"Apa mau kamu sebenarnya, Seruni?" Suara Raka menggema dalam ruangannya dengan nada dingin. Seruni yang memang tak suka dengan perjodohan ini pun, sama sekali tak menganggap Raka calon suaminya.
"Saya nggak mau apa-apa, pak. Saya cuma pasrah aja dan berusaha nggak membantah bapak saat bapak menyuruh saya keluar." Jawab Seruni jujur.
Gadis itu sengaja menggunakan bahasa formal saat ini, karna disini Raka adalah dosen.
"Kamu tau alasan kamu saya suruh keluar?" Tanya Raka.
"Ya. Karna saya melamun saat berlangsungnya kelas bapak." Jawab Seruni apa adanya.
"Dan kamu nggak merasa bersalah dengan hal itu?" Tanya Raka yang sudah tak habis pikir, dengan mahasiswi yang satu ini.
"Terus saya harus gimana, pak? Nangis sambil guling-guling di depan kelas, gitu?" Tanya Seruni balik bertanya.
Seruni melihat Raka menunduk dan memijit keningnya pelan. Apa mungkin dia merasa stress? Entahlah. Seruni tidak peduli.
"Tolong, Seruni. Saya tau apa yang menjadi beban pikiran kamu. Kamu boleh kepikiran tentang perjodohan kita. Tetapi kalau bisa, jangan menjadikan hal itu sebagai alasan kamu nggak fokus sama mata kuliah Saya.
Ingat, masa depan kamu ke depannya lebih penting. Kamu harus bisa memilah-milah mana yang baik dan tidaknya untuk diri kamu nantinya di masa depan." Ujar Raka, menasihati.
Mendengar perkataan serius dari Raka, membuat Seruni terbersit ide jahil untuk menggoda Raka. Persetan dengan malu.Toh Raka akan segera menjadi calon imam Seruni di masa depan.
"Iya, masa depan saya lebih penting. Dan masa depan saya itu, pak Wiraka Subagio." Sahut Seruni dengan senyum menggoda.
Seruni melempar senyum yang sengaja ia buat semanis mungkin. Ia mendengar Raka mendengus sebal.
"Kali ini kamu saya bebaskan. Tapi lain kali, jangan ulangi lagi. Toh ini juga demi kebaikan kamu." Ujar Raka kemudian. Kepalanya semakin pening karena menghadapi Seruni. Pantas saja orang tuanya sudah kewalahan.
"Baik pak." Jawab Seruni.
"Besok malam saya sama kedua orang tua saya akan kembali berkunjung ke rumah kamu untuk membicarakan tanggal pernikahan kita." Ungkap Raka.
"Udah tahu saya tentang itu, pak." Sahut Seruni.
"Ya." Raka menghela nafas panjang.
"Tapi ... kalau memang bapak harus di jodohkan sama saya, kenapa kelihatannya orang tua bapak kayak nggak suka sama saya?" Tanya Seruni.
Tiba-tiba saja ia ingat waktu itu. Ada pandangan tak suka yang orang tua pak Raka arahkan pada Seruni. Ada sesuatu yang mengganjal dan tak tak tahu itu apa.
Seruni perlu tahu sekarang dan ia perlu mengantisipasi sesuatu yang sekiranya tak baik ke depannya.
Seruni tatap lekat Raka yang memandangnya dengan pandangan yang tak bisa diartikan. Sumpah, seruni semakin salah tingkah dan merasa jantungnya berdegub kencang, hanya karna sebuah tatapan.
Aneh. ini benar-benar aneh.
"Kamu jalani saja dan tidak usah berpikiran yang aneh-aneh." Jawab Raka datar.
Namun, ekspresi wajahnya nampak ganjil saat ini. Seperti ada sesuatu yang ... Seruni tak tahu itu apa. Namun jelas Raka menyembunyikan dari Seruni.
"Ya sudah, pak. Terima kasih".
Ucap Seruni dengan tulus.
"Nanti sepulang dari kampus, kamu ... mau, kalau saya ajak makan di luar?" Ucap Raka tiba-tiba.
Apakah maksud pak Raka, ini semacam kencan dan Proses pendekatan? Darah seruni makin deras mengalir menuju satu titik simpul, yang bernama hati.
"Apa kamu ada waktu luang?" Tanyanya kembali. Seruni hanya mengangguk dan mengiyakan saja.
Mungkinkah ini awal yang baik? Atau ini justru akan menjadi petaka dalam hidup Seruni? Ah. Biarkan saja. Mungkin saja ini proses pendekatannya untuk mengenal lebih jauh, seperti apa sosok calon suaminya ini.
Berharap, semoga kedepannya baik-baik saja dan Tuhan mempermudahkan niat baik semua orang.
Menyerah?
Mungkin ini memang jalan Seruni, dengan menyerah dan menerima jalan yang orang tuanya pilihkan untuknya.
Dengan begini, mungkin saja nanti perlakuan kedua orang tua Seruni tidak lagi membeda-bedakan antara ia dan Amel.
~~
Dan di sinilah Raka saat ini.
Sebuah kedai makan dengan konsep tradisional sesuai kemauan Seruni. Tadinya, Raka sudah mengajaknya untuk ke sebuah cafe yang tak jauh dari kampus. Tetapi Seruni lebih suka ke tempat makan yang duduknya berlesehan.
Rasa bersalah namun jengkel menjalari hati Raka, setiap kali ia bertemu dengan seruni. Anak seperti Runi selalu saja membuat masalah dengan memancing keributan karna hal-hal sepele.
Teringat dengan perdebatan dengan bapak malam itu sepulang dari kediaman paman Herman. Ah biarlah. Yang jelas, Raka hanya mencoba berdamai dengan kenyataan.
Mungkin dengan begini, Ia bisa lebih menekan perasaannya terhadap Amel. Amelia Kenanga.
Ya. Sejujurnya, Raka sangat menyimpan perasaan tehadap Amel. Bahkan ayah dan ibunya juga suka dengan tindak-tanduk gadis yang sopan dan memiliki tata Krama.
Sayangnya, Herman berkata bahwa Amel sudah memiliki calon suami. Dan Herman meminta Raka menikahi Seruni, putri bungsunya.
Bolehkah Raka ceritakan sedikit penggalan masa lalu orang tuanya dan Herman?
Bapak Raka memiliki hutang nyawa pada Herman. Dulu, saat bapak Subagio kritis dan membutuhkan donor ginjal, Herman lah yang bersedia mendonorkan. Dan saat itu, Mereka membuat kesepakatan untuk menikahkan Raka sebagai putra tunggal bapak dan ibu, dengan salah satu putri Herman.
Itulah mengapa pak Subagio tak bisa membantah saat Herman memaksanya untuk menjodohkan Raka dengan Seruni saja.
Andai Amel tak memiliki calon suami, mungkin Raka lah yang berada pada garda terdepan untuk melamar Amel secara langsung.
"Seruni.... Kita akan menikah bulan depan. Apa kamu siap?"
Raka bertanya pelan dengan nada hati-hati.
Ia lihat raut wajah Seruni tenang seperti tak ada rasa terkejut sama sekali.
kemudian Raka lihat wajah Seruni mendongak menatap Raka, menyesap minumannya sebelum menjawab pertanyaan.
"Apa aku punya pilihan lain selain kata SIAP?
Untuk apa aku jawab nggak siap, tapi pada akhirnya aku tetep di nikahkan sama bapak?" Jawab Seruni dengan raut datar.
"Ya. Kamu benar. Dan kita perlu mencoba menjalani pernikahan ini dengan baik sebagaimana suami istri. Tapi maaf, setelah menikah nanti, mungkin saya nggak bisa segera... emmm gimana, ya? Menyentuh kamu, mungkin begitu tepatnya." Ungkap Raka hati-hati.
Raka melihat bibir Seruni mengulas senyum tipis.
"Nggak apa-apa, pak. Semuanya perlu proses. Aku ngerti kok. Tapi...." Ada keraguan yang tersirat di netra mata Seruni.
Gadis sederhana namun bersahaja karna selalu menggunakan pakaian tertutup meski tak berjilbab ini, mengundang berjuta tanya yang melintas bersamaan dalam benak Raka.
"Tapi apa, hm?" Tanya Raka.
"Setelah nikah nanti, aku boleh nggak kalau kerja paruh waktu?" Tanya Seruni kemudian.
"Untuk apa kerja, Seruni? Gaji saya sebagai dosen kalau hanya untuk makan sehari-hari, pasti cukup. Biaya kuliah kamu juga nggak akan banyak karna sebentar lagi kamu juga akan skripsi dan masa kuliah kamu nggak akan lama lagi." Jawab Raka.
"Saya cuma.... pengen bantu-bantu cari uang, pak." Dalih seruni.
"Nggak perlu. Saya nggak akan ijinkan. Lagi pula, setelah menikah nanti, kita akan kumpul sama orang tua saya. Saya nggak mau kamu kecapekan dan orang tua saya menegur saya karenanya." Ujar Raka masuk akal.
"Tapi saya nggak mau jadi pengangguran dan ijazah saya nggak berguna, pak. Rugi dong orang tuaku menyekolahkan tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya aku cuma di dapur doang?" Ungkap Seruni dengan cemberut.
Ya Tuhan. Ternyata Seruni ini adalah gadis keras kepala yang pernah Raka temui.
Sontak Raka menghembuskan nafas berat.
"Ya sudah. Kita diskusikan saja nanti. Sekarang kita jalani saja dulu apa adanya." Tukask Raka kemudian, tak ingin semakin menambah daftar panjang perdebatan yang cukup menguras emosi.
"Makasih, pak".
Ku lihat Seruni tersenyum-senyum sendiri.
Hingga sebuah siluet seseorang yang baru saja tiba, cukup membuat Raka terkejut dan mematung seketika.
Dia ....
~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments