Bagian 6: Dia Terus Mengikuti

Mataku terbelalak menatap dia yang sedang berdiri di depan pintu. Wanita tanpa kepala itu ada di sana, berdiri tegak sementara tangan kanannya menenteng kepalanya dan tangan kirinya berkacak pinggang.

"Hi-hi-hi, Hanna, aku tau kamu masih bangun. Ayo, sini tolong aku."

Aku memejamkan mata dan berdoa semampu yang aku bisa. Terus aku menggumamkan ayat-ayat Al-Qur'an yang kuingat. Entah berapa lama tawa itu terdengar kemudian menghilang dan pintu yang tadinya terbuka lalu tertutup kembali.

Aku mencoba membuka mataku perlahan, untung saja makhluk mengerikan itu sudah pergi. Perlahan aku bangun dan mengambil air minum. Baru seteguk air membasahi tenggorokanku, tiba-tiba saja angin berhembus dengan kuat padahal jendela dan pintu tertutup rapat. Aku sampai tersedak karena hal itu.

Pintu itu kembali terbuka lebar. Jantungku rasanya semakin kencang ketika menyadari sebuah kepala menggelinding menuju ke arahku. Gelas yang aku pegang terlempar ke sembarang arah.

"Aku tau kamu masih bangun, Hanna. Ayo, kita kembali." Wajah yang hancur itu menampilkan senyum yang mengerikan. Darah pun berceceran di lantai.

"Ti-tidak! Pergi!" Aku berusaha menghalau kepala yang terus menggelinding dan semakin mendekatiku.

"Tolong! Intan! Wulan! Tolong aku!" Aku berusaha membangunkan kedua temanku tapi mereka tetap tertidur pulas, seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal aku tengah ketakutan karena terus didatangi hantu mengerikan itu.

"Diam! Sekarang kembali ke tempat asal kita!" Jika tadi kepala itu terlihat tertawa, kini wajah yang hampir seluruh bagiannya terkelupas itu menunjukkan kemarahan. Matanya yang menjuntai semakin menyala.

Hantu wanita tanpa kepala itu masuk perlahan. Tubuhku yang semula baik-baik saja, tiba-tiba saja berubah lemas dan tidak berdaya. Lidahku pun kelu tidak mampu lagi berucap.

Perlahan tangan yang dipenuhi belatung menyeret tubuhku tanpa bisa aku melawan. Sementara tangan kirinya menyeretku, tangan kanannya memungut kepala yang terus menerus tertawa. Aku bisa merasakan tubuhku sakit harus turun tangga dengan diseret. Kepalaku berkali-kali harus beradu dengan lantai. Rasanya aku ingin berteriak dan melawan tapi tidak berdaya. Tubuhku yang lemas dibanting oleh makhluk itu ke kasur. Di kamar yang mengerikan ini kembali kulihat kepala yang tergantung di kipas. Jika kemarin aku melihat kepala itu diam saja, kini kepala itu berputar sembari terus tertawa mengerikan.

Tubuhku pun berlumuran darah karena darah kepala itu terus terciprat bagai sedang mandi darah. Bau anyir tentu saja begitu menyengat seolah memanggil para belatung untuk mendekat.

"Aaarg! Tolong!" Teriakanku melolong memohon agar wanita mengerikan itu menghentikan aksinya. Namun, makhluk itu tentu saja tidak menghiraukan ketakutanku justru dia semakin kencang tertawanya. Semuanya kembali gelap.

Mataku mulai terbuka saat kurasa seseorang tengah mengguncang bahuku. Lebih baik aku tidak membuka mataku karena aku takut dia adalah tubuh wanita tanpa kepala yang menyeretku semalam.

"Han, bangun! Bagaimana ini, Tan? Apa Hanna pingsan?" Samar aku mendengar suara yang tidak asing untukku.

