Raka melangkah menyusuri jalan menuju meja yang sudah di pesan Amel. Ada rasa bahagia bila menatap wajah ayunya. Namun, ada juga rasa gelisah saat ini.
Kegelisahan karna Raka meninggalkan Seruni seorang diri di rumah.
Kejam. Raka mengakui dirinya memang kejam. Tetapi Ia tidak tau lagi. Sisi hatinya yang terdalam memberontak hebat, menuntut untuk segera memenuhi keinginan menemui Amel.
Tatapan mata Raka terpaku pada sosok cantik yang duduk sendiri di pojok ruangan. Menyesap segelas minuman dingin, dan netranya bersirobok dengan mata Raka.
Senyumnya, demikian menawan dengan mata yang tiba-tiba berbinar. Raka sampai larut dalam keanggunan yang Amel miliki. Dari dulu, hingga kini.
"Mas, sini." Senyum tipis Raka ulas di depan Amel, saat Amel melambaikan tangan. Ada rasa teduh dan nyaman.
Raka langkahkan kakinya mendekat ke arah Amel.
"Kamu sudah lama menunggu? Maaf, saya terlambat." Ungkap Raka kemudian.
"Nggak apa-apa. Baru tujuh menit."
Jawab Amel sembari melirik jam yang melekat pada pergelangan tangannya.
Perbincangan mereka terjeda, saat pelayan datang dan membawakan buku menu. Raka hanya memesan kopi untuk Ia nikmati bersama Amel malam ini.
"Mas, kamu cakep."Kata Amel tiba-tiba.
Salah tingkah, tentu Raka salah tingkah dengan ucapan Amel kali ini. Astaga, a
Raka tak tahan di buatnya. Hatinya terlanjur berbunga-bunga.
"Kamu juga cantik." Balas Raka.
"Makasih." Sahut Amel kemudian.
"Kamu ngajak saya ketemuan, mau cerita apa?" Tanya Raka, dan Ia lihat Amel menunduk dengan sudut matanya mulai berair.
"Mas Arya salah paham waktu itu. Mantan pacar yang dia maksud, itu adalah mantanku saat SMA dulu. Aku dan dia nggak sengaja ketemu dan saling tukar nomor ponsel. Bahkan dia sudah menikah dan istrinya tengah hamil tua.
Tapi mas Arya menuduhku seolah-olah aku .... " Air mata Amel mulai menetes perlahan.
"Sudah. Jangan di lanjutkan. Saya percaya sama kamu. Kamu wanita yang baik." Ungkap Raka.
Seorang pelayan datang dengan membawakan Raka segelas kopi hitam yang masih panas.
Amel terlihat memalingkan wajahnya untuk mengusap pipinya yang tadi berair.
"Sudah. Saya yakin kamu nggak seperti itu." Tukas Raka kemudian.
"Aku menyesal, mas. Sangat menyesal." Ungkap Amel.
"Apa maksud kamu?" Tanya Raka lagi.
Jujur saja, Raka tak mengerti kemana arah pembicaraan Amel kali ini.
"Saat mas Raka waktu itu datang untuk melamar Seruni, sempet aku denger selentingan kabar kalau, mas Raka sebenarnya, nggak bersedia di jodohkan dengan Seruni. Apa itu bener?" Tanya Amel mulai berani.
Nafas Raka tercekat saat itu juga. Namun beruntung Raka masih bisa mengendalikan dirinya. Bagaimana mungkin Raka tertangkap basah bahwa Raka pernah mencintai Amel, dulu?
Ya Tuhan. Jawaban apa yang sekiranya pantas Raka lontarkan untuk pertanyaan Amel?
"Ya." Jawab Raka jujur. Apa adanya.
"Kenapa?" Tanya Amel.
"Karna saya sudah lama memendam cinta untuk kamu. Sayangnya, kamu sudah memiliki calon waktu itu." Jawab Raka.
"Aku tau." Ungkap Amel.
Lagi-lagi, Raka dibuat bingung dengan kata-kata Amel ini.
"Dan aku menyesal pernah menolak kamu, mas." Sambungnya lagi.
"Tunggu, tunggu. Apa maksudnya ini?" Tanya Raka menyaksikan.
Raka meraih cangkir kopi dan Ia sesap perlahan guna menghalau kebingungan yang melanda.
"Aku sebenarnya mulai suka sama kamu, mas. Melihat kamu terlihat mesra sama Seruni, ada sudut hatiku yang nggak terima melihat kamu ....
Ya sudah lah, aku ... nggak seharusnya aku ngomong gini." Ungkap Amel.
Raka melihat Amel tersenyum getir. Tatapan matanya penuh luka. Hatinya mulai bergetar dengan ungkapan Amel yang gamblang.
Amel mencintai Raka, begitupun dengan Raka yang juga mencintai Amel, ah bagaimana ini?
Apa yang harus Raka lakukan?
"Maaf, tapi sekarang kita berada di jalan yang berbeda. Saya sudah memiliki Seruni yang sudah melayani saya dengan baik." Ucap Raka, masih bisa mengendalikan diri.
Amel mendongak, menatap Raka kian dalam.
Hati pria mana yang tidak tergoda dengan sorotnya yang nampak rapuh, menuntut untuk di lindungi.
"Ya. Aku juga akan berusaha menekan ego dan perasaanku terhadap kamu, mas. Aku tau aku salah. Nggak seharusnya aku menyukai adik ipar aku sendiri." Ucap Amel.
"Percayalah, Amel. Saya juga mencintai kamu. Tapi saya nggak berdaya karna saya memiliki Seruni sebagai istri." Sahut Raka.
Raka mengerang pelan penuh frustasi.
"Aku nggak memaksa kamu, mas. Aku cukup tau dan sadar diri. Aku cuma mau curhat dan aku nyaman curhat sama kamu. Udah itu aja nggak lebih." Ucap Amel.
Hening. Raka memyesap kopinya kembali.
"Bagaimana kalau kita menjalin hubungan dengan diam-diam?" Ucap Raka tiba-tiba.
Amel menatap Raka lagi. Kali ini berbeda. Ada binar di matanya, meski di sudutnya nampak berkaca-kaca.
"Maksud kamu??" Tanya Amel.
"Saya mencintaimu Amel. Dan kamu juga mencintai saya. Saya jelas nggak bisa menghalau perasaan ini begitu saja.
Cinta saya sudah tumbuh dari dulu terhadap kamu. Apa salahnya kalau kita .... " Ujar Raka. Setan mulai lancar membisiki lelaki itu.
"Jelas salah, mas. Jelas salah. Kamu suami adik aku. Aku juga cinta sama kamu. Tapi ...."
"Saya nggak akan memaksa kamu." Jawab Raka kemudian.
Amel menunduk. Raka juga hanya diam mengamatinya, menunggu sekiranya reaksi apa yang akan Amel keluarkan di depan Raka.
"Aku bersedia." Jawab Amel singkat.
~~
Malam kian larut. Hati Seruni cukup cemas malam ini yang entah karna apa.
Bukan karna dirinya sendirian di rumah tanpa Raka, melainkan Raka yang tidak kunjung pulang di malam yang hampir larut ini. Sekali lagi, seruni menghubungi ponsel suaminya tak bisa di hubungi.
Ada apa ini?
Apa yang terjadi dengan Raka?
Tidak pernah ia seperti ini tanpa kabar selama mereka menikah.
Tiba-tiba, ada suara notifikasi pesan dari ponsel Seruni.
Tertera nama Andri di sana, Tak hanya Andri, rupanya juga Mia. Mereka memang kerap kali makan bersama di luar saat malam hari.
Dengan malas, Seruni membuka ponselnya. Mata Seruni seketika membola dengan sempurna saat menatap sebuah foto yang Andri kirimkan.
Foto itu menampakkan foto Raka dan Amel. Akhirnya, apa yang Seruni takutkan terjadi juga. Di foto itu, Raka tengah mengusap pelan pipi Amel yang berurai air mata.
Hati wanita mana yang tidak perih?
Hati seorang adik mana yang tidak pedih?
Raka masih suami Seruni, dan selamanya akan tetap menjadi suaminya. Sedang Amel juga kakak Seruni. Apa yang mereka lakukan di belakang Seruni sebenarnya?
Tak lama, Andri menulis pesan yang terkirim pada Seruni. .
Nyet, Suami Lo lagi ada main belakang sama kakak Lo. Lo harus cerdas mulai sekarang.
Besok pagi, gue tunggu Lo di cafe seberang tempat kerja gue.
Nggak Nerima penolakan. Mia juga akan datang besok, jam 1 siang. Titik.
Ada apa ini?
Astaga. Setan apa yang merasuki mereka saat ini?
Tak lama, suara deru mobil Raka terdengar. Seruni mengusap air matanya dengan ujung piyama yang Ia kenakan. Sebisa mungkin, Seruni tak mau Raka tahu dirinya usai menangis.
Seruni perlu mencari tau sendiri. Karna Ia tidak akan lega jika tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri.
"Mas, kenapa malam banget pulangnya?" Tanya Seruni. Seruni lihat, Raka datar-datar saja. Sama sekali tak mencurigakan.
"Saya tadi ada janji dengan rekan kerja. Maaf, Lain kali kalau saya pulang larut lagi, kamu nggak perlu nunggu saya. Lebih baik kamu tidur duluan." Ujar Raka.
Sungguh, kalimatnya kali ini seakan memberi Seruni isyarat tentang kepulangannya yang larut malam di waktu-waktu yang akan datang.
Seruni bertekad harus mencari tau secepatnya.
"Kamu, nggak makan dulu?" Tanya Seruni
"Saya lelah, Runi. Biarkan saya istirahat saja." Jawab Raka
Seruni menunggu di ranjang. Setelah Raka usai mandi dan merebahkan tubuhnya di ranjang, Seruni mendekatinya. Ia peluk pinggang Raka yang membelakanginya.
Alangkah terkejutnya Seruni, Raka tidak seperti malam-malam sebelumnya. Tangannya di hempaskan perlahan oleh Raka.
"Biarkan saya seperti ini, Runi. Saya lebih nyaman posisi seperti ini tanpa di usik." Ungkapnya.
Mataku Seruni berair malam ini, mengalir karna luka di sepanjang malam saat suaminya tertidur pulas dengan dengkuran halusnya.
Tetiba, mata Seruni memburam dan kepalanya terasa pening. Perutnya mual dan ingin muntah saat ingat foto yang Andri kirimkan tadi.
~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments