Tubuh sosok yang mengenakan mukena itu malah terlihat sangat ketakutan dan menggigil. Wajahnya hancur, kulit mengelupas, satu bola mata hampir lepas, dan tulang pipi terlihat remuk. Wajahnya bersimbah darah mengerikan.
Biasanya sosok yang melihat wajah mengerikan itu akan memekik sembari menutup tirai kembali. Seluruh bulu kuduknya seketika akan meremang. Orang tersebut juga akan menyentuh dadanya yang degup jantungnya tak beraturan. Orang itu pasti akan segera berlari ke menjauh, mencari perlindungan untuk bersembunyi. Namun, tidak dengan Dira.
Gadis itu hanya berdiri menatap sosok hantu bermukena itu. Perasaan ganjil mulai menghinggapi Dira dan semakin menjadi-jadi. Baru saja melihat pocong yang sedang galau di atas genting tetangganya, sekarang ia melihat sosok yang wajahnya sebenarnya tak asing baginya.
Sosok itu seperti teman sebangku Dira semasa duduk di bangku sekolah dasar. Dira menelisik lebih dalam untuk melihat sosok bernama Ruri itu. Ruri tinggal dua blok dari blok tempat tinggal Dira. Namun, setiap sore hari, Dira dan Ruri kerap bermain bersama di taman komplek atau bermain aneka alat permainan di taman tersebut.
Setau Dira saat lulus SD, Ruri memilih untuk melanjutkan pendidikannya ke sebuah pesantren di luar kota. Namun, kenapa juga bisa muncul sosok hantu yang menyerupai Ruri. Mungkinkah dia sudah meninggal?
"Ruri, apa itu kamu?" tanya Dira.
Tiba-tiba, daun jendela kamar Dira terbuka lebar. Menampakkan sosok perempuan melayang dan memakai mukena itu semakin dekat dengan Dira. Tak salah lagi, Dira semakin yakin kalau sosok itu adalah Ruri, begitu batin Dira.
Sosok itu secara perlahan memutar lehernya ke belakang 180 derajat tanpa memutar tubuh, lalu kembali lagi ke arah depan. Suara pergerakan leher sosok itu diiringi suara patahan beberapa tulang leher. Suara gemeretak tulang yang terdengar mengerikan.
"Duh, Dira jadi pegel liatnya," gumam Dira seraya memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri.
Wajah Ruri terlihat menanamkan teror di dalam dirinya. Lehernya berputar lagi dengan matanya membelalak dengan lebar. Bahkan sebagian bola matanya tampak keluar dari rongga dan bergelantungan karena hampir lepas.
"Kenapa kepalanya muter terus, sih? Itu kan mukenanya jadi keliling, gitu," tukas Dira.
Sosok hantu itu malah menyunggingkan senyum yang lebar, hingga sudut-sudut bibir itu hampir menyentuh sisi telinga.
Ruri lantas menyeringai memperlihatkan gigi yang tak rata. Gusinya juga tampak bersimbah darah.
"Diraaaaa, tolong aku!" pinta Ruri.
"Tuh, kan, beneran kamu Ruri. Kok, kamu bisa meninggal begini? Kamu meninggal pas solat, gitu?" tanya Dira.
Hantu Ruri mengangguk. Lampu tiba-tiba mati. Dira terjebak dalam kegelapan yang membutakan penglihatannya. Namun, sekitar lima detik lampu berpendar kembali. Tiba-tiba, sosok wajah hancur milik Ruri sudah berada di hadapan Dira.
Ruri menyeringai dan membuka mulutnya lebar-lebar. Tiba-tiba, sosok hantu itu menyemburkan cairan darah kental yang menghitam bercampur nanah dan belatung. Cairan itu berbau busuk saat mendarat di wajah Dira.
"Aaaaaaaaaaa!"
Dira yang sebenarnya ketakutan karena jijik dengan cairan tersebut, sontak berteriak nyaring dalam kemelut rasa takut yang menghujam kuat dirinya. Gadis itu lalu tak sadarkan diri dan jatuh dengan kepala membentur lantai. Pandangan matanya menjadi gelap dan kesadaran perlahan-lahan hilang.
...***...
Dira mendapati dirinya berada di sebuah halaman rumah yang luas. Suara anak-anak yang sedang bermain terdengar riuh menebar kegembiraan. Dira melihat banyak anak kecil yg bermain petak umpet, lompat tali, congklak, bekel, dan juga kelereng. Mereka sangat senang dan terlihat tanpa bebas. Semua itu merupakan jenis permainan kegemaran Dira juga.
