Bagian 15: Ada Pocong!

"Argh!" teriakku sekencang-kencangnya. Indah langsung menoleh ke arahku. Bukan hanya Indah, beberapa teman yang kebetulan satu sift denganku ikut berkerumun mendekatiku.

"Ada apa, Mbak?"

"U

"I-itu," ucapku sembari menutup mataku karena takut sosok hantu yang paling aku takuti sejak lama masih ada di sana.

"Itu apa, Mbak? Jangan bikin kita penasaran." Seorang gadis lain mencoba bertanya padaku.

"I-itu, di gedung spinning a-ada po-pocong," ucapku tergagap. Sementara tanganku mengarah ke jendela tempat pocong tadi berdiri tegap dengan wajah yang menghitam serta kapas yang menyumbat hidungnya. Ada lelehan merah yang keluar dari sudut matanya. Bibirnya yang hitam tersenyum menyeringai memamerkan giginya yang hitam dan runcing. Dari mulutnya meleleh air liur tapi bukan air liur yang bening seperti pada umumnya manusia seperti kita. Air liur itu berwarna kehitaman juga bercampur warna merah.

"Mana, Mbak? Di sana tidak ada apa-apa?"

Perlahan aku membuka mataku. Dengan keberanian yang nyaris sirna aku mengarahkan pandangan ke jendela tempat dimana makhluk mengerikan itu menampakkan dirinya kepadaku. Jendela yang tadinya terang benderang sudah menjadi gelap gulita. Tidak ada apapun yang terlihat di sana. Setidaknya aku bisa bernapas lega karena hantu itu sudah pergi.

"Di-dimana hantu tadi? Kenapa se-sekarang hilang? Tadi dia ada, berdiri tepat di situ,Ndah."

"Tenang, Mbak Hanna jangan takut ada Indah di sini. Indah kan sudah janji buat jagain Mbak Hanna." Indah mengusap punggungku berusaha menenangkan hatiku.

"Istigfar, Mbak," bisiknya lembut karena tangan dan kakiku sedari tadi tidak berhenti gemetar. Bagaimana tidak, seumur hidup baru kali ini aku melihat pocong dalam dunia nyata. Selama ini hanya dalam film atau pun dalam mimpi seramku.

"Astagfirullah." Begitu kalimat istigfar terlontar dari mulutku, kaki dan tangan ini seketika berhenti bergetar.

"Ndah, kita masuk yuk! Aku takut kalau pocong itu terlihat lagi."

"Ya sudah, ayo." Dengan lembut tangannya menggandengku untuk masuk ke dalam gedung produksi.

Namun beberapa langkah aku meninggalkan kerumunan orang itu, aku bisa mendengar perbincangan beberapa orang yang tadi sempat mengerumuniku.

"Kamu percaya tidak sama penampakan yang dilihat mbak itu?"

"Entahlah. Percaya tidak percayalah. Ya kita tau gedung itu memang menyeramkan tapi kenapa hanya dia yang melihatnya?"

"Mungkin yang bisa melihat seperti itu tergantung berat tidaknya dosa."

"Iya kah? Masa seperti itu. Kalau begitu yang bisa lihat hak begituan dosanya yang banyak apa yang sedikit?"

"Entahlah, lebih banyak mungkin."

Tawa mereka bergema, menggoreskan luka yang begitu dalam. Aku tau mereka hanya bercanda tapi tetap saja harusnya mereka lebih bijak dalam berucap. Aku melihat tangan Indah terkepal erat, pasti dia pun tersinggung dengan kelakar orang-orang yang menganggap kejadian mengerikan itu hanyalah sebuah lelucon.

"Mbak, kupingku panas. Pengen ngelabrak orang-orang itu," ujar Indah lirih. Aku mengusap bahunya dengan lembut.

"Yang tenang. Biarkan orang berucap apapun. Berdoa saja agar mereka dijauhkan dari hal-hal gaib seperti ini." Jika tadi Indah yang buru-buru mengajakku masuk, sekarang gantian aku yang memintanya untuk bergegas masuk ke gedung produksi.

