Dilema

Raka memeluk dengan erat wanita yang Ia cintai itu. Dia yang berhambur ke dalam pelukan, sungguh sangat wanita yang rapuh. Dia seperti kupu-kupu indah yang terbang bebas merdeka mengitari wilayah bumi yang rentan akan bahaya.

Katakanlah, aura yang ia miliki adalah aura yang butuh perlindungan.

Sejenak Raka memejamkan mata, menyesap wangi khas shampo yang lumayan menggetarkan hati. Ia hirup dalam aroma yang begitu menenangkan. Akhirnya, Hingga sekian tahun lamanya, Raka bisa meski hanya membawa wanita ini ke dalam dekapanku.

Wangi ini, meski berbeda dengan wangi Seruni yang biasa Raka nikmati, tapi sungguh membuatnya merasa nyaman dan tenang.

Oh astaga, Seruni.

Raka segera mengurai pelan pelukannya pada Amel. Ia lirik Seruni yang sudah berderai air mata.

"Seruni .... " Gumam Raka kemudian.

Sorot matanya terluka, ada pendar luka yang berhasil Seruni tunjukkan. Ada kepedihan yang tersirat dalam netra matanya.

Apakah, apakah Seruni cemburu? Dan apakah dia benar-benar sudah mencintai Raka?

Tanpa menjawab, istri Raka yang mungil itu berbalik dan berlalu pergi menuju kamarnya. Sungguh Raka merasa tak enak dengan Ibu mertua yang mematung di tempatnya.

"Ehm." Raka segera menetralkan suasana dengan berdehem pelan.

"Maaf, Bu. Saya .... "

"Oh, nggak apa-apa, Ibu yang minta maaf.

Amel ... mungkin dia butuh sandaran dan butuh seseorang yang mau meminjamkan bahunya untuk bersandar. Jangan pikirkan Seruni, Dia memang suka membesar-besarkan masalah." Ungkap ibu.

Raka mematung tak percaya. Jadi, beginilah perlakuan keluarga istrinya terhadap sang istri?

Jemari kanan ibu membelai penuh sayang rambut Amel. Raka sendiri heran, mengapa ibu tak marah dan kalimatnya terkesan menjelek-jelekkan Seruni.

"Saya, pamit menemui Seruni dulu, Bu." Ujar Raka kemudian

"Ya sudah, temui dulu sana." Jawab ibu.

Raka berlalu pergi melangkahkan kakinya menuju kamar yang di tempati Seruni. Meski rumah ini tak terlalu besar seperti kediaman Raka, tetapi setiap memindai sudut ruangan yang bersih ini, merasa nyaman tinggal di dalamnya.

"Runi." Panggil Raka sambil membuka pintu dan mendekati Seruni yang duduk di tepi ranjang. "Kamu..... Cemburu?".

"Apakah sangat ironis bila istri cemburu pada lelaki yang menjadi suaminya, mas?" Tanya Seruni sarkas.

Bukannya menjawab, Seruni justru melempar tanya pada Raka. Raka tersenyum lebar.

"Nggak ironis. Terima kasih sudah mencintai saya." Jawab Raka.

Di saat yang bersamaan, Raka memeluk Seruni seperti dia tadi memeluk Amel. Seruni tentu sedih, sangat sedih. Bagaimana mungkin Amel tega mau merebut miliknya?

Ah tidak, Seruni hanya terlalu jauh dalam berprasangka.

Amel sedang bersedih, Amel sedang berduka karna perceraiannya. Tidak pantas saja bila Seruni cemburu buta dengan saudaranya sendiri.

Tapi kan, biar bagaimana pun juga, Seruni ini istrinya. Tidak bisa dong, seenaknya saja Amel main peluk Raka begitu saja?

"Ya udah, ayo pulang. Saya lelah. Nanti malam harus mengontrol distro yang baru."

Lengan kokoh Raka melepas pelukannya.

"Kamu mau ikut?"

Dan Seruni selalu luluh dengan suara lirihnya. Entahlah.

Suaranya seperti sihir yang menguasai otak dan hati Raka.

Seruni menganggukkan kepala sebagai jawaban. Ia keluar dari kamar dan di ikuti Raka di belakangnya. Sesampainya di ruang tengah, Seruni lihat ibu sedang mengusap-usap pelan bahu Amel. Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir Amel. Apa tidak ada niatan minta maaf karna dia sudah bersalah pada Seruni?

Begitu juga ibu yang memandang Seruni dengan wajah datar. Sungguh. Hati Seruni seperti terremas linu seketika. Semua kejadian tak mengenakkan tadi seolah bukanlah apa-apa bagi mereka.

"Bu, saya sama Seruni mau pamit pulang. Maaf merepotkan ibu seharian ini. Runi mungkin bosan sendirian di rumah, makanya saya antar kesini." Kata Raka.

Raka pamit dengan kalimat yang sopan.

Dan di saat yang bersamaan, Amel menatapku dengan pandangan yang sulit aku artikan.

"Nggak apa-apa, Raka. Sering-seringlah main kemari biar Amel nggak kesepian." Jawab ibu.

Apa-apaan ini? Apa Raka yang hanya di suruh kesini? Kenapa aku di abaikan saja sama ibu?

"Saya usahakan, Bu. Saya, saya pamit." Raka melirik Seruni, memberi isyarat agar ikut pamit juga pada ibu.

Seruni menyalami ibu dan Ia berpamitan segera. Seruni tidak betah lama-lama di rumah ini.

"Runi pamit juga, Bu." Pamit Seruni.

"Ya udah, hati-hati di jalan." Jawab Seruni.

Tak lupa, Seruni lirik kakaknya itu.

"Runi pamit, kak."

Amel hanya mengangguk sebagai jawaban, kemudian matanya melirik Raka. Berbeda dengan Raka yang membuang tatapannya ke arah lain. Apa maksud Amel seperti ini?

Dan kini, Seruni keluar rumah ibu dan ibu mengantarnya dan Raka hingga ke pintu depan.

~~

Semenjak kejadian itu, Raka melarang Seruni mengunjungi kediaman orang tuanya sementara waktu. Bukan karena Raka suami yang egois, tetapi karna Raka enggan untuk ketemu dengan Amel.

Dan sudah hampir lima bulan berlalu. Raka dan seruni tentu baik-baik saja. Saat di usia setahun pernikahan, istri Raka itu belum juga di karuniai malaikat kecil dalam rahimnya.

Padahal, entahlah.

Raka bahkan sudah tidak sabar ingin segera di panggil ayah.

Saat ini, mereka sedang berbincang di ruang tengah. Seruni baru saja memasak puding mangga kesukaan Raka. Istrinya itu sudah mulai hapal dengan kebiasaan dan semua kebutuhan Raka. Bahkan apa-apa tentang yang Raka sukai dan tidak.

Tiba-tiba ponsel Raka berbunyi saat ia berbincang ringan dengan Seruni.

"Siapa, mas?" Seruni bertanya dengan menyuapkan se-sendok puding mangga.

Nama Amel tertera di sana. Raka merasa tak enak hati bila harus berbincang dengan Amel di depan Seruni. Maka, Ia memutuskan menjauh dari Runi untuk menjawab telepon Amel.

"Runi, saya angkat telepon dulu, dari rekan sesama dosen di kampus." Raka melihat Seruni mengangguk saja tanpa rasa curiga.

Raka ayunkan langkahnya menuju halaman belakang.

"Halo."

Raka menyapa lebih dulu Amel yang ada di seberang sana.

"Mas Raka. Aku, apa aku gangguin kamu?"

Suara lembut nan mendayu-dayu itu semakin jelas terdengar, mengakibatkan jantung Raka berdetak liar tanpa kendali.

Astaga, getaran itu masih ada.

"Ya, ada apa?" Tanya Raka kemudian.

"Aku, aku butuh temen curhat, mas. Aku .... " Sahut Amel.

"Lalu?" Tanya Raka kemudian.

"Bolehkah kalau aku meminta waktu mu untuk bertemu berdua? Inginnya ngajak Seruni. Tapi, dia kayak kurang suka gitu kalau aku ajak jalan berdua. Mas tahu kan, kalau aku sama dia beda?" Kata Amel tanpa tahu diri.

"Beda dari mana? Bukankah kalian saudara dan sama-sama perempuan?"

Bisa Raka dengar dengusan lirih dari Amel.

"Tapi ... aku kurang cocok sama Runi meski kami saudara." Ungkap Amel blak-blakan.

Raka diam sejenak. Ia pikir, apakah suatu kesalahan jika ia menerima ajakan Amel?

Oh tapi Raka rasa tidak.

"Baiklah, bagaimana kalau besok sore?" Tanya Raka.

"Kalau sore aku nggak bisa, mas. kalau malam, aku bisa." Ungkap Amel antusias.

"Ya sudah, nanti malam tunggu saya di cafe dekat kampus tempat saya kerja." Kata Raka.

"Makasih ya, mas. Aku tutup dulu teleponnya." Sahut Amel kemudian.

Sambungan telepon terputus secara sepihak.

Raka dilema, antara benar dan salah, logika dan nuraninya bertentangan. Bila nuraninya berkata tak seharusnya ia menemui Amel, tetapi logikanya mengatakan, ini kesempatannya mendekati Amel.

Lantas, bagaimana dengan Seruni?

Raka benar-benar dalam dilema sekarang.

~~

Terpopuler

Comments

Sepriyanti Adelina

Sepriyanti Adelina

Amelnya.juga udah kayak jalang ajaa nggak lihat sikon

2022-11-09

3

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 65 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!