Perlahan aku membuka simpul plastik hitam itu dengan hati-hati. Mulutku tidak henti mengucapkan doa-doa agar terhindar dari gangguan hantu. Terkejutnya aku ketika melihat isi plastik yang menurut Wulan isinya nasi goreng.
Isinya hanyalah dedaunan yang kering. Untunglah tidak ada benda aneh di dalamnya. Aku meminta Wulan menemaniku membuang sampah, aku tidak mau sendirian berada di luar rumah.
"Ikut!" Intan rupanya juga tidak mau ditinggal sendiri meski hanya sebentar. Tepat saat plastik itu jatuh di kamar, tiba-tiba saja ada bau busuk menyeruak berasal dari plastik itu.
"Kok jadi bau busuk seperti ini, ya?" Aku segera menutup hidungku karena tidak tahan dengan baunya.
"Bau apa sih? Perasaan aku tidak mencium bau-bau yang aneh," ujar Intan sembari mengendus-endus. Tindakan yang sama juga dilakukan oleh Wulan. Apa hanya aku yang mencium bau busuk ini. Karena penasaran aku mengambil kembali plastik hitam yang isinya daun kering itu.
"Argh!" Aku melempar plastik itu setelah tau isinya.
"Ada apa sih, Han? Kenapa kamu buang plastik yang isinya daun kering ini?" Wulan hendak memunguti isi dalam plastik yang berhamburan keluar. Buru-buru aku menepis tangannya agar tidak menyentuh benda menjijikkan itu.
"Jangan pegang! I-itu daging busuk dan penuh belatung! Ayo, kita masuk ke kamar!" Aku menyeret dua sahabatku dan sesegera mungkin mengunci pintunya. Aku yakin daging busuk itu adalah teror hantu itu.
"Daging busuk apa? Tadi kamu sendiri kan yang membuka kalau di dalam plastik itu daun-daun kering." Aku menggelengkan kepala menanggapi pertanyaan Intan. Walaupun aku juga tidak mengerti mengapa isi plastik itu bisa berubah dan hanya aku yang melihatnya.
"Sudah, kita istirahat dulu saja. Kita minta perlindungan pada Tuhan agar dijauhkan dari hal yang buruk."
Wulan bergegas berganti pakaian kerjanya dengan daster. Dia segera memintaku dan Intan tidak memikirkan hal aneh tadi. Entah berapa lama mataku terpejam, Wulan membangunkan aku karena merasa lapar.
"Han, anterin aku dong."
"Kemana?" tanyaku sembari mengucek mata yang masih berat ini.
"Ke bawah."
"Ngapain? Nanti didatangi hantu lagi." Aku merapatkan selimutku karena angin malam terkadang menyusup dari lubang ventilasi.
"Cuma sebentar, Han. Perutku lapar karena tadi tidak sempat makan keburu ada insiden hantu."
Terpaksa aku menemani ibu satu anak ini ke bawah. Meskipun ada rasa gentar juga karena harus keluar malam-malam begini. Di tangga menuju ke lantai satu, ada aroma bunga menyeruak.
"Lan, kamu cium bau-bau aneh tidak?"
"Tidak ada apa-apa. Kamu yang terlalu parno."
Walau takut, aku tetap berjalan mengekori wanita bergelar single parent ini. Angin malam yang bertiup kali ini terasa lebih menusuk bahkan terasa sampai ke tulang. Aku dan Wulan berjalan menyusuri jalanan yang sangat sepi.
"Lan, apa kita tidak akan takut dibegal?" Wulan hanya tersenyum tipis. Setelah cukup jauh kami mencari warung, aku dan Wulan menghentikan langkah dan masuk ke angkringan kecil.
"Pak, teh anget dua ya," pintaku pada seorang bapak-bapak yang memunggungi kamu. Pria yang rambutnya dipenuhi uban dan mengenakan baju hitam itu hanya mengangguk tanpa menoleh.
Malam ini sepertinya sahabatku sangat kelaparan, dia makan nasi kucing satu bungkus dalam sekali lahap. Aku belum selesai makan sebungkus nasi, sementara Wulan entah habis berapa bungkus. Wanita yang setauku sangat rapi ini membuang bungkus nasinya sembarangan sampai membuat warung ini terlihat kumuh.
"Lan, buang sampah di tong saja. Kasihan bapaknya nanti." Aku terkejut ketika aku menegurnya, Wulan justru tampak marah. Dia melotot ke arahku.
"Dasar cerewet!" Tidak hanya itu Wulan pun menggebrak meja angkringan dengan keras. Ada apa ini, apa ini perangai asli sahabatku ini, pemarah dan tidak bisa dinasihati.
"Sudah, maaf kalau begitu. Kamu jangan marah ya." Aku mengusap bahunya untuk sedikit mengurangi rasa amarahnya.
"Makanya kamu jangan terlalu ikut campur urusan orang lain! Aku mau bagaimana pun itu urusanku, ingat itu!"
Aku hanya mengangguk karena tidak ingin masalah ini berbuntut panjang. "Ya sudah. Ayo, kita lanjut makan."
Dalam hening dan di tengah embusan angin malam yang semakin dingin memeluk raga, aku dan Wulan melanjutkan makanku. Sesekali aku meliriknya yang belum juga berhenti makan. Selain nasi kucing, Wulan juga menyantap berbagai lauk yang terhidang di meja. Ada gorengan juga beberapa macam sundukan, seperti sate usus, telur puyuh, dan banyak lagi. Meja yang tadinya penuh dengan gorengan kini hampir kosong. Wulan bersendawa dengan keras dan sempat membuatku terkejut.
Mataku tidak lepas dari wanita yang ternyata mempunyai nafsu makan besar itu yang tengah meminum teh panas, bukan dari gelas tapi langsung dari teko atau ceret yang baru saja mendidih.
"Lan, hati-hati. Nanti lidahmu melepuh." Lagi-lagi Wulan memelototiku tanda tidak suka dengan ucapanku. Hanya beberapa detik setelah itu, Wulan tampak kesakitan. Tangannya mengibas-ngibaskan lidahnya yang terjulur.
"Tuh kan. Kamu sih, suka ngeyel kalau dibilangin. Sakit kan." Aku berusaha mengambil barang yang kira-kira bisa membantunya untuk mengurangi rasa sakit. Tapi tunggu, mengapa lidah Wulan semakin lama semakin panjang, bahkan sudah menyentuh dadanya. Aku mundur karena mulai merasa ada yang janggal dari temanku ini.
"Lan, ke-ke-kenapa lidahmu sangat panjang?" tanyaku dengan suara bergetar karena ketakutan mulai merasukiku. Lidah Wulan semakin memanjang, kini sudah menyentuh perutnya. Sudah jelas ini pasti sesuatu yang tidak beres. Aku berlari mendekati bapak penjual angkringan yang tengah mengipasi arang.
"To-tolong, Pak. Ada yang salah dengan teman saya." Karena tidak ada respon dari bapak itu. Aku menarik lengannya berharap pria itu menyadari aku membutuhkan bantuannya kali ini.
"Hmm."
"Argh!"
Sebenarnya ada apa ini, kenapa pria itu bisa memutar kepalanya 180 derajat. Posisi tubuhnya tetap membelakangiku tapi wajahnya yang sangat pucat menghadap ke arahku. Jarak wajahku dengannya hanya beberapa sentimeter saja.
Aku berteriak histeris dan berlari sekuat yang aku bisa. Dari kejauhan aku mendengar suara tawa yang menggelegar. Aku berlari ke sembarang arah berhadap ada seseorang yang bisa kumintai tolong.
Aku lega dari kejauhan bisa kulihat lampu menyala terang, sepertinya itu angkringan yang cukup ramai orang tengah menikmati makanan di sana. Semoga saja orang-orang di sana mau membantuku paling tidak menemukan jalan pulang.
Aku baru tinggal di daerah ini beberapa hari lalu, jadi aku tidak tau benar arah jalan menuju indekosku.
"Permisi! Adakah yang bisa menolong saya?" tanyaku dengan napas yang masih terengah-engah.
"Duduk!" Seorang wanita paruh baya menepuk kursi, memintaku untuk duduk sebentar. Sementara seorang gadis kecil menyerahkan segelas teh panas yang asapnya masih mengepul.
"Diminum!" Aku menyeruput teh dalam gelas bermotif lurik itu. Seketika rasa aneh memenuhi rongga mulutku. Manis tapi berbau aneh, tidak seperti kebanyakan aroma daun teh. Segera aku menepis keraguanku, saat melihat orang-orang yang duduk di sana tengah sibuk makan dan minum.
Bocah kecil itu kembali mendekatiku dan menyodorkan sepiring nasi lengkap dengan sayur dan lauknya. "Maaf, Cah Ayu. Mbak sudah kenyang tadi." Aku menolak pemberiannya. Selain aku sudah kenyang rasanya nafsu makanku hilang akibat hantu tadi.
Wanita paruh baya yang tadi memintaku duduk mengambil piring dari tangan bocah perempuan itu kemudian mengangsurkan padaku. Entah apa yang terjadi dengan perutku, tiba-tiba saja aku merasa lapar ketika menerima piring dari gerabah itu.
Aku hendak menyuapkan nasi ke mulutku saat seseorang menepuk bahuku.
"Mbak, ngapain jam segini di kuburan? Ngilmu ya?"
...----------------...
...--bersambung--...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
사랑의 여신 ^^
Asli merinding banget baca tiap episode'nya.. Thor,, horrornya parah banget ini,, berasa ga di kasih kesempatan buat bernafas.. 😭😭
2023-01-18
1
Herry Ruslim
gila banyak horornya yang sambung menyambung kaya tali jemuran,tapi paten.
lanjutkan Thor
2022-11-20
1