Malam kembali menyapa. Malam ini, sesuai dengan penuturan Raka kemarin sore dan juga pernyataan ibu, Raka sekeluarga kembali datang untuk menentukan tanggal pernikahan Seruni dan Raka.
Seruni duduk di sofa tepat di hadapan Raka. Ya, keduanya duduk saling berseberangan. Namun entah mengapa, ada sorot mata terluka yang Seruni lihat dari netra mata Raka malam ini.
Seruni hanya berharap, semoga Wiraka benar-benar menjalani pernikahan ini dengan sepenuh hati. Seruni tak mau, rumah tangga yang harusnya langgeng, malah justru akan membuatnya dirinya dan Raka saling melukai.
Dengan jantung yang bertalu-talu, Seruni memberanikan diri menatap netra mata Raka lebih dalam. Ia susuri kedalaman matanya yang nampak menggoda, namun sanggup menghanyutkan itu. Benar-benar mempesona.
Seruni tidak tahu apa yang terjadi dalam diri Raka. Perasaan tak nyaman melihat sorot luka dari pancaran mata pRaka, membuat Seruni penasaran.
Seruni abaikan semua pembicaraan para orang tuanya dan Raka. Entahlah. Hingga suara pak Herman sanggup menghentikan tatapan Seruni pada Raka.
"Pernikahan kalian akan di gelar dalam jarak waktu dua puluh tiga hari ke depan, Raka, Runi." Seruni mengalihkan pandangannya ke arah bapaknya.
"Secepat itu kah, pak?" Tanya Seruni cepat.
"Ya." Bapak menjawab datar.
Seruni dan Raka hanya mengangguk pasrah. Keduanya mengabaikan raut kebahagiaan dari wajah bapak dan ibu. Sedang kedua orang tua Raka, entahlah. Seruni tak bisa mengartikan pandangan mereka terhadap dirinya.
"Maaf, paman Herman, boleh saya berbicara berdua dengan Seruni?"
Ucap Raka tiba-tiba.
"Oh boleh, silahkan, silahkan."
Tatapan bapak kemudian beralih pada Seruni.
"Runi, ajak calon suamimu ke halaman belakang." Imbuhnya kemudian.
Seruni mengangguk ke arah bapak.
"Ayo mas".
Tukas Seruni kemudian. Ia arahkan langkah menuju ke halaman belakang sesuai dengan arahan bapak. Ia tak mau banyak membantah dan membuat masalah, bila tak ingin nantinya di gampar sama bapak.
...
Raka mengikuti langkah wanita bertubuh mungil nan langsing, namun berisi di hadapannya ini. Perasaannya sungguh sangat kacau malam ini. Raka hanya tidak mau nanti membuat masalah bila ia tetap bertahan di dalam sana.
Ya Tuhan, kenapa Raka harus secepat ini menikahi Seruni?
"Ayo mas Raka... duduk di sana."
Telunjuk Seruni mengarah pada ayunan di samping gazebo belakang. Raka hanya mengangguk saja dan mengikuti langkah gadis itu.
Usai keduanya duduk saling berhadapan, Raka dan seruni saling pandang.
"Pernikahan kak Amel akan di gelar empat puluh lima hari lagi. Pestanya cukup meriah kata bapak, mas." Ucap Seruni membuka percakapan.
Dada Raka seperti terremas linu saat mendengar kabar bahwa Amel akan segera menikah secepat itu. Meski Ia tahu Amel tetap akan menikah, namun tak urung membuatnya tidak bisa menyembunyikan wajah mendungnya.
"Oh, ya?" Raka merasa hanya perlu sedikit berakting di hadapan gadis ini untuk meyakinkan bahwa Ia tetap baik-baik saja. Tidak. Runi tidak boleh tahu kalau sebenarnya, Raka mencintai Amel sejak dulu.
"Ya. Oh ya, maaf ya mas Raka, aku, sebenarnya aku di desak ibu merubah panggilanku sama mas. Maaf tiba-tiba aku panggil mas tanpa seijin njenengan." Ucap Seruni dengan sopan.
Raka terpana di tempatnya, karena baru kali ini melihat sisi lain dari diri calin istrinya itu, yang lembut dan santun.
"Nggak apa-apa." Raka mengulas senyum tipis guna menutupi kemelut di hatinya saat ini.
Seruni tidak boleh tahu dengan apa yang Raka rasakan.
"Oh ya, mas. Apa, mas Raka nggak keberatan dengan pernikahan kita yang di percepat?" Tanya seruni dengan suara lirih. Dapat Raka tangkap nada hati-hati yang meluncur dari bibir Seruni yang ranum. Raka paham, paham sekali dengan keresahan yang gadis ini rasakan.
Raka terdiam sejenak, tengah memikirkan jawaban yang sekiranya pantas. Juga berpikir positif, mungkin dengan di percepat nya pernikahannya dan Seruni, akan semakin baik untuk membantunya melupakan Amel.
Ya... Semoga saja.
"Nggak apa-apa sih. Lagipula, usia saya sudah lebih dari cukup bila harus menikah".
Raka melihat, mata Seruni menyipit penuh perhitungan.
"Memangnya, berapa usia mas Raka?" Tanya Seruni yang dilanda rasa penasaran.
"Tiga puluh tahun."
"Apa??" Mata Seruni melotot ke arah Raka.
"Kenapa? Apa saya setua itu?" Tanya Raka kmudian.
"Eng ... enggak .... Cuma ... kaget aja." Jawab Seruni
Raka terdiam sejenak, berusaha mencari topik yang sekiranya enak untuk ia bahas bersama Seruni.
"Apa usia saya terlalu tua untuk kamu? Atau kamu merasa terganggu dengan semua ini?" Tanya Raka pada Seruni.
"Enggak kok pak. Cuma kaget aja. Beneran deh." Sahutnya dengan bibir yang tak lepas dari senyuman. Meski sudah tiga puluh tahun, tapi Raka terlihat lebih muda dari usianya di mata Seruni.
"Apa saat ini, kamu menjalani sebuah hubungan nggak sederhana bersama seorang pria? Jujur saja. Maksud saya, semacam kekasih, mungkin?" Tanya Raka sedikit kepo.
"Enggak mas. Tenang aja." Jawab Seruni jujur.
"Oh. Bagus lah .... Ngomong-ngomong, akhir pekan nanti, saya mau mengajak kamu untuk berjalan-jalan ke sebuah tempat. Kalau kamu bersedia sih." Ucap Raka.
Raka perlu mendekati Seruni supaya nanti ia terbiasa dekat dengan mahasiswinya ini sebagai pendamping hidup. Biarlah, mengubur cinta pada Amel dengan menikahi adiknya. Apa itu kedengarannya tidak terlalu aneh?
Entahlah.
"Aku mau sih, mas. Tapi, takutnya nanti aku ditinggal di tempat gitu aja kayak kemaren? Aku udah kayak lagi berantem sama pacar berasanya." Jawab Seruni.
"Maaf. Ya, kamu boleh aja menganggapnya begitu." Sahut Raka.
"Ya udah deh, mas. Aku mau." Pada akhirnya, seruni berusaha untuk membuka diri dan hatinya untuk Wiraka.
~~
Dan di sinilah mereka berdua berada.
Ketika akhir pekan membebaskan keduanya dari penatnya pekerjaan yang menuntut untuk professional. Mereka duduk bersisian dengan Seruni di tepi pantai beralaskan sandal masing-masing.
Dulu, Raka memimpikan momen-momen ini bisa dia jalani bersama Amel. Sayangnya, angan ini tiba-tiba harus kandas yang berujung pada Seruni lah yang duduk di samping Raka saat ini.
Kami hanya diam. Tidak ada yang tiba-tiba ingin menyapa duluan.
Hingga hening beberapa saat, Raka melihat seruni menatapnya lebih berani dan lekat-lekat. Entah apa maksudnya, Raka tak begitu mengerti.
"Mas.... Setelah menikah nanti, kita kan, emmm .... " Ucap Runi yang terputus.
Raka menatap Seruni penuh tanya. Apa yang sebenarnya mau disampaikan oleh gadis ini?
"Ada apa, Seruni?" Tanya Raka kemudian.
"Em... aku rasa ku nggak perlu alat kontrasepsi dulu, deh. Kan katanya mas Raka, kita perlu menyesuaikan diri dulu."
Ucap Seruni lirih dan malu, berbisik di telinga Raka dengan kelima jarinya menutupi antara telinga Raka dan bibir Seruni.
Raka tersenyum ke arah Seruni.
"Terserah kamu saja. Tapi andai nanti saya siap menerima kamu, dan kita berhubungan sejauh itu, saya rasa kamu nggak perlu pakai apapun alat pencegah kehamilan.
Saya anak satu-satunya. Usia saya juga sudah cukup matang untuk bisa memiliki keturunan. Biarpun kamu nanti hamil, saya rasa itu bukan masalah." Jawab Raka yang berpikir realistis.
Raka hanya berpikir secara realistis saja. Tetapi itu nanti, setelah Raka dan gadis di sampingnya ini, sudah bisa saling menerima satu sama lain sebagai pasangan.
Raka melihat kedua pipi Seruni memerah. Seperti malu, mungkin.
"Iya deh, mas." Jawab Seruni pelan.
Kebisuan kembali menyergap keduanya. Ada banyak hal yang perlu Raka yakinkan untuk dirinya sendiri, bahwa Ia tak akan menyesali perjodohan dengan adik kandung dari wanita yang amat sangat Raka cintai itu.
Berharap bahwa dengan begini, Raka bisa segera menepis bayang-bayang Amel dari benaknya setiap saat.
Ya, semoga saja.
~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments