Perjalanan Seruni di sore hari ini terasa sangat hangat. Senyum tak ia lunturkan barang sebentar saja dari bibirnya.
Duduk di bangku samping kemudi, Seruni menatap jalanan di luar mobil.
Mengingat kembali waktu perpisahannya tadi saat sebelum ikut suaminya, Raka, ada rasa sedih namun bahagia yang ia rasakan.
Sedih karna ia harus berpisah dengan keluarga, bahagia karna akhirnya, ia tak akan mendapat jatah Omelan harian dari ibu.
Lamunan Seruni terhenti ketika mobil yang di kendarai Raka ini memasuki pelataran sebuah rumah yang cukup mewah. Tatapan tak suka menyambut Seruni pertama kali dari ayah mertua. Berbeda dengan ibu mertua yang nampak datar saja.
Tak ada penyambutan hangat dan pendar kebahagiaan yang mereka keluarkan untuk menyambut kedatangan Seruni. Momen ini tidak seperti mertua yang menyambut kedatangan menantunya dengan penuh suka cita.
"Selamat datang, nak." Ujar ibu Raka.
Seruni mengangguk dan mencium takzim jemari kedua mertuanya itu. Meski ia tak di sambut hangat, tetapi Seruni tak mau juga bila harus bersikap cuek terhadap mertuanya, bukan?
Toh ini kedatangannya untuk yang pertama kali ke rumah ini.
"Raka, ajak istrimu ke kamarmu, nak." Suara lembut ibu Raka, membuat Seruni bahagia.
"Iya Bu." jawab Raka.
Seruni bergegas mengikuti langkah Raka menuju kamarnya, meninggalkan ibu dan ayah yang hanya diam seribu bahasa.
Setelah usai menata pakaiannya ke dalam lemari, Seruni keluar kamar berniat untuk membantu ibu yang memasak untuk makan malam.
Senyum ibu, entahlah. Terkesan semakin di paksakan setiap kali Seruni hadir. Dan yang lebih membuat Seruni tak nyaman adalah tatapan tak suka ayah mertua terhadapnya.
Rupanya, tantangan Seruni kali ini adalah, mengambil hati Raka dan ayahnya. Oh tuhan, sungguh berat tugas yang di emban Seruni kali ini.
"Bu, buatkan kopi panas dengan sedikit gula, ya." Suara ayah Raka terdengar kalem namun penuh wibawa.
Dengan sigap, Serunj berusaha menggantikan ibu menbuatkan kopi untuk ayah.
"Biar Seruni saja, Bu." Ujar Seruni kemudian.
"Ya sudah, jangan terlalu manis, bapak nggak suka minuman yang manis-manis." sahut ibu. Seruni hanya mengangguk saja dan mengambil alih gelas yang berada dalam genggaman ibu, ia seduh kopi dan segera ia suguhkan pada ayah mertua.
"Ini, pak, kopinya." Ucap Seruni.
"Hmmm." Sahut ayahnya Raka, singkat.
Ayah hanya melirik sekilas.
Diam-diam, Seruni merasa khawatir karna takut kalau-kalau ayah tak suka dengan kopi buatannya.
Seruni kembali ke arah dapur, berniat melanjutkan aktifitasnya membantu ibu memotong sayuran.
Hingga telinga Seruni mendengar suara lantang ayah memaki kopi yang Seruni buat.
"Huh!! Kopi macam apa ini?" Tanyanya dengan suara penuh amarah.
Seruni segera keluar dengan jantung berdebar. Hatinya tak karuan.
"Kamu bikin kopi apa bikin kolek, sih? Kamu mau saya diabetes dengan minuman yang manis-manis?" Hardik ayah Raka kemudian.
Seruni seketika memucat. Di saat yang bersamaan, Raka muncul dan sama sekali tak ada niatan membela Seruni, atau sekedar mendinginkan suasana hati bapak.
Ya Tuhan.
Belum sehari Seruni menjadi menantu di rumah ini, ayah mertuanya sudah menunjukkan dengan nyata ketidak sukaan pada seruni
"Ma-maafkan Runi, ayah. Bi-biar Runi buatkan yang ba, baru". Suara Seruni tersendat-sendat di tenggorokan, seolah ada bongkahan batu yang membuat dadanya terasa sesak.
Seruni harus kuat, Ia harus kuat!
Begitulah cara Seruni membisikkan kekuatan pada dirikunya sendiri. Berharap, ini hanyalah angin lalu yang akan segera enyah seiring waktu berjalan.
"Tidak perlu!" Suara ayah mertua, terdengar lebih lembut namun tetap membuat Seruni sakit. Ibu hanya menghela nafas berat.
"Ma-maafkan Seruni, Bu." Kata seruni, seraya menatap ibu.
"Nggak apa-apa. Lain kali jangan di ulangi." Jawab ibu mertua Seruni itu.
Hanya itu kalimat yang ibu lontarkan sebelum pergi meninggalkan Seruni
Ia lihat Raka hanya berdiri dan memandang Seruni dengan tatapan yang sulit ia artikan.
"Mas." Panggil Seruni pada Raka, namun Raka justru berbalik pergi. Hati seruni tentu sakit karenanya.
Seharusnya, Raka mendekati Seruni dan memberinya semangat dan dukungan agar istrinya itu lebih tenang. Nyatanya, Raka meninggalkan Seruni dan semakin membuat mental Seruni terjatuh seketika.
Seruni benar-benar sendiri sekarang!!
~~
Ini adalah pagi ke dua pernikahan Raka bersama Seruni. Usai kejadian semalam, Seruni sama sekali tak mengajak Raka berbicara atau sekedar nerbasa-basi. Begitupun dengan Raka yang tak mau ambil pusing dengan hal remeh temeh seperti itu.
Apa Raka keterlaluan membiarkan istrinya tersudutkan semalam? Raka tidak tahu.
Raka bangkit dari lantai, melipat sajadah yang tadi ia gunakan menunaikan ibadah. Ia lihat tadi Seruni pun telah usai sholat dan meninggalkan kamar. Lalu, di mana dia sekarang?
Ah, biarkan saja.
Raka langkahkan kakinya menuju luar rumah untuk melakukan rutinitas olah raga pagi, meski hanya sekedar jogging. Saat sampai di ruang tengah, ia dengar suara gaduh di dapur. Apa ibu sudah memasak sepagi ini?
Segera saja Raka memutuskan untuk mengeceknya. Dan benar saja, ibu sudah berkutat di sana.
Lalu, kemana Seruni?
"Raka, kamu mau kemana?" Tanya ibunya.
"Mau lari pagi dulu, Bu. Seruni, apa Seruni nggak ke dapur dari tadi?" Tanya Raka menghampiri ibunya, mengecup pipinya sekilas.
Raka melihat ibu mendongak dan tersenyum.
"Oh, dia pamit mau ke pasar dan minta catatan belanjaan yang mau di beli sama ibu. Belum lama dia berangkat. Katanya dia, kamu kasih uang belanja".
Raka sedikit terkejut dengan pernyataan ibu. Bukankah Raka katakan padanya bahwa itu uang jajan Seruni? Bukan untuk belanja kebutuhan dapur ibu.
Raka menautkan alisnya sebagai pertanda bingung.
"Apa dia sendirian?" Tanya Raka.
"Ya iya lah Raka, kamu pikir dia bakal pergi sama siapa?" Ibu balik bertanya.
"Oh yaudah Bu, Raka pamit dulu." Timpal Raka kemudian.
"Hmmmm hati-hati." sahut ibu.
Lelaki itu hanya mengangguk dan berlalu pergi.
Meninggalkan ibu yang berkutat dengan.l peralatan dapurnya itu.
~~
"Mas, sudah pulang? Ini teh buat kamu." Ucap Seruni.
Wiraka tiba di rumah saat matahari telah terbit sedikit timggi. Ia lihat Seruni muncul dengan wajah segarnya.
"Iya." Menyeruput teh hangat yang seruni buatkan untuk Raka, Rasanya pas di lidah Raka. "Seruni, ayo duduk sini. Saya mau ngomong."
Tanpa membantah, gadis bertubuh mungil ini menurut dan duduk di hadapan Raka. Saat ini, mereka sedang berada di teras rumah.
"Ada apa, mas?" tanya Seruni penasaran.
"Kamu, kemarin kan saya kasih uang jajan, bukan untuk belanja dapur, kenapa kamu pakai untuk belanja dapur?" Tanya Raka.
"Nggak apa-apa kok, mas." Jawab Seruni.
"Ya sudah, nanti sepulang kuliah, kamu ikut saya ke distro milik saya. Sudah seminggu saya nggak ngontrol ke sana. Berangkat kuliah kamu pakai ojek online aja deh, nggak usah bawa motor. Nanti pulangnya, tunggu saya di halte dekat kampus. Kamu, nggak apa-apa kan nunggu di halte?" Kata Raka tanpa perasaan.
Raka melihat wanita pemilik tubuh mungil ini tersenyum, dan tak ada raut tersinggung sama sekali di wajahnya.
"Iya, nggak apa-apa. Oh jadi mas Raka juga punya distro ya, selain jadi dosen?
Runi baru tau." ujarnya.
"Iya, ya sudah saya mau mandi dan sarapan. Takut terlambat ke kampusnya." Ujar Raka kemudian.
Seruni hanya mengangguk dan mengekor di belakang Raka. Hingga suara teriakan ayah menghentikan langkah Seruni dan Raka.
"Istri kamu itu kenapa nggak becus masak dan melakukan pekerjaan dapur, Raka?
Apa dia mau bikin ayah mati karna darah tinggi? Kenapa masakannya asin sekali?"
Suara bapak melengking, seiring dengan denyutan nyeri di hati Seruni.
Penderitaan Seruni, telah di mulai.
~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments