Pernikahan

Seruni menghampar sajadah untuk dia jadikan permadani, yang bisa menerbangkannya menuju tempat tertinggi dimana ia bisa mengeluh pada Tuhan. Meminta sebuah kelancaran dan kebahagiaan untuk semua orang yang ia sayangi, terutama keluarga dan calon suaminya.

Seruni tadahkan kedua tangannya untuk menerima setiap anugerah dan nikmat yang tuhan limpahkan padanya selama ini. Meski kerap kali Seruni mengeluh kekurangan kasih sayang, serta iri terhadap Amel yang selalu diperlakukan baik, namun Seruni tetaplah menyayangi keluarganya.

Tanpa terasa, Ia teteskan air mata untuk bisa mengaliri kegersangan jiwanya tatkala ia jauh dari Tuhanku.

Bila Tuhan menakdirkan dirinya menjadi istri Wiraka Subagio, Seruni pasrah manjalani tugas berat dalam menaklukkan hati calon imamnya itu.

Malam ini, usai menjalani sholat isya, Seruni di minta ibu untuk keluar dan menunggu di ruang keluarga. Beberapa penata dekorasi tengah mendekorasi kamarnya untuk di hias layaknya kamar pengantin.

Dalam hati Seruni tersenyum getir. Kamar pengantin? Dihias? Untuk apa? Hanya mengotori kamar Seruni saja.

Tidak akan ada apa-apa di malam pertama antara Seruni dan Wiraka, karna keduanya telah sepakat untuk menjalani pernikahan ini, dengan hubungan pertemanan lebih dulu.

Saling mengenal, itulah yang diminta oleh Raka.

Sebagai seorang makmum, tentu Seruni akan menuruti apapun yang Raka minta. Bukan karna Seruni takut, bukan. Akan tetapi karena ibu telah memberinya banyak wejangan beberapa malam ini, agar ia selalu tunduk, takluk, dan taat hanya pada perintah suaminya. Dan Seruni merasa, permintaannya ini masihlah didalam batas wajar.

Di ruang keluarga, Seruni melihat Amel dan Arya saling canda, mereka tertawa lepas dan masih sangat menikmati momen-momen masa pengantin baru.

Sebersit tanya menggumpal dalam otak Seruni.

Mungkinkah setelah menikah, dirinya akan sebahagia Amel? Apakah Raka akan memperlakukannya layaknya istri? Bukan sebagai mahasiswi?

Ah, membayangkannya saja, Seruni pasti bahagia bisa menjalani pernikahan sesungguhnya bersama Raka. Pria tampan, mapan, dan juga cerdas.

"Runi.... ayo gabung."

Suara pak puh Joko membuyarkan lamunan Seruni. Sontak semua mata memandang Seruni dengan senyum dan tawa penuh kehangatan

Seruni langkahkan kakinya menuju sofa yang kosong di samping pak puh Joko ini.

Sikap nya yang ramah dan jenaka, membuat Seruni nyaman berada di dekat pak puh.

Begitu juga dengan Bu puh Sinta. Orangnya ramah dan lemah lembut. Tak heran bila banyak orang yang suka akan pasangan paruh baya ini.

"Kamu sudah makan, Runi? Ayo, habis ini pak puhmu makan, kamu ikutan makan sekalian." Ajak Sinta, dengan nada setengah memaksa, seperti biasa.

"Injeh Bu puh, siap." Seruni menjawab dengan penuh bahagia.

"Kamu makin cantik aja, nak. Rini selalu merengek untuk minta ikut, tapi ya gimana? wong besok masih ujian." Pak puh Joko menceritakan tentang putri satu-satunya yang suka jahil pada Seruni. Dibanding Amel, terkadang Seruni lebih suka bercanda dengan Rini.

"Ndak apa-apa to Bu puh. Setelah menikah, kalau Raka mau, nanti Runi ajak ke Klaten." Ujar Seruni kemudian.

"Yohalah, wong Jakarta sama Klaten ya jauh to." Bu puh Sinta terkikik geli mendengarnya.

Selanjutnya, hanya ada obrolan-obrolan ringan yang berlangsung. Acara pernikahan yang akan di gelar besok, memang tidak digelar dengan pesta meriah, melainkan acara selamatan sederhana sesuai permintaan Amel dan Raka.

Seruni menengok bapak dan ibu yang sibuk mengurus sesuatu di ruang depan.

Pelaminan?

Jangan tanyakan, karna Raka bahkan tak mau untuk naik ke pelaminan. Kedua orang tuanya pun bungkam dan tak menanggapi.

Ponsel yang dari tadi Seruni letakkan di saku gamis, bergetar. Ia raih dan Ia buka sebuah notifikasi pesan dari Mia dan Andre.

Mood Seruni sedikit membaik saat dua sahabatnya ini memberi Seruni kabar lebih dulu.

Setelah Raka memberi ijin Gue dan Andri untuk menyebarkan berita pernikahan Lo se-antero kampus, gue bisa jamin semua mahasiswi Raka di kampus akan guling-guling sambil nangis karena patah hati berjamaah.

Tulis Mia dalam pesannya.

Eh monyet, besok gue kondangan ke rumah Lo Ama Mia. Tapi maaf nih ya, gue nggak bawa amplop isi duit, tapi mau minta makan aja sama Bu Dhe Ratna.

Balas Andri.

Seruni hanya membiarkan tanpa berniat untuk membalasnya. Biarlah, toh besok mereka akan datang.

Pikiran seruni tiba-tiba saja akan teringat si Raka.

Dia. Apakah dia juga tengah memikirkan Seruni? Mengapa seruni tiba-tiba memikirkan tentang Raka?

~~

Entah apa yang harus Raka lakukan pagi ini.

Di saat mempelai pria harusnya bahagia di hari pernikahannya, justru Raka tidak merasakan demikian. Telah tiba pada hari di mana Ia akan mempersunting mahasiswinya sendiri.

Perjodohan, entah mengapa Raka merasa jengah dengan masalah satu ini. Andai ayahnya itu dulu tak berhutang nyawa pada om Herman, mungkin takdir jodoh Raka tak akan bersama dengan si Seruni.

Ia atap dirinya sekali lagi di cermin. Setelan jas putih khas pengantin yang melekat pada tubuhnya, demikian pas membalut dan membuat tubuhnya semakin tegak sempurna.

"Raka." Raka menengok sumber suara yang memanggil namanya, ibu tersenyum hangat menatap ke arah Raka. Tentu Raka balas tersenyum ke arah ibunya, meski hatinya demikian berkecamuk dan enggan untuk menampakkan kebahagiaan.

"Iya, Bu." Jawab Raka.

"Kamu harus bahagia. Mungkin satu-satunya cara adalah ... kamu harus bisa menerima Runi. Sejauh ini, ibu lihat dia anak yang baik meski tak secantik Amel. Lupakan Amel karna dia adalah istri pria lain sekarang." Ibu kembali memberi wejangan pada Raka.

Mata Raka sudah berkaca-kaca. Lelaki itu hanya bisa menampilkan senyum kepalsuan, ucapan 'iya' namun penuh gejolak kata 'Tidak'.

Dusta bila Ia katakan ia akan menerima Seruni.

Dusta bila Ia bahagia dengan perjodohan ini.

Dusta bila Raka bahagia dengan hari pernikahan ini.

Dusta bila Pria itu tersenyum karna nyatanya Ia tak bahagia.

Dusta.....

Dusta.....

Dusta.....

Raka tersenyum getir.

"Akan Raka usahakan, Bu. Tapi Raka tidak janji." Inilah akhirnya, kalimat yang muncul dari bibir Raka.

"Enggak. Kamu harus bisa belajar mencintai Seruni. Pernikahan bukan hal main-main, anakku." Kata Bu Subagio.

"Baiklah, demi ibu." Raka tak memiliki pilihan lain selain pasrah, kan?

Dan detik selanjutnya, sudah bisa di pastikan bahwa ibu telah meraih tubuh tegap putranya itu, ke dalam pelukannya.

"Maaf karna telah membuatmu susah karna hutang keluarga ini." Ujar ibu Raka, sambil terisak.

~~

"Saya terima nikah dan kawinnya Maar Seruni binti Herman Abdullah dengan maskawin seperangkat alat sholat dan emas Seberat Delapan puluh tiga gram di bayar tunai."

Kalimat panjang tanpa jeda nafas itu terdengar tegas Raka gaungkan dengan lantang di kediaman Herman, yang kini telah resmi menjadi mertuanya. Untaian doa di bacakan oleh penghulu yang tepat duduk di depannya.

Setelahnya, Raka melihat Seruni menggapai tangannya untuk bersalaman dengan takzim. Dengan gerakan kaku, Raka mencium kening istrinya sesuai arahan pak penghulu.

Ya Tuhan....

Wiraka tak menyangka, kini Ia telah resmi berstatus sebagai suami Mawar Seruni.

~~

Episodes
Episodes

Updated 65 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!