Mataku mengerjap berharap kejadian ini hanyalah khayalan atau mimpiku saja. Namun, harapanku menipis karena saat aku mencubit pipiku terasa sakit. Artinya dua makhluk mengerikan itu nyata ada di depanku. Kubaca doa yang terlintas di pikiranku. Bukannya hilang, wanita mengerikan yang mencengkeram kakiku berulah dengan menarik kakiku satu lagi sampai membuat aku terjengkang dan jatuh di dasar tangga. Pelipisku berdarah, itu yang kuingat sebelum semuanya kembali gelap.
"Han! Bangun! Katanya kamu mau kerja!" Suara teriakan demi teriakan mulai membuatku terjaga. Aku melihat sekelilingku, aku sudah ada di dalam kamarku lagi. Bagaimana mungkin, bukankah semalam aku jatuh tersungkur di bawah tangga akibat ulah dua makhluk tidak kasat mata itu. Aku meraba pelipisku, tidak ada luka sedikit pun. Apa itu artinya aku hanya mimpi buruk semalam.
"Han!" Teriakan dari luar kamar membuatku sadar kalau aku harus bergegas bersiap.
"I-iya, sebentar!" Aku lalu membuka pintu kamarku. Di luar kudapati Wulan dan Intan berdiri. Entah kenapa dua teman baruku itu langsung memelukku.
"Alhamdulillah, kamu baik-baik saja. Bagaimana semalam apa ada yang mengganggumu?" bisik Wulan. Aku berusaha tersenyum di depan mereka. Ingin rasanya aku menceritakan pengalaman mengerikanku semalam tapi untuk apa, toh semuanya hanya mimpi.
"Aku tidak apa-apa. Oh iya, kalian mau berangkat kerja?" tanyaku untuk mengalihkan pembicaraan ke arah yang lain karena sampai saat ini aku masih merasa semalam itu bukan hanya sekedar mimpi.
"Belum. Masih jam setengah enam. Kita mau beli sarapan di depan situ. Kamu mau ikut tidak?" Aku menyetujui ucapan mereka, lagi pula dari semalam tidak ada makanan yang masuk di perutku gara-gara insiden belatung itu. Diselingi canda tawa aku dan kedua temanku berjalan ke depan gang untuk membeli sarapan. Ternyata lokasinya tidak jauh dari pabrik tempat kerjaku nanti. Sepanjang jalan berjejer para pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai macam makanan. Ada nasi liwet, gudeg, bubur ayam, bahkan ada cabuk rambak makanan khas Solo yang mempunyai rasa manis, gurih, asin, dan pedas dalam satu sajian. Cabuk rambak terdiri dari potongan ketupat dan disiram sambal wijen yang menggugah selera.
"Makan apa, Han?" Aku hanya mengangkat bahu karena bingung saking banyaknya pilihan makanan dan semuanya tampak menggiurkan.
"Aku mau makan soto ayam saja deh. Kalian kalau bingung lihat-lihat saja dulu." Intan berujar sembari berjalan menuju penjual soto yang cukup ramai.
"Aku juga soto deh. Kamu mau makan apa, Han?" Lebih baik aku menyamakan saja sarapanku kali ini karena semua makanan yang dijual sepanjang jalan ini rupanya berhasil membuat aku menelan ludah. Selain itu, aku tidak mau pusing memilih makanan karena aku harus cepat dan segera berangkat kerja.
Seusai menikmati semangkuk soto serta segelas teh hangat. Aku dan Intan juga Wulan berjalan kembali ke kamar untuk bersiap berangkat kerja. "Han, beneran tidak ada yang terjadi semalam? Soalnya yang sudah-sudah, malam pertama mereka di kamar tiga belas itu mencekam." Intan rupanya masih penasaran. Aku menggeleng karena memang semalam itu hanya sebatas mimpi. Aku tidak mau dianggap berlebihan menanggapi mimpi. Bukankah di mana pun kita berada mimpi buruk bisa datang.
"Tidak ada," tegasku.
"Syukurlah kalau begitu. Ya sudah mari kita siap-siap bekerja untuk mencari nafkah." Wulan memeluk bahuku dan Intan dengan susah payah karena di antara kami, dia yang paling pendek.
"Semangat pejuang receh!" Teriakan Intan membuat tawa itu berderai. Aku sedikit bisa melupakan ketakutanku karena keceriaan pagi ini.
Ada rasa takut ketika aku memasuki kamarku kembali. Berbeda dengan kemarin aku sangat senang memasuki kamar ini. Aku hanya bisa berharap kalau tidak ada hal yang mencekam lagi.
Untunglah tidak ada hal yang terjadi sampai aku selesai bersiap. Hanya saja, ketika sedang mandi tadi, ada hawa panas di dalam sana. Mungkin karena kamar ini sempat kosong jadi butuh waktu untuk angin menyejukkannya.
Dengan semangat aku berjalan ke pabrik tempatku akan mengais rejeki. Setibanya di pabrik tekstil dan garmen yang cukup besar itu, aku menemui satpam untuk menanyakan ruangan HRD.
"Mbak pegawai baru, ya?" Aku mengangguk menanggapi pertanyaan satpam berkumis tipis itu. "Ruangan HRD itu di gedung depan ini, Mbak. Lewat pintu itu, langsung naik ke lantai dua, nah pintu sebelah kanan itu ruangannya Pak Rudi HRD. Mbaknya tidak bawa motor?"
"Tidak perlu, Pak. Kan saya tinggalnya hanya di gang belakang pabrik ini."
"Kalau saran saya lebih baik bawa motor, minimal sepeda onthel, Mbak. Soalnya dari gerbang utama ke gedung operasional lumayan jauh." Aku hanya mengangguk-angguk.
Area ini memang terbagi dari beberapa tempat. Ada gedung khusus memintal benang menjadi kain, ada juga gedung yang digunakan untuk mengolah kain menjadi pakaian. Kawasan industri ini tidak hanya dikelola oleh satu perusahaan saja. Ada kurang lebih tiga perusahaan dalam satu area, sudah bisa dibayangkan betapa luasnya tempat ini.
Bangunan ini cukup terbilang tua karena konon bangunan ini merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda yang sudah dibeli oleh warga pribumi dan dikelola sebagai pabrik. Suasana magis tetap tampak meski tempat ini sudah menampung banyak pekerja.
Aku mendengar arahan HRD sebaik mungkin. Setelah menandatangani surat kontrak, dia memintaku ke gedung yang lain untuk memulai pekerjaanku sebagai Quality Control.
"Nanti kamu ketemu sama yang namanya Mbak Ning, agar dijelaskan pekerjaanmu apa saja." Aku menganggukkan kepala setelah mendapat instruksi dari pria berkacamata itu. Dengan semangat aku menyusuri jalan untuk berpindah gedung yang lumayan menguras keringat.
Di gedung yang kutuju, aku segera menemui orang yang akan menjelaskan apa saja pekerjaanku. "Mbak Hanna, nanti kalau ada yang belum paham kamu jangan segan tanya saya. Oh iya, seluruh SOP harus dipahami benar-benar. Karena perusahaan ini sangat ketat soal kualitas barang, jadi saya tidak mau ada yang luput dari pekerjaanmu. Oh iya satu lagi, setiap kesalahan akan ada konsekuensinya meski kesalahan yang dianggap sepele tidak akan ditolerir di sini."
Aku hanya mengangguk. Rasanya sangat berbeda jauh, bekerja di perusahaan sebesar ini sangat berbeda saat aku bekerja di konveksi rumahan yang ada di Ungaran. Meski lelah, hari ini aku cukup bisa menyelesaikan pekerjaanku dengan baik.
"Tingkatkan lagi kinerjamu, Han. Hari ini kamu sudah baik." Bu Ning tersenyum sembari menepuk bahuku sesaat sebelum pulang.
Aku berjalan menuju indekos bersama beberapa teman. Beruntung karena di hari pertama aku sudah menemukan teman yang tinggal juga tidak jauh dari tempat tinggalku. Rata-rata mereka tinggal di beberapa indekos yang ada di sekitar pabrik. Memang sudah lama kampung sekitar mengalihfungsikan rumah mereka menjadi indekos.
Perbincangan menarik dan diselingi canda nyatanya membuatku tidak sadar bahwa saatnya harus berpisah dengan teman-teman baruku. "Mampir tidak?"
"Mbak Hanna tinggal di indekos ini?" tanya seorang gadis yang terkejut saat aku memasuki gerbang.
"Iya. Ada apa memangnya?"
"Mbak tidak takut? Karena menurut cerita orang-orang indekos ini berhantu. Bisa dilihat dari dindingnya yang tampak tidak terawat. Kata orang sekitar sini, tempat ini sering kali dicat ulang oleh pemiliknya tapi warna cat hanya bertahan sebulan saja setelah itu perlahan kembali dalam keadaan kusam seperti ini." Dahiku mengerut saat mendengar cerita dari Indah. Benarkah tempat ini seseram itu tapi mengingat kejadian semalam rasanya mungkin benar, tempat ini tidak beres.
"Masa sih, semoga saja itu hanya rumor. Soalnya aku juga baru sehari tinggal di sini."
"Menurut orang-orang sih begitu Mbak. Apalagi kamar nomor tiga belas, kata orang-orang itu pusatnya para penunggu gedung ini."
Mulutku ternganga mendengar ucapan Indah yang terlihat lancar dan tidak ada kebohongan yang tertangkap dari ucapannya.
"Ka-kamar tiga belas? I-itu kamarku. Kamu tidak bercanda, kan?"
"Astagfirullah, Mbak Hanna lebih baik pindah saja. Karena kamar itu ...."
"Ada apa dengan kamar itu?"
"Konon katanya dulu ada pembunuhan mengerikan di situ. Ada seorang wanita yamg ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Kepalanya ditebas dan digantung di atas kipas angin, sementara badannya yang penuh luka dan dalam kondisi tanpa busana tergeletak begitu saja."
Seketika kepalaku pusing mendengar cerita dari Indah.
...----------------...
...--bersambung--...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Yuli Eka Puji R
kok ga sholat subuh si hana, sebelum tidur mbok ya ambil wudhu lu terus baca surat" pendek biar ga kena gangguan soalnya sy sering kaya begitu kadang tidur bs berubah posisi dengan rapi tangan sedekap di dada kaya orang meninggal
2023-06-26
0
YT FiksiChannel
tolong!!!!!
2023-01-20
2
naura
kyk crita nyata lhoo 🤐🤐
2023-01-18
2