Kemudian, Dira mendengar beberapa anak remaja tengah berlari dan tertawa. Dia melihat sosok Ruri yang sedang bersenda gurau juga dengan rekan sebayanya. Ruri mengenakan seragam sekolah putih dan rok biru panjang, serta menggunakan jilbab putih.
"Langsung balik pesantren, nih, Ri?" tanya rekannya.
"Nanti dulu, lah. Kita main dulu di sini," sahut Ruri.
Dira baru mengerti kalau dia sedang berada di wilayah pesantren yang juga memiliki gedung sekolah umum di dalamnya. Ada juga masjid, gedung asrama untuk murid laki-laki dan perempuan yang terpisah, serta gedung untuk penginapan para staf pengajar. Beberapa fasilitas juga terlihat di sana.
Hari sudah menjelang maghrib, Ruri masih bermain di lapangan dekat gedung asramanya. Di sekitar tempat itu juga ada beberapa kuburan yg sudah lama dan tak terurus di pojok lapangan itu. Ruri masih asik bermain bersama teman sebayanya kala itu.
Ruri bermain petak umpet bersama temannya saat Dira sedang mengamati.
Ruri terlihat mencari tempat untuk bersembunyi. Bahkan dengan konyolnya, Ruri malah memiliki bersembunyi di balik batu nisan.
Tiba-tiba, Ruri mendengar sangat jelas ada suara perempuan merintih minta tolong di belakangnya. Ketika, Ruri menoleh ke belakangnya tidak ada siapa-siapa di sana. Gadis itu merasa suara itu hanya angin lalu.
Dia masih saja terus sembunyi dan sepertinya teman-temannya tidak dapat menemukannya. Atau mungkin malah takut jika harus mencari sampai ke batu nisan. Sampai akhirnya, Ruri mendengar teriakan ibu asrama yang memanggil semuanya untuk pulang karena maghrib segera tiba.
Ruri akhirnya pulang ke asrama. Ia lalu mandi, sholat maghrib, makan malam, lalu mengaji. Selesai mengaji, Ruri memutuskan untuk menonton tv bersama sejenak di rumah bibi asrama.
Rumah Bibi asrama sebenarnya kecil dan hanya kontrakan. Ruang tamu adalah ruangan paling depan yg di batasi tembok, jendela dan pintu ke teras depan rumah. Hanya beberapa anak yang berani ke sana. Karena jika ketahuan sedang menonton tv, maka mereka akan terkena hukuman.
Bibi asrama membiarkan para santriwati menonton tv karena mereka sanggup membayar dengan sembako. Para santri meminta orang tuanya untuk membawakan sembako lebih agar bisa diberikan ke pada bibi asrama.
Saat sedang asyik menonton, tiba-tiba Ruri mendengar suara orang merintih dan batuk-batuk dari arah teras rumah bibi asrama. Suara itu terdengar sama dengan suara yg Ruri dengar saat bermain di lapangan sore tadi.
Ruri mulai merasa penasaran, dia berjalan ke arah pintu. Saat Ruri membuka pintu, alangkah terkejutnya gadis itu ketika melihat sosok yang berdiri di depan pintu adalah sosok perempuan memakai mukena berwarna putih lusuh penuh bercak kotoran tanah.
Wajahnya tampak pucat. Sebelah kanan wajahnya juga hancur. Terlihat noda darah dan nanah yg mengering. Bau busuk, anyir, dan menusuk membuat Ruri mual dan ingin muntah.
"Tolong … tolong buka mukena ku. Aku nggak kuat lagi. Ini sakit sekali, tolong aku, tolong…."
"Ke-kenapa, kenapa nggak buka sendiri aja, Mbak?" tanya Ruri memberanikan diri.
Namun sosok perempuan itu tidak menyahut dan terus minta tolong dengan menangis dan merintih kesakitan. Ruri bahkan belum menyadari kalau sosok itu tak menapak di lantai. Ruri makin menelisik karena merasa tidak kenal dengan wajah itu di wilayah pesantren.
"Tolong buka ikatanku," pintanya.
Ruri mulai iba dan tak tega. Dia mengulurkan tangannya untuk membuka mukena yang digunakan sosok itu. Ruri mengira sosok perempuan itu memang memiliki wajah cacat dan merasa sakit saat memakai mukena yang sesak. Lalu, perempuan itu juga tidak bisa membuka ikatan mukenanya.
"Baik, aku akan buka," ucap Ruri.
...*****...
...Bersambung dulu, ya…...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Zeety Zola
hantu mukenA🤔
2022-11-21
0
budane daffa
di tunggu kelanjutanya lagi
2022-11-17
0
Hati Yang Terkilan
Jatuh harga diri Hantunya....🤣🤣🤣🤣
2022-11-17
0