Suara mesin jahit bersatu padu di dalam gedung bagai lantunan lagu yang syahdu. Karena suara inilah yang nantinya akan mengantar setiap pemegangnya pulang membawa uang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga masing-masing.

Aku melakukan tugasku sebaik mungkin, berusaha tidak ada kesalahan-kesalahan yang aku perbuat meski itu hanya sedikit. Terkadang aku harus memberi arahan pada beberapa operator yang melakukan kesalahan. Aku berusaha melakukannya selembut mungkin dan tidak melukai perasaan orang. Ada beberapa pekerja yang dengan lapang dada dan ramah menerima kritikan dariku. Namun, ada pula mereka yang tidak suka dengan apa yang sudah aku katakan kepada mereka. Mereka menganggap aku hanyalah anak baru yang tidak seharusnya mengatur mereka.

"Ribet banget sih. Ini cuma miring sedikit tidak terlalu kentara. Biasanya juga Mbak Wanti tidak mengapa tetap saja diluluskan tapi kenapa kamu tidak?"

"Mbak, ini masalahnya posisi label sangat terlihat kalau tidak rata. Jarak antara kiri dan kanan juga jauh berbeda. Lebih baik diperbaiki dari sekarang dari pada nanti ketika sudah selesai semua dan hasil produksi kita seperti ini, semua kerja meras kita ini akan percuma karena sudah pasti ditolak atasan."

"Anak baru saja songong," ucap wanita itu lirih tapi tetap saja terdengar. Ingin rasanya membalas ucapannya itu tapi panggilan dari seorang pekerja di line yang lain membuatku menunda menyelesaikan masalah ini.

"Ada apa, Mbak?"

"Mbak Hanna, ucapannya Juniyati jangan diambil hati ya. Dia memang di line itu terkenal sok senior. Mentang-mentang karyawan lama di sini."

Aku hanya tersenyum tipis menanggapi rekan satu line Indah. "Kalau senior harusnya sudah tau semua aturan dan standar yang berlaku di garmen ini. Apalagi hal sederhana seperti pasang label pada produk. Semuanya ada ketentuan yang sangat detail dan sudah tercantum di buku SOP."

"Mau bagaimana lagi, Mbak. Mbak Wanti saja sudah menyerah kalau berurusan sama Juniyati."

"Mbak Wanti itu QC yang biasa line mereka?"

"Iya, Mbak. Kalau kebagian satu sift sama mereka suka kesel sendiri. Jangankan QC, itu supervisor pernah dilalap sama dia."

Aku mengerutkan kening, bagaimana bisa seorang karyawan biasa justru berani pada atasannya. "Memangnya dia yang punya pabrik ini sampai supervisor takut sama dia?" bisikku pada Indah. Indah menggelengkan kepala, ini justru membuatku semakin bingung. Lalu apa yang ditakutkan orang-orang dari perempuan yang mungkin usianya baru kepala tiga itu.

"Dia itu istrinya kepala keamanan juga di pabrik ini. Dulu ada staf yang mengatur wanita itu di depan umum entah karena apa. Besoknya dapat kabar staf itu dipukuli oleh orang tidak dikenal. Orang-orang percaya bahwa itu pasti orang suruhannya Juniyati."

Miris juga mendengar cerita kearoganan orang yang seharusnya menjaga keamanan pabrik justru menebar teror.

"Pokoknya kalau kesalahannya tidak fatal jangan ditegur ya, Mbak. Kalau misal dia salah, minta tolong ke Linda saja untuk memperbaikinya." Indah menunjuk seorang gadis yang bersimpuh di lantai serta tengah memotong sisa benang yang menjuntai dari baju yang sudah selesai dijahit. Aku mengangguk perlahan dan kembali ke meja untuk melanjutkan pekerjaanku lagi.

Di tengah deru mesin jahit yang bersahutan, ada tawa dan canda yang terdengar dilontarkan bergantian untuk menghilangkan rasa kantuk yang mulai menyerang. Musik dangdut yang sengaja dipasang agar menambah semangat, rasanya cukup membantu para pekerja tidak terhanyut dalam kantuk. Sesekali terdengar semuanya serempak bernyanyi bersama meski tangan-tangan tidak berhenti berkarya. Tanpa terasa bel tanda istirahat berdering. Semua orang segera mematikan mesinnya dan berhamburan keluar.

Duduk bersila di lobi gedung, masing-masing dengan kegiatannya. Ada yang makan sambil bermain ponsel. Ada yang tengah menyeruput kopi dan ada yang memilih merebahkan badannya di sembarang tempat. Untuk ke kantin tidak memungkinkan selain kondisinya gelap gulita, di sana juga tidak ada yang jual apapun. Mereka berjualan hanya saat pagi dan siang hari saja Sementara itu aku dan Indah memilih makan nasi kucing yang kami beli di angkringan dekat rumah Indah sebelum tadi berangkat kerja. Nasi satu bungkus sudah membuatku kenyang apalagi aku memang tidak pernah makan malam di jam seperti ini, jam tiga pagi. Usai makan, aku melihat hampir semua orang merebahkan dirinya dan berusaha tidur walau sejenak untuk memulihkan tenaga.

Aku akan tidur ketika tiba-tiba rasa ingin buang air kecil membuatku terbangun dan segera berlari ke kamar mandi. Kamar mandi di sini memang sedikit kotor karena pekerja cleaning service yang sangat terbatas, jadi terkadang membersihkannya pun asal-asalan.

Aroma tembakau menguar ketika aku membuka pintu ruangan yang berisi empat toilet itu. Di salah satu toilet terlihat asap membumbung. Aku tau dari baunya saja sudah menduga bahwa ada seseorang tengah merokok di sana. Dengan cepat aku membuang hajatku. Namun, aneh begitu aku keluar, asap itu sudah hilang dan pintu kamar mandi juga terbuka. Tidak ada tanda-tanda ada orang di sini selain aku. Ada rasa takut yang menyergap tapi tidak, aku harus bisa melawan rasa ini.

Aku melantunkan salawat dengan lirih agar sedikit mengurai rasa takut yang sempat mendera. Aku menatap pantulan diriku yang terpampang di cermin besar, nampak mataku memerah dan berkantung seperti panda, mungkin mengantuk apalagi selama hidup baru kali ini merasakan bekerja di malam hari.

Aku membasuh wajah dengan air, saat air itu menyentuh kulitku rasanya benar-benar dingin. Senyumku terkembang, rupanya upayaku agar kembali segar berhasil.

Ponselku berdering menandakan ada sebuah panggilan masuk. Begitu aku mengeluarkan dari saku celanaku, deringnya berhenti bahkan layar ponselku mati. Ah, aku baru ingat tadi, bukankah ponselku dalam keadaan mati, jadi rasanya tidak mungkin ada seseorang yang berhasil menghubungiku.

Mataku kembali menatap pantulan diriku. Tiba-tiba saja wajahku yang hanya diam. Namun, begitu aku menatap sosok itu lebih teliti dia tersenyum semakin lama semakin lebar dan menyeramkan.

...----------------...

...--bersambung--...

Terpopuler

Comments

YT FiksiChannel

YT FiksiChannel

curiga gw ama nasi kucing.

2023-01-23

0

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1: Penemuan Mayat Mengerikan
2 Bagian 2: Wajah Yang Terekam Kamera
3 Bagian 3: Teror Malam Pertama
4 Bagian 4: Teror Hantu Kepala
5 Bagian 5: Kasus yang Tidak Selesai
6 Bagian 6: Dia Terus Mengikuti
7 Bagian 7: Korban Kamar Tiga Belas
8 Bagian 8: Dia yang Menyerupaiku
9 Bagian 9: Makanan dari Dunia Lain
10 Bagian 10: Angkringan Tak Kasat Mata
11 Bagian 11: Hantu Muka Rata
12 Bagian 12: Misteri Hilangnya Gayatri
13 Bagian 13: Terjebak di Makam Keramat
14 Bagian 14: Ada Apa di Gedung Itu?
15 Bagian 15: Ada Pocong!
16 Bagian 16: Senandung dari Dunia Lain
17 Bagian 17: Pengkhianat
18 Bagian 18: Siapa Kekasihmu?
19 Bagian 19: Teror Wanita Tanpa Rupa
20 Bagian 20: Cuekin Hantunya
21 Bagian 21: Kesurupan Massal
22 Bagian 22: Akibat Melanggar Peraturan
23 Bagian 23: Senandung Itu Kembali
24 Bagian 24: Finger Print
25 Bagian 25: Teror Hantu Ada Dimana Saja
26 Bagian 26: Kunti Ganjen
27 Bagian 27: Menunggu Sebuah Jawaban
28 Bagian 28: Pengkhianatan yang Terkuak
29 Bagian 29: Promo Diaper
30 Bagian 30: Ayam Cemani
31 Bagian 31: Mencuri Dengar
32 Bagian 32: Bunga Kantil
33 Bagian 33: Bubur Mie
34 Bagian 34: Kejutan!!
35 Bagian 35: Bedak Pelet
36 Bagian 36: Balas Dendam
37 Bagian 37: Gayatri Adalah...
38 Bagian 38: Rayuan si Cemeng
39 Bagian 39: Pergi ke Masa Lalu
40 Bagian 40: Kecantikan Gayatri
41 Bagian 41 : Ritual Pengusiran atau Pengundang
42 Bagian 42 : Amarah yang Membakar
43 Bagian 43: Dendam Gayatri
44 Bagian 44: Selendang sang Penari
45 Bagian 45: Saksi Penemuan Mayat
46 Perjanjian Siren karya baru Parasian
47 Bagian 46: Kutukan si Penari
48 Bagian 47: Wulan Terkunci di Kamar 13
49 Bagian 48: Kotak si Penari
50 Bagian 49: Kesakitan Intan
51 Bagian 50: Nyawa Pengganti
52 Bagian 51: Dia Meninggal!
53 Bagian 52: Upaya Memulihkan Wulan
54 Bagian 53: Selendang Hijau Sang Penari
55 Bagian 54: Percobaan Bunuh Diri
56 Bagian 55: Riwayat Misteri Kamar 13
57 Bagian 56: Pengantin Baru
58 Bagian 57: Janji Setia
59 Bagian 58: Ajakan Rujuk
60 Bagian 59: Diari
61 Bagian 60: Budak Sang Penari
62 Bagian 61: Rombongan Penari yang Mengerikan
63 Bagian 62: Dia yang Tidur di Kasurku
64 Bagian 63: Tamu Tidak Diundang
65 Bagian 64: Pembohong
66 Bagian 65: Kadal Comberan
67 Bagian 66: Tumbal Pesugihan
68 Bagian 67: Cemburu Itu Ada
69 Bagian 68: Buku Catatan
70 Bagian 69: Wanita di Rel Kereta Api
71 Bagian 70: Jadian
72 Bagian 71: Teror Intan
73 Bagian 72: Terjebak di Kampung Gaib Lagi
74 Bagian 73: Wanita yang Serupa Denganku
75 Bagian 74: Mimpi Buruk
76 Bagian 75: Identitas Pemilik Indekos
77 Bagian 76: Sop Buntut atau Jari Manusia
78 Bagian 77 : Tumbal Penglaris
79 Bagian 78: Pria Misterius
80 Bagian 79: Pemilik Indekos
81 Bagian 80: Kolam Maut
82 Bagian 81: Upaya Pembunuhan
83 Bagian 82: Topi si Penyerang
84 Bagian 83 : Madu Mongso
85 Bagian 84: Cerita Masa Lalu
86 Bagian 85 : Mimpi Kematian
87 Bagian 86: Pemanggilan Sebagai Saksi
88 Bagian 87: Harus Berani
89 Bagian 88: Musibah Menimpa Ridwan
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Bagian 1: Penemuan Mayat Mengerikan
2
Bagian 2: Wajah Yang Terekam Kamera
3
Bagian 3: Teror Malam Pertama
4
Bagian 4: Teror Hantu Kepala
5
Bagian 5: Kasus yang Tidak Selesai
6
Bagian 6: Dia Terus Mengikuti
7
Bagian 7: Korban Kamar Tiga Belas
8
Bagian 8: Dia yang Menyerupaiku
9
Bagian 9: Makanan dari Dunia Lain
10
Bagian 10: Angkringan Tak Kasat Mata
11
Bagian 11: Hantu Muka Rata
12
Bagian 12: Misteri Hilangnya Gayatri
13
Bagian 13: Terjebak di Makam Keramat
14
Bagian 14: Ada Apa di Gedung Itu?
15
Bagian 15: Ada Pocong!
16
Bagian 16: Senandung dari Dunia Lain
17
Bagian 17: Pengkhianat
18
Bagian 18: Siapa Kekasihmu?
19
Bagian 19: Teror Wanita Tanpa Rupa
20
Bagian 20: Cuekin Hantunya
21
Bagian 21: Kesurupan Massal
22
Bagian 22: Akibat Melanggar Peraturan
23
Bagian 23: Senandung Itu Kembali
24
Bagian 24: Finger Print
25
Bagian 25: Teror Hantu Ada Dimana Saja
26
Bagian 26: Kunti Ganjen
27
Bagian 27: Menunggu Sebuah Jawaban
28
Bagian 28: Pengkhianatan yang Terkuak
29
Bagian 29: Promo Diaper
30
Bagian 30: Ayam Cemani
31
Bagian 31: Mencuri Dengar
32
Bagian 32: Bunga Kantil
33
Bagian 33: Bubur Mie
34
Bagian 34: Kejutan!!
35
Bagian 35: Bedak Pelet
36
Bagian 36: Balas Dendam
37
Bagian 37: Gayatri Adalah...
38
Bagian 38: Rayuan si Cemeng
39
Bagian 39: Pergi ke Masa Lalu
40
Bagian 40: Kecantikan Gayatri
41
Bagian 41 : Ritual Pengusiran atau Pengundang
42
Bagian 42 : Amarah yang Membakar
43
Bagian 43: Dendam Gayatri
44
Bagian 44: Selendang sang Penari
45
Bagian 45: Saksi Penemuan Mayat
46
Perjanjian Siren karya baru Parasian
47
Bagian 46: Kutukan si Penari
48
Bagian 47: Wulan Terkunci di Kamar 13
49
Bagian 48: Kotak si Penari
50
Bagian 49: Kesakitan Intan
51
Bagian 50: Nyawa Pengganti
52
Bagian 51: Dia Meninggal!
53
Bagian 52: Upaya Memulihkan Wulan
54
Bagian 53: Selendang Hijau Sang Penari
55
Bagian 54: Percobaan Bunuh Diri
56
Bagian 55: Riwayat Misteri Kamar 13
57
Bagian 56: Pengantin Baru
58
Bagian 57: Janji Setia
59
Bagian 58: Ajakan Rujuk
60
Bagian 59: Diari
61
Bagian 60: Budak Sang Penari
62
Bagian 61: Rombongan Penari yang Mengerikan
63
Bagian 62: Dia yang Tidur di Kasurku
64
Bagian 63: Tamu Tidak Diundang
65
Bagian 64: Pembohong
66
Bagian 65: Kadal Comberan
67
Bagian 66: Tumbal Pesugihan
68
Bagian 67: Cemburu Itu Ada
69
Bagian 68: Buku Catatan
70
Bagian 69: Wanita di Rel Kereta Api
71
Bagian 70: Jadian
72
Bagian 71: Teror Intan
73
Bagian 72: Terjebak di Kampung Gaib Lagi
74
Bagian 73: Wanita yang Serupa Denganku
75
Bagian 74: Mimpi Buruk
76
Bagian 75: Identitas Pemilik Indekos
77
Bagian 76: Sop Buntut atau Jari Manusia
78
Bagian 77 : Tumbal Penglaris
79
Bagian 78: Pria Misterius
80
Bagian 79: Pemilik Indekos
81
Bagian 80: Kolam Maut
82
Bagian 81: Upaya Pembunuhan
83
Bagian 82: Topi si Penyerang
84
Bagian 83 : Madu Mongso
85
Bagian 84: Cerita Masa Lalu
86
Bagian 85 : Mimpi Kematian
87
Bagian 86: Pemanggilan Sebagai Saksi
88
Bagian 87: Harus Berani
89
Bagian 88: Musibah Menimpa Ridwan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!