Rasa penasaran tentang siapa sosok yang dilihat Mbak Arum di sampingku selama kami berbincang belum terjawab. Sambungan telepon antara aku dan orang rumah tiba-tiba saja terputus. Sinyal full, paket data juga masih banyak, apa mungkin di tempat Bapak sedang ada masalah.
Bulu kudukku merinding saat pertanyaan Mbak Arum terngiang. Siapa yang sebenarnya dia lihat. Padahal sudah jelas aku di kamar ini seorang diri. Ah sudahlah, lebih baik aku mengisi perut dengan nasi putih dan serundeng bekal yang aku bawa dari Ungaran tadi, semoga saja masih enak.
Jarak antara Solo dan Ungaran tidak terlalu jauh juga, seharusnya nasi dan lauknya masih layak makan. Aku bernapas lega karena bekalku masih bisa digunakan untuk mengganjal perutku. Aku harus menekan biaya hidup sehemat mungkin. Karena uang yang aku bawa harus cukup sampai waktu gajian tiba. Aku tersenyum menertawakan diriku yang sudah memikirkan gaji padahal kerja saja belum.
Saat aku tengah menyantap makanan, tiba-tiba saja serundeng yang terbuat dari parutan kelapa itu bergerak-gerak. Segera aku menyendok serundeng yang seolah bergerak itu. Aku mempertajam indera penglihatanku agar bisa melihat dengan jelas.
"Astagfirullah!" Aku melempar piring yang tengah kupegang hingga isinya berserakan mengotori lantai kamarku. Jantungku hampir saja berhenti berdegup setelah memastikan serundeng yang aku makan bukanlah parutan kelapa tapi belatung yang masih hidup.
Rasanya tidak mungkin serundeng itu berbelatung. Mbak Arum baru memasaknya semalam tapi dari mana hewan yang menjijikkan itu datang. Anehnya setelah nasi dan serundeng itu berserakan ke tanah para belatung itu pun lenyap. Dengan jijik aku membersihkan bekas nasi yang berserakan, takut kalau hewan kecil itu datang lagi. Perlahan aku menyapu kamar meski langit sudah gelap.
"Jangan menyapu di malam hari kalau tidak mau ada musibah." Aku mendengar suara yang terbawa angin, entah siapa yang mengucapkannya. Meski hatiku gentar pada suara yang entah dari mana itu tetap saja aku melanjutkan pekerjaanku menyapu dan membuang kotoran di tong sampah yang letaknya di depan pintu kamarku. Rasanya tidak mungkin membiarkan kamarku kotor, bisa-bisa mengundang semut di kamarku.
Saat aku ada di luar kamar, tiba-tiba saja pintu kamarku tertutup dan menimbulkan suara yang cukup keras seperti ada yang membanting pintu dengan kemarahan padahal saat ini tidak ada angin yang bertiup. Aku berusaha menenangkan hatiku meski terkejut dan takut. Aku berharap semua itu terjadi akibat tiupan angin.
Segera aku buka pintu kamar karena sedari tadi aku merasa ada yang tengah mengawasi gerak-gerikku padahal tidak ada aktivitas dari penghuni yang lain.
Aku melanjutkan aktivitasku dengan memilih baju pertama yang akan aku kenakan besok hari. Aku harus tampil rapi dan sempurna di hari pertama kerja. Tidak boleh ada yang salah. Aku memilih kemeja warna biru muda dan celana kain warna hitam. Setelah itu, aku menyetrika baju dan celana yang telah kupilih kemudian kugantungkan di capstock yang tersedia di balik pintu kamarku.
Aku memutuskan untuk tidur agar esok hari saat kerja kondisiku dapat prima. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba saja wajahku basah seperti ada yang memercikkan air. Di dalam keadaan mata tertutup aku mengusap air yang membasahi wajah. Apa mungkin ada kebocoran di langit-langit tapi bukankah tepat di atas kamarku adalah kamar juga. Jadi, mana mungkin ada kebocoran.
Perlahan aku membuka mataku, samar aku melihat di langit-langit kamarku berputar kipas angin. Pantas saja kamar ini sejuk rupanya ada dua kipas angin sebagai fasilitasnya tapi bukankah tadi siang hanya ada kipas yang menempel di dinding, lalu siapa yang memasangnya atau mungkin tadi aku tidak memerhatikan karena sibuk mengobrol dengan Ibu Wati.
Di saat kesadaranku hampir pulih, mataku menangkap sesuatu yang janggal di kipas angin. Ada sesuatu yang menggantung di sana. Wujudnya menyerupai kepala yang sudah tertebas, pada bagian lehernya terus mengucurkan darah.
"Aaargh!" Mataku semakin terbelalak saat menyadari yang aku kira itu air rupanya darah telah menciprati wajah bahkan badanku. Sontak aku berdiri dan hendak berlari keluar untuk meminta pertolongan seseorang. Namun, langkahku terhenti ketika pintu kamar mandi terbuka, sesosok wanita berwajah rata dan berbaju putih dengan bercak kecoklatan keluar dari sana. Perlahan mendekat ke arahku. Aku ingin berteriak agar seseorang menolongku tapi kerongkonganku seperti tercekat.
Wanita itu semakin dekat, dadaku semakin sesak. Setelah itu gelap dan tidak ada kurasakan apa pun. Mungkin inilah yang dinamakan pingsan.
Entah berapa lama aku tidak sadar hingga aku merasa seseorang menepuk pipiku perlahan. Mataku memicing takut hal yang mengerikan seperti tadi terulang. Hatiku lega, saat kipas di langit-langit kamarku sudah lenyap karena memang tidak ada. Aku merapatkan selimut yang sempat tersingkap sedikit. Sepertinya kejadian yang aku alami tadi juga hanya mimpi buruk. Karena kalau nyata harusnya aku tidur tepat di dekat pintu. Saat ini aku sudah ada di kasur serta tidak ada darah di wajahku.
Aku memindahkan posisi tidurku menghadap ke arah dinding kamar. Mataku yang masih samar-samar menangkap ada sesuatu di depanku. Putih dan panjang, mungkin ini guling. Rasa kantukku membuatku lupa bahwa kamar ini tidak ada guling yang disediakan. Aku memeluk guling itu untuk mengusir hawa dingin yang menyeruak. Tapi tunggu, kenapa saat tanganku menyentuhnya benda itu terasa sangat dingin.
Mataku mengerjap untuk memastikan benda yang tengah kupeluk itu.
"Aaargh! Apa ini? Kenapa ada tubuh tanpa busana dan penuh luka di kamarku? Di-dia juga tidak berkepala!"
Sontak aku bangkit berdiri dan segera lari tunggang-langgang langsung meninggalkan kamarku. Aku harus mencari pertolongan tapi semua kamar di lantai satu dalam keadaan gelap seperti tidak ada kehidupan. Oh iya, aku tau harus ke mana. Segera aku berlari menuju tangga untuk ke kamar Intan dan Wulan. Aku harus meminta bantuan ke mereka.
Dengan terengah-engah aku berlari menaiki tangga. Apa ini? Kenapa tidak juga sampai di ujung tangga? Padahal sepertinya aku sudah menaiki banyak tangga.
"Bu Wati! Wulan! Intan! Tolong aku!" Tidak ada seorang pun yang terlihat di ujung sana. Di tengah usahaku untuk sampai di ujung tangga, indera pendengaranku menangkap suara tangisan. Saat aku menoleh ke belakang, terlihat sesosok wanita berbaju putih serta rambut panjang dan gimbal tengah merayap perlahan naik tangga sembari menangis. Kakiku yang semula terus berlari kini hanya kaku seolah terpaku oleh anak tangga.
"Tidak! Lepaskan!" Aku berteriak ketakutan saat tangan dengan kuku panjang dan hitam itu mencengkeram pergelangan kakiku. Wajah wanita itu mendongak ke arahku. Matanya merah menyala dengan darah terus meleleh dari sudut mata. Bibirnya yang hitam dan lebar menyeringai memamerkan gigi runcing serta mulutnya penuh dengan belatung.
"Lepaskan aku! Jangan ganggu aku!" Teriakanku begitu keras tapi sepertinya tidak ada yang mendengar. Di saat kakiku dalam cengkeraman wanita mengerikan itu, dari arah atas terdengar suara seperti benda jatuh. Mataku terbelalak dan napasku juga tercekat. Bagaimana tidak? Sebuah kepala dengan rambut panjang menggelinding seperti bola menuju ke arahku. Kepala itu berhenti tepat di depanku, menatapku dengan tajam. Wajahnya hancur dan ada beberapa belatung yang terlihat menggerogoti potongan kepala itu.
...----------------...
...--bersambung--...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
deiry saputra
ahhh. . kurang serem lah. . . membosankan
2024-03-03
0
Yuli Eka Puji R
kemaren baca ini beberapa hari ga bs tidur takut sendirian siang bolong ttp nyalakan lampu, lah kok penasaran lg 🤧🤧
2023-06-26
0
Yuli Eka Puji R
kan bs km lap dan pel tanpa harus km sapu dlu ambilin nasi yg berserakan
2023-06-26
0