Bagaimana aku tidak pusing, semua cerita tentang wanita yang terbunuh di kamarku itu sangat mirip dengan hantu yang hadir di mimpiku semalam. Mayat yang ditemukan lebih dari dua puluh tahun lalu dalam kondisi mengerikan persis seperti yang kemarin aku lihat.
"Lalu apakah kasus itu sudah selesai sekarang? Pembunuh wanita itu sudah tertangkap bukan?" Indah menggeleng sembari memasang wajah murung.
"Kasus itu ditutup karena polisi tidak menemukan titik terang pada kasus ini. Pelaku kejahatan yang masih berkeliaran bebas dipercaya sebagai alasan kenapa wanita itu sering menebar teror di indekos ini."
"Bagaimana bisa tidak terungkap? Apakah wanita itu tidak meninggalkan identitas atau pun petunjuk lain?"
"Entahlah, Mbak. Hanya Tuhan yang tau sebenarnya siapa wanita itu dan siapa pula pembunuhnya. Mbak, Indah duluan ya. Saran saya, Mbak Hanna harus segera pindah dari sini karena tempat ini juga sudah memakan korban. Rata-rata penghuni di kamar tiga belas." Gadis itu berjalan menjauhiku setelah melempar senyum tipis, meninggalkanku yang tengah ketakutan karena ceritanya. Jantungku rasanya berdegup lebih kencang karena ciri-ciri wanita yang diceritakan Indah begitu mirip. Mungkin itu semua hanya kebetulan, aku berusaha menenangkan diri dengan berulang kali beristigfar serta mengatur napasku.
Aku memasuki kamarku yang berulang kali kudengar ada cerita seram di balik indahnya kamar ini. Aku merebahkan diri tanpa mengganti pakaianku terlebih dulu karena badanku rasanya sangat lelah terlebih kakiku yang dipaksa menopang tubuhku seharian karena pekerjaanku yang menuntut aku harus terus berjalan kian ke mari. Dari satu line ke line yang lain untuk memeriksa pekerjaan para operator mesin.
Rasanya baru sebentar mataku terpejam, aku terbangun ketika azan Magrib mulai berkumandang, aku bergegas menyambar handuk untuk mandi dan membersihkan seluruh badanku yang tadi penuh dengan keringat. Keran air aku nyalakan karena petang ini aku ingin keramas. Saat bunyi air mengucur dengan kencang, indera pendengaranku mendengar suara yang lain berasal dari luar, seperti ada yang tengah berbincang. Namun, saat aku mematikan keran, suara itu ikut hilang. Aku menghidupkan keran, suara riuh itu kembali terdengar setelah aku matikan, suara itu pun menghilang lagi. Kali ini sengaja aku hidupkan lagi, karena aku ingin tau ada apa di luar meski aku pun dilanda ketakutan tapi rasa penasaranku juga membuncah. Perlahan aku membuka pintu kamar mandi tapi tidak ada siapa pun di kamar, bahkan di luar kamar aku tidak melihat ada bayangan orang. Suara yang tadinya riuh rendah juga kembali sunyi.
Entahlah mungkin tadi aku hanya salah dengar. Aku melanjutkan mandiku saja. Aku sudah terbiasa saat membasuh rambut itu dengan posisi menunduk dan membiarkan rambut tergerai di depan hingga menutupi wajahku, menurutku lebih mudah mencuci rambut serta lebih bersih. Aku juga masih menggunakan piyama mandi.
Mataku terbelalak karena saat aku menunduk ada kaki lain di belakangku. Kaki itu sangat kotor penuh lumpur serta kukunya panjang dan hitam.
Segera aku membalikkan badan untuk melihat siapa yang ada di belakangku. Kosong tidak ada siapa pun yang ada di sana. Meski takut tetap aku melanjutkan membasuh rambutku. Setelah rambutku penuh dengan busa, sudah saatnya membilas. Tanganku mencari-cari gayung yang tadi kuletakkan di dalam bak mandi. Ketemu, tanganku sudah meraih benda yang kukira gayung itu. Namun, kenapa tidak ada gagang gayung yang ada adalah sesuatu yang menjuntai seperti rambut. Tunggu rambut? Sejak kapan gayung punya rambut.
Aku menyibakkan rambutku ke arah samping agar aku bisa melihat benda yang kupegang. Perlahan aku membuka mataku agar tidak ada busa sampo yang mengenai mataku.
"Astagfirullah!" Spontan aku melempar ke sembarang arah saat mataku saling berpapasan dengan benda yang tadi kugenggam itu.
Benda yang kukira gayung itu ternyata potongan kepala yang sama dengan kepala yang kulihat dalam mimpiku semalam. Wajahnya hancur, kedua bola matanya keluar serta banyak belatung yang menggigitnya.
Tawa dari kepala itu membuatku ketakutan. Aku ingin lari tunggang-langgang, hanya saja kakiku seperti dipaku sangat berat. Kepala yang tadinya mengambang di dalam air kini melompat di pinggir bak.
"Tolong aku! Tolong aku!" Dia merintih kemudian tertawa melengking memekakkan telinga.
"Tidak! Aku tidak bisa menolongmu. Selain aku tidak tau caranya, dunia kita juga sudah berbeda. Lebih baik kita tidak saling mengganggu."
