang menyejajari denganku. Bunyi klakson yang kencang membuatku tersentak dan sadar, kemudian aku menghentikan langkahku.
"Astagfirullah!" Ada tawa yang kudengar dari pengendara motor berwarna merah itu.
"Mbak Hanna melamun saja. Dari tadi Indah panggil-panggil tidak menengok. Baru setelah aku bunyikan klakson untuk ketiga kalinya baru engeh. Bareng aku yuk, Mbak. Biar tidak capek jalan." Gadis berkacamata itu membuka helmnya dan menawariku tumpangan. Tanpa berkata apa pun, aku naik di jok karena waktunya semakin mepet. Jika telat semenit saja sesuai peraturan kantor, harus pulang, dan terhitung bolos.
Setelah memarkirkan motornya, aku dan Indah berjalan beriringan masuk ke dalam gedung bertingkat dua itu untuk menuju ruangan kerja kami.
"Mbak Hanna sakit?" Aku hanya menggeleng. "Mbak Hanna terlihat sangat pucat, apa terjadi sesuatu di indekos kamu, Mbak?"
"Tidak apa-apa. Ha-hanya mimpi buruk, ya, hanya itu." Rasanya aku tidak ingin membagi ketakutan ini pada orang lain. Toh, itu hanya sebuah mimpi yang semua orang bisa alami, entah di mana pun itu.
"Mimpi buruk? Apa mimpi tentang hantu tanpa kepala?" Aku terkejut mengapa Indah bisa tau. Apakah benar kata orang teror di kamar tiga belas benar adanya. Aku hendak bertanya pada gadis yang baru berusia delapan belas tahun itu tapi bel panjang sudah berbunyi. Bel itu adalah pertanda bahwa kami harus sudah ada di posisi masing-masing, sesuai pekerjaan kami. Aku menjalani pekerjaanku meski dengan banyak pertanyaan yang bergelayut memenuhi pikiranku.
Banyaknya beban di otakku membuat aku beberapa kali melakukan kesalahan. Beberapa kali aku meloloskan jahitan yang kurang rapi. Untung saja Bu Ning sempat mengecek.
"Han, ini kenapa jahitan melencong kaya gini kamu loloskan? Kamu itu Quality Control harusnya tau apa yang layak dan tidak layak!"
Berulang kali aku meminta maaf kepada beliau karena kecerobohanku ini bisa menyebabkan banyak retur juga rekan-rekan yang lain harus menambah jam kerja karena sistem target yang belum tercapai. Aku berjanji akan lebih fokus dan hati-hati dalam bekerja.
"Han." Suara serak itu kembali terdengar ketika aku tengah sibuk bekerja. Meski hatiku gentar, aku berusaha tidak peduli dengan panggilan itu. Aku terus melantunkan selawat agar tidak ada yang menggangu lagi. Cara itu efektif karena menghindari pikiranku kosong. Tanpa terasa bel tanda istirahat berbunyi panjang. Suara mesin kini berubah menjadi suara riuh rendah para pekerja.
"Mbak Hanna, makan siang di kantin atau bawa bekal?" Indah menghampiriku yang sedang mengambil ponsel di lemari yang sengaja diletakkan pihak pabrik di luar ruangan. Hal ini bertujuan agar karyawan bisa fokus bekerja tanpa membawa ponsel.
"Makan di kantin saja. Tadi aku kesiangan jadi tidak sempat masak."
"Bareng saja, Mbak. Soalnya teman-temanku yang satu line pada bawa bekal."
"Kebetulan ada yang mau aku tanyakan sama kamu."
"Sepertinya Indah tau, pasti tentang hantu di kamarmu ya, Mbak?" Gadis itu mengerlingkan matanya seolah paham arah pembicaraanku.
"Hush, jangan keras-keras. Aku mau tau saja." Aku menempelkan telunjuk sebagai isyarat agar Indah tidak terlalu keras bicaranya. Gadis itu menggandeng tanganku.
"Ayo, Mbak. Selak cacingku pada demo." Aku tersenyum tipis mendengar candaan gadis yang baru beberapa bulan lalu lulus SMA. Pekerja di sini jika ingin ke kantin harus berjalan melewati satu gedung lagi. Gedung kantin ini terletak di tengah-tengah kawasan industri, berdampingan dengan sebuah kolam ikan.
"Lucu ya, di pabrik sebesar ini ada kolam ikan," ucapku perlahan tapi Indah tidak merespon, mungkin gadis itu tidak mendengar ucapanku. Aku dan beberapa pekerja berjalan mengelilingi kantin yang sebesar aula itu. Banyak etalase yang memajang berbagai menu. Ada soto, bakso, ayam goreng dan masih banyak yang lainnya. Aku memilih tahu acar sebagai pengganjal perutku, sementara Indah memilih nasi rames.
Di tengah suara sendok dan piring yang beradu, aku menanyakan pada Indah apa maksud perkataannya tadi pagi yang menyebut tentang hantu tanpa kepala.
"Kata orang tuaku, dulu tempatnya Mbak itu ada penemuan mayat yang kepalanya ditebas. Setelah itu setiap yang menghuni kamar itu selalu saja didatangi oleh hantu itu."
"Terus apa yang terjadi setelah mereka dihantui?"
Indah tampak menghela napasnya dengan berat, "Aku cerita ini bukan berniat nakut-nakutin ya, Mbak. Yang aku dengar dari cerita orang-orang. Ada yang gila karena terus didatangi hantu itu tapi yang paling membingungkan ada seorang gadis yang tiba-tiba hilang. Padahal menurut rekannya dia tidak keluar kamar hampir seminggu, kondisi kamarnya juga sangat rapi."
"Hilang? Jangan-jangan dia pulang kampung?" Indah menggelengkan kepalanya.
"Waktu itu aku masih kelas sebelas, Mbak. Seluruh kampung saat itu gempar karena keluarga gadis itu datang mencari gadis penghuni kamar tiga belas karena tidak ada kabar."
Pikiranku mulai kacau apakah nanti aku juga akan bernasib sama dengan para penghuni sebelumnya. Aku tersentak ketika tangan Indah menyentuh bahuku.
"Mbak, jangan dipikirkan. Sekarang lebih baik kita balik kerja saja. Indah sih tetap berharap Mbak segera pindah ketimbang ada hal-hal yang buruk terjadi." Aku hanya diam karena pikiranku saat ini semakin kalut, apakah benar kamar yang aku tempati semenakutkan itu.
Aku dan Indah ke tempat masing-masing untuk kembali berjibaku dengan pekerjaan-pekerjaan yang menuntut harus diselesaikan. Sesekali pikiran-pikiran buruk itu menyapaku tapi segera kutepis. Aku punya Sang Pencipta yang kekuatannya lebih hebat daripada makhluk lainnya.
Rasa letih menyapaku karena hari ini kami harus pulang terlambat karena ada kerusakan pada mesin yang menghambat pekerjaan kami. Azan Magrib terdengar ketika aku dan teman-teman yang lain baru keluar dari gedung.
"Mbak, pulang bareng aku saja." Aku menerima ajakan Indah karena kegelapan mulai menyelimuti area ini. Bahkan gedung bagian spining sudah sangat gelap dan tidak ada lampu yang menyala.
"Indah, kenapa gedung spining gelap sekali?"
"Oh, khusus gedung itu dari dulu ada pantangan tidak boleh ada aktivitas apa pun termasuk lampu yang menyala di atas jam lima sore."
"Kok bisa?"
Indah hanya mengangkat bahunya. "Aku tidak tau kenapa, Mbak. Tapi kata orang-orang yang sudah lama bekerja di sini, kalau pantangan itu dilanggar pasti ada kejadian yang tidak diinginkan."
"Kejadian tidak diinginkan? Seperti apa?"
"Ya seperti tiba-tiba ada yang gerak bahkan kesurupan massal. Ah, sudah. Indah takut bahas hal-hal gaib di hari yang sudah gelap seperti ini."
Aku dan Indah segera berboncengan dan meninggalkan parkiran yang mulai sepi itu. Indah mengajakku mampir ke sebuah angkringan sebentar untuk membeli makan malam. Aku tengah menunggu gorengan yang kubeli dibakar saat ada notifikasi pesan masuk.
Rupanya Intan berkali-kali meneleponku dan ada beberapa pesan yang aku terima.
(Han, ini mie rebus udah mateng)
Aku tersenyum membacanya, seperhatian ini Intan padaku padahal aku belum tiba di indekos. Segera aku menghubungi teman satu indekosku itu. Belum sempat aku mengucapkan salam, Intan sudah mengoceh panjang lebar.
"Lah, malah ada di dalam! Bukain pintu kamarmu. Kamu datang-datang minta tolong dimasakin mie rebus. Malah main balik kamar tanpa pamit. Keluar kamar cepet, jangan malah dikunci, sama itu lampu dihidupin."
"Bagaimana bisa aku minta mie rebus. Aku saja baru keluar pabrik, Tan."
...----------------...
...--bersambung--...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Yuli Eka Puji R
demitnya minta mie rbus biar kuat buat nakuti hanna soalnya hanna ga takut" sih jd si hantu butuh makan
2023-06-27
0
Yuli Eka Puji R
padahal orang kampung yg pastinya msh kental dengan hal gaib, tp kenapa hanna seolah bukan orang kampung yg ga percaya sm gituan kecuali dia hidup di ibu kota
2023-06-27
0
Yuli Eka Puji R
gorengannya di bakar
2023-06-27
0