"Aduh, coba ini kamu olesi minyak kayu putih." Bau minyak yang kuat membuatku membuka mata. Untunglah yang di hadapanku adalah dua teman baruku. Wulan membantuku untuk duduk.

Mataku menelisik ruangan di sekitarku. Ini benar kamarku, apa itu artinya kejadian semalam itu benar. Hantu itu datang dan menyeretku. Aku menatap tangan dan badanku, aku masih mengenakan baju Intan, baju yang sama dengan yang kukenakan sebelum tragedi itu. Aku ingat semalam hantu kepala itu mengucuriku dengan darahnya yang anyir, tapi kenapa sekarang baju ini bersih seolah peristiwa semalam hanya mimpi. Namun, jika ini hanya mimpi lalu bagaimana bisa aku berada di kamarku sendiri.

"Mbak Intan, bagaimana keadaan Mbak Hanna?" Aku melirik Ibu Wati masuk ke kamarku dengan tergopoh-gopoh dan membawa segelas air teh. Wanita paruh baya itu mengangsurkan gelas itu ke tangan Intan.

"Minum dulu, Han. Lihat badanmu basah kuyup karena keringat dingin." Aku memeluk tubuh temanku dengan gemetar, aku takut makhluk itu kembali datang.

"Tenang dulu, Han. Kenapa kamu gemetar seperti ini? Kenapa pula kamu tiba-tiba kembali ke kamarmu tanpa bilang. Kami kuatir terjadi apa-apa denganmu."

"Ha-hantu itu datang ke atas dan menyeretku ke bawah. A-aku takut, Tan."

Aku menumpahkan air mata di bahu sahabatku itu. Perlahan tangan lembutnya mengusap punggungku dan membuat sedikit ketenangan dalam hati.

"Makhluk apa, Mbak?" Semalam saya lihat Mbak Hanna jalan turun ke kamar, bahkan saya sempat menyapa tapi Mbak Hanna diam saja."

"Ta-tapi, semalam hantu itu datang dan menyeretku. Kepalaku beberapa kali terantuk anak tangga, juga makhluk itu terus membasahiku dengan darahnya. Tapi kenapa sekarang aku baik-baik saja. Apa semalam hanya sebuah mimpi buruk tapi jika itu hanya sebuah mimpi, mengapa terasa sangat nyata. Tan, aku ta-takut." Tangisku semakin pecah, aku tidak mengerti dengan semua yang terjadi.

"Sudah, Han. Mungkin semalam kamu mengalami gangguan jalan sambil tidur. Sama seperti adikku dulu juga ada yang seperti itu. Awalnya tidur di kamar, tau-tau jalan sendiri ke kamar mandi ketika dia masih tidur. Namanya kalau tidak salah Somnambulisme." Wulan pun berusaha membuatku percaya kejadian ganjil ini hanyalah sebuah gangguan tidur saja. Entahlah, semakin aku berusaha mempercayai ucapan orang, aku semakin bingung. Rasa sakit di kepalaku semakin terasa berdenyut dan tidak tertahankan.

"Sudah, pada keluar dulu saja, biarkan Hanna istirahat." Intan mengahalau Ibu Wati juga beberapa orang yang berkumpul di kamarku. Hanya tersisa dua orang teman baruku itu.

"Han, kamu tenang ya."

"Aku takut, Lan." Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutku. Kedua sahabatku dengan telaten menghiburku. Saat ketakutanku mulai berkurang, aku menyadari harus segera bekerja. Awalnya Intan melarangku karena kondisiku yang belum stabil.

"Tapi, Tan, ini hari keduaku bekerja. Rasanya tidak patut jika aku harus libur. Lagi pula di tempat kerjaku nanti semoga saja aku bisa lupa akan mimpi burukku semalam."

Wulan dan Intan mengikuti mauku. Bahkan Wulan yang kebagian masuk siang memaksa untuk mengantar sampai ke pabrik. Aku hendak menolaknya karena jarak ini, indekos dan pabrik sangat dekat tapi ibu satu anak itu keras kepala. Dia juga yang membelikanku makanan untuk sarapan. Aku bersyukur meski baru sehari mengenalnya Wulan dan Intan sudah seperti keluarga baru bagiku.

Aku langsung mandi dengan cepat karena bayang-bayang gayung yang berubah menjadi potongan kepala semalam masih terekam jelas di benakku. Lagi pula kamar mandi yang seharusnya dingin terasa sangat panas saat aku di dalamnya, seperti ada dia yang terlihat tinggal di sana.

"Siap. Aku berangkat kerja dulu ya, Tan." Aku berpamitan pada sahabatku yang sedang bermain ponsel di depan kamarku.

"Han, kamu mau berangkat kerja sekarang? Dengan penampilan seperti ini?" Wajah ayunya berkerut.

"Iya, memangnya kenapa?"

"Pucat banget seperti orang yang lagi sakit. Sini deket aku!" Tangannya melambai, memintaku mendekat padanya. Sementara tangannya yang lain merogoh tas kecilnya. "Merem!" perintahnya lagi. Aku mengikuti perintahnya karena aku tau Intan adalah wanita yang sedikit galak dan cerewet. Rupanya wanita itu menyapu wajahku dengan bedak serta mengoleskan lipstik ke bibirku.

"Nah, gini kan cantik!" Aku tanya menggaruk kepalaku berharap wajahku tidak seperti orang yang hendak pergi hajatan. Nanti saja aku hapus saat sudah di pabrik, ini sudah waktunya aku berangkat. Aku hendak menutup pintu kamar ketika sepasang wajah mengerikan melongok ke arahku dari kamar mandi serta memamerkan gigi hitam dan runcingnya.

...----------------...

...--bersambung--...

Terpopuler

Comments

Yuli Eka Puji R

Yuli Eka Puji R

pulang kamoung aja han minta di rupiah ehh salah ruqiyah biar ga di ganggu lagian km juga ga ada perjanjian sm setan akan mudah mengusirnya

2023-06-26

0

사랑의 여신 ^^

사랑의 여신 ^^

Klo aq jd hanah,, udah kabur ga mw lg masuk kamar itu....

2023-01-10

1

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1: Penemuan Mayat Mengerikan
2 Bagian 2: Wajah Yang Terekam Kamera
3 Bagian 3: Teror Malam Pertama
4 Bagian 4: Teror Hantu Kepala
5 Bagian 5: Kasus yang Tidak Selesai
6 Bagian 6: Dia Terus Mengikuti
7 Bagian 7: Korban Kamar Tiga Belas
8 Bagian 8: Dia yang Menyerupaiku
9 Bagian 9: Makanan dari Dunia Lain
10 Bagian 10: Angkringan Tak Kasat Mata
11 Bagian 11: Hantu Muka Rata
12 Bagian 12: Misteri Hilangnya Gayatri
13 Bagian 13: Terjebak di Makam Keramat
14 Bagian 14: Ada Apa di Gedung Itu?
15 Bagian 15: Ada Pocong!
16 Bagian 16: Senandung dari Dunia Lain
17 Bagian 17: Pengkhianat
18 Bagian 18: Siapa Kekasihmu?
19 Bagian 19: Teror Wanita Tanpa Rupa
20 Bagian 20: Cuekin Hantunya
21 Bagian 21: Kesurupan Massal
22 Bagian 22: Akibat Melanggar Peraturan
23 Bagian 23: Senandung Itu Kembali
24 Bagian 24: Finger Print
25 Bagian 25: Teror Hantu Ada Dimana Saja
26 Bagian 26: Kunti Ganjen
27 Bagian 27: Menunggu Sebuah Jawaban
28 Bagian 28: Pengkhianatan yang Terkuak
29 Bagian 29: Promo Diaper
30 Bagian 30: Ayam Cemani
31 Bagian 31: Mencuri Dengar
32 Bagian 32: Bunga Kantil
33 Bagian 33: Bubur Mie
34 Bagian 34: Kejutan!!
35 Bagian 35: Bedak Pelet
36 Bagian 36: Balas Dendam
37 Bagian 37: Gayatri Adalah...
38 Bagian 38: Rayuan si Cemeng
39 Bagian 39: Pergi ke Masa Lalu
40 Bagian 40: Kecantikan Gayatri
41 Bagian 41 : Ritual Pengusiran atau Pengundang
42 Bagian 42 : Amarah yang Membakar
43 Bagian 43: Dendam Gayatri
44 Bagian 44: Selendang sang Penari
45 Bagian 45: Saksi Penemuan Mayat
46 Perjanjian Siren karya baru Parasian
47 Bagian 46: Kutukan si Penari
48 Bagian 47: Wulan Terkunci di Kamar 13
49 Bagian 48: Kotak si Penari
50 Bagian 49: Kesakitan Intan
51 Bagian 50: Nyawa Pengganti
52 Bagian 51: Dia Meninggal!
53 Bagian 52: Upaya Memulihkan Wulan
54 Bagian 53: Selendang Hijau Sang Penari
55 Bagian 54: Percobaan Bunuh Diri
56 Bagian 55: Riwayat Misteri Kamar 13
57 Bagian 56: Pengantin Baru
58 Bagian 57: Janji Setia
59 Bagian 58: Ajakan Rujuk
60 Bagian 59: Diari
61 Bagian 60: Budak Sang Penari
62 Bagian 61: Rombongan Penari yang Mengerikan
63 Bagian 62: Dia yang Tidur di Kasurku
64 Bagian 63: Tamu Tidak Diundang
65 Bagian 64: Pembohong
66 Bagian 65: Kadal Comberan
67 Bagian 66: Tumbal Pesugihan
68 Bagian 67: Cemburu Itu Ada
69 Bagian 68: Buku Catatan
70 Bagian 69: Wanita di Rel Kereta Api
71 Bagian 70: Jadian
72 Bagian 71: Teror Intan
73 Bagian 72: Terjebak di Kampung Gaib Lagi
74 Bagian 73: Wanita yang Serupa Denganku
75 Bagian 74: Mimpi Buruk
76 Bagian 75: Identitas Pemilik Indekos
77 Bagian 76: Sop Buntut atau Jari Manusia
78 Bagian 77 : Tumbal Penglaris
79 Bagian 78: Pria Misterius
80 Bagian 79: Pemilik Indekos
81 Bagian 80: Kolam Maut
82 Bagian 81: Upaya Pembunuhan
83 Bagian 82: Topi si Penyerang
84 Bagian 83 : Madu Mongso
85 Bagian 84: Cerita Masa Lalu
86 Bagian 85 : Mimpi Kematian
87 Bagian 86: Pemanggilan Sebagai Saksi
88 Bagian 87: Harus Berani
89 Bagian 88: Musibah Menimpa Ridwan
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Bagian 1: Penemuan Mayat Mengerikan
2
Bagian 2: Wajah Yang Terekam Kamera
3
Bagian 3: Teror Malam Pertama
4
Bagian 4: Teror Hantu Kepala
5
Bagian 5: Kasus yang Tidak Selesai
6
Bagian 6: Dia Terus Mengikuti
7
Bagian 7: Korban Kamar Tiga Belas
8
Bagian 8: Dia yang Menyerupaiku
9
Bagian 9: Makanan dari Dunia Lain
10
Bagian 10: Angkringan Tak Kasat Mata
11
Bagian 11: Hantu Muka Rata
12
Bagian 12: Misteri Hilangnya Gayatri
13
Bagian 13: Terjebak di Makam Keramat
14
Bagian 14: Ada Apa di Gedung Itu?
15
Bagian 15: Ada Pocong!
16
Bagian 16: Senandung dari Dunia Lain
17
Bagian 17: Pengkhianat
18
Bagian 18: Siapa Kekasihmu?
19
Bagian 19: Teror Wanita Tanpa Rupa
20
Bagian 20: Cuekin Hantunya
21
Bagian 21: Kesurupan Massal
22
Bagian 22: Akibat Melanggar Peraturan
23
Bagian 23: Senandung Itu Kembali
24
Bagian 24: Finger Print
25
Bagian 25: Teror Hantu Ada Dimana Saja
26
Bagian 26: Kunti Ganjen
27
Bagian 27: Menunggu Sebuah Jawaban
28
Bagian 28: Pengkhianatan yang Terkuak
29
Bagian 29: Promo Diaper
30
Bagian 30: Ayam Cemani
31
Bagian 31: Mencuri Dengar
32
Bagian 32: Bunga Kantil
33
Bagian 33: Bubur Mie
34
Bagian 34: Kejutan!!
35
Bagian 35: Bedak Pelet
36
Bagian 36: Balas Dendam
37
Bagian 37: Gayatri Adalah...
38
Bagian 38: Rayuan si Cemeng
39
Bagian 39: Pergi ke Masa Lalu
40
Bagian 40: Kecantikan Gayatri
41
Bagian 41 : Ritual Pengusiran atau Pengundang
42
Bagian 42 : Amarah yang Membakar
43
Bagian 43: Dendam Gayatri
44
Bagian 44: Selendang sang Penari
45
Bagian 45: Saksi Penemuan Mayat
46
Perjanjian Siren karya baru Parasian
47
Bagian 46: Kutukan si Penari
48
Bagian 47: Wulan Terkunci di Kamar 13
49
Bagian 48: Kotak si Penari
50
Bagian 49: Kesakitan Intan
51
Bagian 50: Nyawa Pengganti
52
Bagian 51: Dia Meninggal!
53
Bagian 52: Upaya Memulihkan Wulan
54
Bagian 53: Selendang Hijau Sang Penari
55
Bagian 54: Percobaan Bunuh Diri
56
Bagian 55: Riwayat Misteri Kamar 13
57
Bagian 56: Pengantin Baru
58
Bagian 57: Janji Setia
59
Bagian 58: Ajakan Rujuk
60
Bagian 59: Diari
61
Bagian 60: Budak Sang Penari
62
Bagian 61: Rombongan Penari yang Mengerikan
63
Bagian 62: Dia yang Tidur di Kasurku
64
Bagian 63: Tamu Tidak Diundang
65
Bagian 64: Pembohong
66
Bagian 65: Kadal Comberan
67
Bagian 66: Tumbal Pesugihan
68
Bagian 67: Cemburu Itu Ada
69
Bagian 68: Buku Catatan
70
Bagian 69: Wanita di Rel Kereta Api
71
Bagian 70: Jadian
72
Bagian 71: Teror Intan
73
Bagian 72: Terjebak di Kampung Gaib Lagi
74
Bagian 73: Wanita yang Serupa Denganku
75
Bagian 74: Mimpi Buruk
76
Bagian 75: Identitas Pemilik Indekos
77
Bagian 76: Sop Buntut atau Jari Manusia
78
Bagian 77 : Tumbal Penglaris
79
Bagian 78: Pria Misterius
80
Bagian 79: Pemilik Indekos
81
Bagian 80: Kolam Maut
82
Bagian 81: Upaya Pembunuhan
83
Bagian 82: Topi si Penyerang
84
Bagian 83 : Madu Mongso
85
Bagian 84: Cerita Masa Lalu
86
Bagian 85 : Mimpi Kematian
87
Bagian 86: Pemanggilan Sebagai Saksi
88
Bagian 87: Harus Berani
89
Bagian 88: Musibah Menimpa Ridwan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!