Hari Wiraka kali ini, entah mengapa Raka merasa tak nyaman. Berdua saja dengan Seruni di dalam kamar, membuatnya di dera rasa tak nyaman.
Malam terasa kian larut, semua keluarga yang sedari tadi berkumpul menghadiri acara pernikahan ini, kini banyak yang telah kembali, kecuali sanak keluarga yang kediamannya jauh, mereka memilih menginap.
"Mas nggak mandi dulu?" Tanya Seruni.
Raka melirik Seruni yang kini telah segar usai mandi. Daster longgar yang di kenakannya juga nampak pas membalut tubuhnya.
"Emmm ya sudah. Saya mandi dulu." Jawab Raka kemudian.
Tanpa kata, Seruni menjulurkan handuk yang terlihat masih baru.
Segera Raka langkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Usai mandi, Raka melihat Seruni sudah merebahkan tubuhnya di ranjang sisi kiri. Jemarinya dengan lincah memainkan gawainya. Entah dengan siapa ia ber chatting ria, aku tak peduli.
"Mas, besok kerja?" Tanya Seruni lagi, untuk membuka percakapan. Raka melirik sekilas dirinya, kemudian Raka alihkan pandangannya ke arah cermin meja rias. Melanjutkan aktifitas lnya mengeringkan rambut dengan handuk.
"Kalau nggak kerja memangnya mau ngapain?" Kata Raka yang justru balik bertanya.
"Ya, kan cuma tanya." Jawab Seruni datar.
Hening.
Hingga Raka selesai dengan ritualnya mengeringkan rambut, Ia rebahkan tubuhnya di samping Seruni. Ia miringkan tubuhnya ke arah kanan membelakangi Seruni.
Entahlah, Raka tak peduli dengan Seruni malam ini. Ia hanya perlu mengistirahatkan otak dan tubuhnya dari hal yang memberatkannya. Belum lama aku memejamkan mata, bayangan tadi ketika Amel menggelayut mesra di lengan Arya, suaminya, kembali berkelebat di otak Raka.
Pedih itu kian terasa. Sakitnya kian mendalam. Lukanya kian memganga. Andai Raka boleh egois sehari saja, ingin rasanya Ia bawa kabur Amel dari sini. Memulai hidup baru sebagai pasangan yang bahagia.
Tetapi tidak mungkin.
Raka lebih berat dengan kondisi kedua orang tuanya yang tentu saja akan syok.
Biarlah.
Malam ini Raka hanya ingin tenang seorang diri.
Seruni?
Raka bahkan tak lagi peduli apapun yang akan ia lakukan malam ini, asal tidak mengganggu Raka dan tidak menuntut hak nya sebagai istri.
~~
Seruni melirik pria yang menjadi suaminya, kini tengah merebahkan tubuhnya di samping Seruni. Bukan untuk sekedar mengucapkan selamat malam, melainkan membelakanginya.
Apa Seruni berlebihan atau lebay, andai Seruni meminta sesuatu yang berlebihan?
Di kecup kening misalnya?
Oh tidak mungkin.
Pria yang dingin ini tak akan mungkin bersedia untuk bersusah-susah ria menguras tenaganya, hanya untuk sekedar mengucapkan selamat malam, apa lagi memberi kecupan hangat pada Seruni yang sebagai istrinya.
Oh ayolah, Seruni.
Kau tau itu tak akan mungkin kau dapatkan.
Batin seruni.
Tapi dalam hati Seruni telah bertekad, akan Ia runtuhkan pertahanan Raka. Untuk ke depannya, akan Seruni buat si Raka luluh dengan perlakuan baiknya itu.
Seruni lantas memutuskan untuk meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia sudahi acara chattingan dengan Mia dan Andri. Malam telah larut, tentu Seruni lelah dan cukup mengantuk usai acara pernikahan sederhana tadi.
Hingga subuh tiba, sayup-sayup Seruni mendengar suara adzan berkumandang. Ia kucek matanya perlahan dan Ia lirik sampingnya, Raka rupanya sudah berada di kamar mandi dengan suara gemericik air.
Bangkit dari ranjang, Ia putuskan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan menjalankan kewajiban sebagai umat muslim.
"Kalau mau ke kamar mandi cepetan, kita sholat berjamaah." Ajak Raka tiba-tiba.
Suara bass itu terdengar merdu di telinga Seruni. Apa lagi ia mengajakku untuk sholat berjamaah. Rasanya adem.
Jangan tanyakan bagaimana rasanya.
Damainya hati seperti Seruni tengah berada di surga firdaus. Surga terindah dengan tempat ternyaman.
"Iya, mas sebentar."
Seruni mengeluarkan jurus langkah seribu untuk segera sampai di kamar mandi, Ia tak sabar saja untuk menikmati momen-momen beribadah bersama pria yang kini telah menjadi imamnya.
Usai itu, mereka pun melaksanakan ibadah bersama. Berdoa bersama, dan saling berkeluh kesah terhadap Tuhan pencipta bersama-sama.
Perasaan hangat ini, perasaan nyaman ini, perasaan suka cita ini, mudah-mudahan mengantarkan keduanya pada surganya tuhan bersama Raka kelak. Itu harapan Seruni.
Ia raih jemari Raka dan ia kecup penuh takzim. Seruni bisa rasakan Raka yang hanya diam saja, membeku di tempatnya.
Ada perasaan nyaman, namun entah mengapa, jantung Seruni terasa kian kencang berdegub. Hatinya berdesir hebat seiring darahnya yang mengalir deras menuju satu titik simpul yang bernama hati.
Apakah?
Oh biarlah ... bila memang cinta di hati Seruni hadir untuk Raka, Seruni akan dengan senang hati menerimanya.
Mudah-mudahan dengan begini, Wiraka perlahan juga akan merasakan hal yang sama dengannya. Ya, semoga saja.
Seusai sholat, Seruni bangkit mengemasi mukena dan sajadah yang Ia kenakan, Ia lihat Raka duduk di tepi ranjang. Kemudian melambaikan tangannya sebagai isyarat untuk Seruni mendekat.
Maka, tanpa menunggu lagi, gadis itu segera mendekat ke arahnya.
"Seruni." Panggil Raka.
"Ya, mas." jawab Seruni kemudian. Ia angkat kepalanya, dan menatap mata Raka yang ... entahlah.
"Nanti sore, sepulang dari kampus, saya harap kamu mau segera ikut dengan saya pindah ke rumah saya." Ujar si Raka.
"Se-cepat itu, mas?" Tanya Seruni tergagap.
"Ya. Kamu keberatan?" Tanya Subagio.
Seruni diam sejenak.
Sejujurnya, bila di tanya keberatan atau tidak, tentu Seruni keberatan.
Tetapi bukankah mau tak mau ia tetap harus ikut Raka?
Baiklah, demi mengambil hatinya, Seruni ikut saja apa yang jadi keinginan suaminya. Mungkin dengan begini, Raka akan melembutkan hatinya dan bersedia menerima Seruni.
"Enggak sih mas. Ya udah deh aku ikut aja. Tapi, kuliahku gimana?" Tanya Seruni.
"Kamu tetep kuliah seperti biasanya. Nanti berangkatnya sendiri-sendiri saja. Kamu pakai motormu, saya pakai mobil saya.
Apa kamu mau mobil seperti saya?" Tanya Raka yang membuat Seruni tak nyaman.
"Oh nggak usah, mas. Aku pakai motor ku aja." Jawab Seruni sebagai penolakan.
Seruni melihat Raka mengangguk dan tersenyum paksa. Entahlah. Seruni hanya ingin membuat Raka nyaman dengannya.
"Ya sudah, nanti sore kamu pulang kesini dulu, kita berangkat bersama untuk pindah ke rumah saya. Motormu, biar nanti saya suruh tukang kebun rumah untuk membawanya ke rumah saya." Ujar Raka.
"Iya". Seruni hanya mengangguk pasrah dan Ia ulas senyum manis.
Tukang kebun?
Seruni jadi penasaran, mengapa di rumah Raka ada tukang kebun? Berarti, rumahnya cukup besar dong?
Ah biarlah, Seruni akan tau seperti apa rumah Raka nanti.
"Oh ya, ini untuk kamu."
Mas Raka meraih dompetnya yang berada di atas nakas.
Sebuah kartu ATM ia berikan pada Seruni.
"Karna kamu sudah jadi istri saya, maka 5 hak kamu dari saya adalah makan yang artinya adalah nafkah, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan perhatian menjadi tanggungan saya. Tetapi maaf untuk nafkah batin, mungkin, saya butuh waktu. Saya mohon tolong mengerti saya. Terima ini."
Jemari Raka menyerahkan kartu ATM tersebut kepada Seruni. Tapi Seruni menolaknya karna ia tak terbiasa menggunakan kartu ATM sebagai pegangan.
"Nggak apa-apa kok mas, Runi ngerti. Tapi, kalau bisa maaf, nih, jangan kasi kartu lah. Aku mau uang cash aja. Soalnya, aku nggak biasa pegang ATM. Meski kelihatan ndeso, tapi, Seruni lebih nyaman pakai uang cash." Jawab Seruni.
Seruni lihat, Raka tersenyum dan mengambil kembali kartunya. Membuka kembali dompet nya dan menyerahkan sejumlah uang pada Seruni.
"Ya sudah. Ini lima ratus ribu dulu untuk uang jajan kamu beberapa hari ke depan. Nanti saya pikirkan untuk jatah belanja kamu ke depannya." Ungkap Raka.
Senyum Seruni merekah sempurna.
Ada bahagia yang sangat membuat hatinya menghangat dengan pengertian Raka.
~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments