POCONG BAPER
Bab 1 - PB
Di sebuah ruangan dalam sekolah berlantai lima bernama SMA Pandai Sentosa, dua sosok manusia baru saja berpeluh ria memburu hawa nafsu. Sang wanita muda berusia dua puluh lima tahun telah memakai pakaian kembali setelah tadi berserakan. Sementara si pria berperut buncit hanya mengenakan celana kulot hitam panjangnya. Diraihnya satu batang cerutu sembari duduk di kursi empuknya.
"Jumat kliwon di tahun ini, kau sudah menentukan korbannya?" tanya si pria berusia lima puluh tahun itu.
"Saya sedang mencari data yang lahir di tanggal delapan, bulan delapan seperti permintaan Bapak. Dan sudah saya temukan." Wanita berparas ayu bertubuh semok itu duduk di pangkuan sang pria.
"Lalu?"
"Tania Laras Hanafi, murid kelas sebelas yang baru pindah kemarin." Wanita itu menunjukkan layar ponselnya.
"Hmmm, cocok. Bagaimana rencana kali ini?" tanya si pria.
"Basket adalah kesukaannya, maka dia akan berakhir menjadi bintang di lapangan basket tentunya." Wanita licik itu menyeringai dan disambut oleh senyum puas sang pria.
"Kanjeng Ratu akan suka ini," ucap si pria lalu ******* habis bibir kenyal nan seksi milik sang wanita.
***
Pukul setengah enam sore, hari mulai malam. Empat orang remaja terjebak di sebuah rumah tua yang ada di belakang sekolah. Di sekitar rumah itu di keliling kebun yang kini sudah ditumbuhi semak belukar dan beberapa jenis pepohonan lainnya layaknya hutan.
"Lari! Lari!" Fasya berteriak panik seraya menarik adiknya.
Para remaja berusia lima belas tahun itu berusaha keluar dari rumah tua yang ada di belakang sekolah mereka, SMP Taruna Sejahtera.
Namun, gadis muda bernama Dira tidak bisa mengalihkan pandangan dari kepala-kepala yang bergerak-gerak dan berdenyut denyut itu. Mereka melayang mengejar para anak remaja tersebut. Sampai teriakan seorang gadis ia dengar. Dira bergegas menuju asal suara.
"Ouch!" Disya terantuk ranting besar dan jatuh. Kaki kanannya masuk ke sebuah lubang dan terjebak di sana. Sontak saja Disya menangis.
"Tolong aku, Fas! Tolong aku!" Disya meraung-raung seraya menarik kakinya.
"Disya kenapa?" tanya Dira dengan panik.
"Lagi ngukur kedalaman itu lubang pakai kaki," sahut Fasya asal.
"Apaan, sih, Fas! Dira tuh nanya serius!" seru Dira.
"Elu liat kan si Disya nyusruk?! Ini semua karena elu sama Adam!" ketus Fasya.
"Yeeee, lagian siapa juga suruh ikut kita. Kan kalian juga yang kepo mau ikut!" sahut Dira.
"Udah, udah! Jangan pada berantem! Ini kaki aku gimana?" pekik Disya.
"Ayo, Dira bantu tarik!" Dira mencoba menarik kaki Disya dari lubang.
Sementara itu, Fasya tampak masih mencari sosok Adam yang belum juga tampak.
"Si Adam mana, nih? Masih mainan dia sama para kepala tadi?" ketus Fasya.
"Adam kan mau nganter si Putri pulang, ya masih di sana lah!" sahut Dira.
"Busyet tuh anak, ya. Jelas-jelas si Putri hantu, keluarganya juga pada gentayangan tinggal kepala doang, kenapa masih aja dibantuin, sih? Ganjen banget jadi cowok," keluh Fasya.
Pemuda itu lantas ternganga melihat sosok Adam yang datang dari kejauhan. Fasya mendadak kaku ketakutan, kakinya jadi lemas sekali. Napas anak muda itu seperti tercekik di tenggorokan. Dan ketika ia terbelalak, kepala-kepala itu melayang-layang di belakang Adam.
"Lari! Cepat! Lari!"
Suara Adam sekarang terdengar semakin dekat. Kepala-kepala itu mulai mengoceh melayangkan sumpah serapah. Suara kepala itu bahkan mengalahkan teriakan panik dari Adam. Mereka ribut menggumam, seperti paduan suara katak ketika hujan.
Mereka melayang semakin tinggi, sementara Fasya melotot ketakutan.
"Lari! Lari!" pekik Adam.
Dira masih berusaha menarik kaki Disya.
Gadis muda itu berteriak kesakitan menahan sakit. Dipaksanya kaki kanan itu mengangkat naik.
Kepala-kepala yang mengerikan dan menyala itu masih terbang melayang mengejar Adam. Semakin dekat. Semakin dekat. Suara gumaman mereka terdengar semakin keras di telinganya sampai rasanya suara-suara menakutkan itu seperti mengelilinginya. Angin menderu, bertiup kencang, seperti sengaja mendorong punggungnya. Kepala-kepala yang bergumam itu melayang semakin dekat.
Tiba-tiba, Genderuwo Lee Junior datang menghadang.
"Jangan ganggu mereka!" seru Lee.
"Alhamdulilah, untung Om Lee dateng," ucap Adam penuh kelegaan.
Namun, sosok genderuwo itu menatapnya tajam. Adam tahu kalau dia pasti sangat marah. Anak muda itu bergegas menuju ke arah Dira dan yang lainnya.
"Iya, iya, maafin Adam." Adam mundur beberapa langkah.
Tak lama kemudian, lima kepala yang terbang tadi kembali melayang pulang.
"Apa kata Bunda dan Yanda kalian kalau kalian terjebak di sini, hah?" Lee menatap tajam dengan mata merahnya.
"Maaf, Om Lee," sahut Dira.
Gadis itu serta yang lainnya menunjuk ke arah Adam.
"Kok, gue?" tanya Adam mengernyit.
"Lah, emang gara-gara elu, kunyuk!" Fasya menoyor Adam.
"Tapi, elu juga yang minta ikut penasaran, kambing!" Adam balas menoyor Fasya.
"DIAAAAAAAM!"
Dira berteriak dan spontan saja Adam dan Fasya terdiam.
"Kenapa bisa sampai ke sini?" tanya Lee.
"Aku mau nolong si Putri, Om." Adam tertunduk.
"Dan dia hantu," sahut Fasya melirik tajam.
"Dia minta ketemu diantar pulang dan ternyata, dia sama keluarganya masih gentayangan. Mana cuma kepala doang," ucap Adam.
"Putri memang hantu, dia dan keluarganya dibunuh saat perampokan. Semua mati terpenggal. Hanya Putri yang jasadnya utuh tetapi dikubur hidup-hidup. Sementara tubuh keluarganya dimutilasi lalu dibuang di tempat yang berbeda," ucap Lee menjelaskan.
"Perampokan sesadis itu? Dira nggak percaya," sahut Dira.
"Coba elu terawang, Ra! Kali aja emang sengaja dibunuh bukan karena perampokan," pinta Adam.
"Dira bukan Kak Anta sama Kak Raja, ya."
"Tapi waktu itu elu bisa nerawang," sahut Adam lagi.
"Dira aja masih nggak tau kenapa bisa gitu, vision itu tiba-tiba aja muncul," tukas Dira.
"Bisa nggak pada nolongin aku dulu, huhuhu." Disya menarik tangan Dira.
"Oh iya, kasian amat ini anak orang," ucap Dira. Ia lantas meminta Om Lee untuk membantu. Sementara Adam dan Fasya menarik tangan Disya.
Kaki Disya akhirnya bisa keluar dari lubang. Fasya dan Adam harus memapahnya karena kesulitan berjalan.
"Kok, kakinya Disya basah, ya? Mana rada-rada bau pesing," celetuk Adam.
Sontak saja semua mata tertuju pada Disya yang meringis.
"Hehehe, maaf aku ngompol. Habisnya tadi aku ketakutan," lirih Disya.
***
Keempat remaja tersebut pulang ke rumah. Adam memboncengi Disya karena kakinya sakit. Sementara itu, sepeda lipat Disya terpaksa diikat dan digendong di punggung Fasya.
"Ayo, buruan! Nanti Bunda kita pada marah loh! Mana udah azan magrib lagi," seru Dira.
"Elu enak sendirian, gue berat nih!" sahut Adam.
"Sama gue juga berat bawa ini sepeda," ucap Fasya menambahkan.
"Maksudnya Adam, aku berat gitu?" tanya Disya, gadis itu hampir saja menangis.
"Menurut elu, Dis? Enteng gitu?" Adam masih mencoba mengayuh.
Sampai pandangannya tertuju pada sosok perempuan di atas jembatan. Adam menghentikan laju sepedanya.
"Kok, berhenti?" tanya Disya.
"Itu, lihat tuh di sana!" tunjuk Adam.
"Pulang, Dam, ayo pulang! Itu setan!" pekik Disya ketakutan.
*****
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
lucu😂
2024-02-18
0
Diankeren
nma sakulah'y bgus, otak murid'y ssuai nma sakulah'y g y? 🤔🤣
2024-01-09
0
Ayuk Vila Desi
kayak Tasya nih ...emang anaknya🤣
2023-06-16
0