Wajah yang hampir seluruh kulitnya terkelupas itu memperlihatkan mimik wajah yang berbeda. Jika tadi ia tertawa dan murung secara bergantian, kini berubah menjadi marah. Secara mengejutkan kepala itu terbang dan hinggap di bahu kiriku.
"Jika kamu tidak mau membantuku maka di mana pun kamu berada aku akan menghantuimu sampai kau menerima akibat dari kemarahanku." Wanita terus tertawa yang mengerikan. Keringatku berjatuhan akibat ulah hantu itu.
"Ingat, Hanna! Aku akan menghantuimu sampai tugasmu selesai!" Kepala itu hilang begitu saja setelah berucap. Kakiku yang semula kaku dan tak bisa bergerak, kini sudah normal. Aku menyambar handuk dan baju gantiku dan segera berlari keluar kamar. Kali ini aku harus meminta pertolongan.
Segera aku menaiki tangga dengan rambut masih penuh busa sampo. Saking takut dan terburu-buru aku menabrak Ibu Wati yang tengah berjalan menuruni tangga.
"Mbak Hanna ada apa kok lari-larian seperti ini? Seperti habis lihat hantu saja." Candaan Bu Wati tidak aku tanggapi. Aku terus melangkah pergi ke lantai tiga setelah meminta maaf padanya.
"Tan! Wulan! Bukain pintu dong!" Aku menggedor pintu kamar kedua temanku ini. Intan yang membukakan pintu untukku hampir tertawa melihatku yang hanya mengenakan piyama mandi juga rambut yang penuh busa sampo.
"Tolong aku! Di kamarku ada hantu menyeramkan!" Mendengar ucapanku wajah Intan yang tadinya tertawa lebar seketika berubah. Dahinya mengerut, segera ditariknya aku untuk masuk ke kamar dan bergegas mengunci kamarnya.
"Ba-bagaimana ceritanya?" tanya Intan dengan wajah yang serius. Aku hendak menceritakan yang baru saja terjadi di kamarku padanya tepat saat Wulan keluar dari kamar mandi. Wanita itu kebingungan dengan kedatanganku yang dalam kondisi aneh itu.
"Ada apa? Kenapa Hanna seperti itu? Wajahnya juga pucat seperti tengah ketakutan."
"Hanna habis lihat hantu yang ada di kamarnya. Coba, Han. Kamu lanjutin ceritamu." Bibirku hendak terbuka saat Wulan memintaku melanjutkan ritual mandiku dulu. Karena busa masih memenuhi rambut panjangku.
"Sudah, kamu selesaikan mandimu dulu saja. Tenang kamu aman, di kamar ini ada kami yang akan menjagamu."
Aku tersenyum tipis, memang lebih baik aku menyelesaikan ritual mandiku yang belum tuntas agar aku tidak sakit karena kedinginan. Setelah keluar dari kamar mandi, Intan menyuguhkan aku segelas teh panas yang masih mengepulkan uapnya.
"Kamu pakai bajuku dulu, Han. Memang tidak bagus tapi setidaknya kamu tidak pakai piyama mandi seperti ini." Intan menyodorkan aku sebuah baju baby doll berwarna ungu dan juga pakaian dalam. "Dalaman ini masih baru kok, Han."
"Terima kasih, ya." Aku kembali masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
"Han, sebenarnya apa yang terjadi sampai kamu seperti ini?" Wulan segera bertanya sembari menggosok tanganku yang sempat merasa kedinginan. Aku menceritakan semua teror yang terjadi semenjak aku tinggal di kamar itu.
"Aku takut banget kalau harus tinggal di sana tapi untuk pindah ke tempat lain aku tidak punya simpanan lain." Wulan memelukku erat.
"Sudah, malam ini kamu tidur dulu di sini saja bareng kita."
"Tapi..."
"Sudah jangan pakai acara tapi-tapi. Kamu tidur sama kita di sini. Aku dan Intan itu kuatir sama kamu kalau tetap bertahan di kamar itu."
Aku bersyukur meski baru sehari mengenal dua wanita hebat ini, keduanya sangat baik padaku. Mereka rela berbagi kasur untukku.
"Sudah kita tidur saja, Han. Baju kamu besok pagi aja diambilnya nanti kami temani." Wulan menepuk bantalnya sembari tersenyum ke arahku. Malam semakin larut tapi mataku masih enggan tertutup karena terbayang wajah-wajah hantu yang menyeramkan itu. Aku melirik Wulan dan Intan yang sudah tertidur pulas. Sepertinya aku harus mengikuti jejak mereka tidur dalam pelukan mimpi indah.
Namun, baru sekejap mata ini terpejam, tiba-tiba pintu kamar yang tadinya terkunci rapat, sekarang terbuka lebar. Bau anyir menyeruak menusuk hidung. Aku berusaha mengintip dengan membuka sedikit mataku. Alangkah terkejutnya aku, dia ada di sini.
...----------------...
...--bersambung--...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
nath_e
sepertinya Hanna harus selesaikan misi dari si hantu 🙄
2023-01-20
2
YT FiksiChannel
keras kepala anjir🥺
2023-01-20
2
YT FiksiChannel
Makanya kalau mau tidur itu menghayal dulu, misalnya menghayal bahwa kamu membunuh hantu, supaya gak takut
2023-01-20
2