Bab 9 Pocong Baper
Hari itu di sekolah, Adam sedang mendengarkan Bu Lala, guru Teknologi Informasi Komunikasi, sedang memberi pengarahan tentang operasi dasar pada komputer. Setiap murid menggunakan laptop yang terhubung ke internet sekolah.
Tania selalu mengikuti Adam sejak kalung miliknya ditemukan. Ada rasa senang karena Tania akhirnya merasakan punya keluarga saat tinggal di rumah Adam. Namun, hatinya selalu sedih ketika melihat Raja. Apalagi setiap malam Raja selalu melakukan video call dengan Rara menjelang tidur.
"Elu ngapain sedih begitu?"
Adam mengetik di layar laptop miliknya agar Tania membacanya. Ia tak mau berbicara dengan Tania karena headset microphone miliknya terhubung dengan semua murid di ruang lab itu. Tania mengangguk menanggapi Adam.
"Jangan sedih, nanti malam minggu gue ajak ke pasar malam, ya?"
Adam tak sengaja mengetik ke forum chat yang langsung tersambung dengan Bu Lala.
"Adam! Kamu mau ngajak saya ke pasar malam?!" seru wanita agak gemuk dengan perut membuncit karena tengah hamil itu. Sontak saja semua murid menertawakan Adam.
"Hah? Maksudnya Ibu?" Adam bangkit dari kursinya dan menatap sang guru tak mengerti.
"Dam, kamu nulisnya nge chat Bu Guru Lala," tukas Tania.
"Waduh! Maaf, Bu. Tadinya saya mau ajak … Icha. Tapi, salah kirim." Adam langsung menunjuk Icha yang duduk di depannya. Mana mungkin dia mengaku akan mengajak pocong malam mingguan.
"Hah? Aku?" Icha menunjuk dirinya.
Adam mengangguk.
"Cieeeee, uhuuuuyyy!" Sorakan para murid lantang terdengar.
"Sudah tenang tenang semuanya! Kalau saya nggak punya suami, saya bakal bilang iya sama ajakan Adam. Icha, jangan sia-siakan ajakan Adam." Bu Lala menggoda Adam dan Icha kala itu.
Tania hanya bisa mengerucutkan bibirnya. Sesungguhnya, ia tak suka dengan Icha dan James. Menurut Tania, Adam boleh bersama gadis lain asal jangan Icha.
Setelah pelajaran TIK itu selesai, Icha menghampiri Adam.
"Jam tujuh malah di depan pintu pasar malam, ya." Setelah mengucapkan itu, Icha segera berlari menuju ke toilet. Pipinya merona menahan malu.
Adam hanya bisa menggaruk kepalanya meski tak gatal.
"Duh, kenapa jadi beneran gini, ya?" gumam Adam.
"Kenapa harus Icha, sih? Kenapa bukan si Ida, Mia, apa si Toby gitu," sungut Tania.
"Aji gile luh, ngapain gue ngajak Toby. Gue masih lurus belum belok tau!" seru Adam.
"Elu manggil gue, Dam?" tanya Toby.
"Nggak, salah denger elu." Adam kembali menoleh ke arah Tania. Lirikannya mulai tajam.
"Belum belok, berarti bisa dong belok?" Tania menggoda.
"Tan, please deh. Gue cowok normal, selamanya akan tetap lurus. Lagian si Icha ada di depan gue, dia yang langsung keliatan di mata gue, makanya gue sebut dia," tukas Adam membela diri.
"Coba liat lurus apa, nggak?" Tania makin menggoda Adam.
"Astagfirullah! Gue bilangin bunda gue, Luh!" Adam bergegas menuju ke kantin karena bel istirahat telah berbunyi.
Tania meringis seraya melompat menyusul Adam.
...***...
Disya baru saja hendak ke toilet, tetapi langkahnya terhenti di sebuah ruangan musik. Sebenarnya ruangan itu tidak begitu menyeramkan karena bangunannya menghadap jalan. Namun, tetap saja gara-gara pemandangan sumur tua itu terlihat, Disya jadi ingat cerita Icha tentang para penampakan yang kerap datang. Seluruh area di sekolah tersebut jadi terasa sama menyeramkan dan membuat Disya takut.
Tiba-tiba, Disya melihat ada sosok perempuan berambut panjang yang melintas. Lalu, mendadak kemudian, suara piano terdengar mengejutkan seperti ada seseorang yang menekan banyak tuts piano itu secara bersamaan dan mendadak.
"Astagfirullah, siapa itu yang marah-marah di ruang musik?" gumam Disya.
Seseorang menepuk bahu Disya dan sampai membuatnya menjerit.
"Dis, kamu kenapa?" tanya Maya teman sebangku Disya.
"Aduh, Maya, kamu ngagetin aku aja!" seru Disya.
"Ayolah, katanya mau ke toilet!" ajak Maya.
"Iya, iya, tapi tunggu, deh. Maya, kamu dengar kayak ada yang main piano tapi marah-marah gitu, nggak?" tanya Disya.
"Cuekin aja, Dis. Di ruang musik itu suka menyeramkan di ruangan tersebut. Mau dengar cerita serem?" tanya Maya.
"Nggak, nggak mau! Nanti aku ngompol."
"Dengerin dulu, dari pada kamu nanti penasaran. Suatu ketika setelah bel istirahat berbunyi, ada murid yang masih berlatih piano. Teman-temannya yang lain sudah bergegas menuju kantin, jadi hanya tinggal dia yang sendirian di ruangan musik tersebut."
"Maya, aku nggak mau dengar lagi!" Disya sampai menutup telinganya.
"Denger dulu, Dis. Cewek itu ternyata latihan nggak kenal waktu padahal lagi sakit. Dia lakuin itu demi orang tuanya yang pengen dia juara di lomba piano. Tapi, sayangnya dia gagal saat lomba. Dia ngerasa depresi dan udah buat malu orang tua dan sekolahnya. Cewek itu akhirnya bunuh diri dengan minum obat racun tikus," ucap Maya menjelaskan.
Suara piano lalu lantang terdengar. Disya sampai menoleh bersamaan dengan Maya. Disya jadi penasaran dan mengajak Maya untuk menengok sejenak ke ruang musik yang sepi itu.
"May, kamu dengar, kan?" tanya Disya.
"Iya, aku dengar."
Kok, kamu tahu banyak, May, tentang cewek di ruang musik itu?" tanya Disya menoleh pada Maya yang tiba-tiba menghilang.
"Maya, kamu di mana?" tanya Disya.
Suara gagang pintu berbunyi seperti ada yang membukanya dari dalam. Akhirnya, gadis itu memberanikan diri melihat ke dalam ruang musik. Seperempat gerakan tubuhnya seperti hendak menoleh, tiba-tiba suara piano itu berdenting lagi. Sontak saja Disya terkejut. Dia tak mendapati siapa pun di dalam sana.
"Maya, kok nggak ada siapa-siapa di sini? Kamu di mana, May?" tanya Disya dengan bibir gemetar.
Disya tak menemukan Maya di belakangnya. Dia malah melihat sesosok makhluk perempuan yang sedang berdiri di hadapannya. Rambutnya berantakan dan terurai panjang sampai menutupi wajahnya.
"Hai, apa kau mencariku?" sapa hantu perempuan itu saat membuka sejumput rambut yang menutupi wajahnya.
Wajahnya hanya berupa tengkorak dengan lapisan sedikit daging yang masih menempel. Banyak belatung lalu lalang di rongga mata dan hidungnya. Bahkan bola mata sosok itu hanya menggantung dan hampir lepas.
"Waaaaaaaaa … setaaaaaaaan!"
Disya berlari kencang sampai menabrak Dira dan Maya. Rupanya, Maya mencari Disya sedari tadi sampai ke kelas Dira.
"Ini si Disya! Kayaknya abis olahraga gitu lari-lari," ucap Dira menunjuk Disya.
"A-aku, aku tadi lihat setan pas sama Maya lagi ke toilet. Tapi, Maya ngilang," ucap Disya dengan panik.
"Hah? Aku justru cari kamu dari belakang istirahat bunyi. Aku sampai nyari ke kelas Dira. Tanya aja sama Dira!" sahut Maya.
"Duh, kayaknya kamu bukan sama Maya tapi lagi sama setan, Dis!" ucap Dira.
"Wuaaaah, pantesan aja aku sampai ketemu setan di ruang musik tadi. Mukanya tengkorak dan belatung semua!" tukas Disya.
"Wah, seru tuh! Coba tadi Dira yang ketemu setannya," ucap gadis itu.
"Ngaco kamu! Serem tau, Dir!" Maya mendorong bahu Dira pelan. Bulu kuduknya sudah meremang.
Tiba-tiba, sekelebat bayangan terbang menuju ke pohon jambu air di samping gedung sekolah. Terdengar suara ranting jatuh. Ada suara berdebam yang menyusul tetapi hanya Dira dan Disya yang mendengar suara berdebam itu.
Sontak saja Disya yang ada di samping Dira langsung terdiam mematung. Dia sempat melihat adegan hantu yang ternyata jatuh itu. Sosok itu merupakan hantu perempuan yang tadi dilihat Disya.
"Itu hantunya, Ra," bisik Disya.
"Kalian kenapa?" tanya Maya.
"Oh itu, biasalah ada hantu lagi numpang lewat. Tapi kayaknya dia belum mahir deh. Tuh, barusan hantunya nyusruk nabrak pohon jambu," tunjuk Dira seraya tertawa.
Hantu perempuan berdaster lusuh dengan rambut panjang acak-acakan itu tertawa meringis ke arah Dira. Rambutnya yang terurai kembali dikedepankan untuk menutupi wajahnya.
Sebagai hantu, pastinya dia merasa malu karena mendapati manusia yang tak takut dengan keberadaannya bahkan melihatnya jatuh setelah mencoba duduk di ranting pohon yang rapuh. Lagi-lagi, Maya kebingungan tak mengerti dengan ucapan Dira.
...*****...
...Bersambung dulu, ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
choowie
😂😂😂😂
2024-03-01
0
choowie
hantunya ceroboh😂😂
2024-03-01
0
Ayuk Vila Desi
bener2 adiknya anta🤣🤣
2023-06-16
0