Bab 3 PB
Pukul dua siang, jam sekolah berdentang tanda semua mata pelajaran hari itu berakhir. Tania menatap sebuah lapangan basket di sekolahnya. Dahulu, lapangan ini masih kebun dan banyak ditumbuhi pohon karet karena dulu bangunan sekolah ini belum sebesar sekarang dan setiap tahun selalu saja ada pengembangan yang dilakukan pihak sekolah agar lebih luas dan terlihat modern.
Hari itu memang ada kegiatan ekskul basket. Namun, setelah jadwal basket tersebut selesai, Tania masih saja berlatih sendirian bahkan sampai menjelang magrib. Gadis itu masih menempa dirinya untuk menghadapi tantangan basket dari Selly.
Tania mencoba beberapa kali lompatan lay-up-nya hingga tangannya mampu menyentuh ring. Dia yakin dengan tinggi badannya yang cukup, dia mampu melakukan slam-dunk. Setelah beberapa kali percobaan, Tania akhirnya berhasil menyentuh dengan satu tangannya dan bergelantungan di ring itu.
Ketika kedua tangannya sempurna menggenggam ring besi tersebut, beberapa teman-teman sebayanya tampak terpukau. Selang beberapa detik, teman-teman menyorakinya. Selly yang masih ada di sana menatap dengan sinis seraya berkacak pinggang.
Akan tetapi, sesuatu yang mengerikan terjadi. Entah karena yang ditopang terlalu berat atau faktor lain, tiba-tiba saja ring itu ambruk dan langsung menimpa tubuh Tania. Suasana menjadi hening karena gadis itu langsung tewas saat itu juga. Seketika itu juga lantai lapangan basket digenangi cairan merah segar nan anyir. Kepala Tania membentur dasar lapangan dan punggungnya remuk kala tertimpa ring berbahan dasar besi tersebut.
Teriakan para siswi menggema di sekitar Tania. Beberapa panik dan beberapa sibuk mengambil gambar dan video. Di lantai lima ruang para guru, sosok seorang wanita berkacamata dengan tubuh sintal itu tersenyum menatap ke arah jendela, tepat menatap ke lapangan basket.
"Darah segar akhirnya mengalir, mensucikan tanah ini," lirihnya seraya tersenyum mengembang.
***
Karangan bunga berdatangan di kediaman rumah artis ternama bernama Sandara, artis berusia empat puluh lima tahun itu. Satu bulan lalu juga ramai penuh karangan bunga karena pernikahannya dengan seorang pria berusia tiga puluh tahun. Pria yang hanya memanfaatkan hartanya.
Bendera kuning menjadi latar para karangan bunga tersebut. Bertuliskan "turut berduka cita" atas kematian putri semata wayang Sandara, penyanyi dan bintang sinetron ternama di ibukota.
"Kami turut berduka cita ya, Bu," ucap Miss Hana selaku perwakilan sekolah SMA Pandai Sentosa pada Nyonya Sandara.
"Terima kasih, Miss Hana." Nyonya Sandara masih terisak, sesekali mengusap air mata di pipinya.
Sementara itu, sosok suami mudanya yang bernama Kevin, berdiri di sudut seraya menatap jasad Tania yang menunggu dibersihkan. Darah masih mengalir dari lubang telinga dan kepala belakang Tania meskipun dokter sudah menjahitnya. Diraihnya lintingan berisi mariyuana yang kemudian dia bakar dan hisap.
'Tania, Tania, kasian banget elu mati muda. Mana masih perawan, ckckckc. Coba elu gue cicip dulu kemaren kemaren biar ngerasain enaknya surga dunia,' batin Kevin seraya menyeringai.
Saat melihat Sang istri menuju ke arahnya, Kevin berbalik badan. Ia meraih obat tetes mata dari sakunya, lalu meneteskan ke dalam sepasang mata beriris agak hitam itu. Kevin berpura-pura sesenggukan meluapkan kesedihan palsu.
"Sayang, kamu sudah hubungi Ibu Dita?" tanya Sandara.
"Udah, katanya sih udah di jalan," sahut Kevin seraya terisak.
"Kamu pasti sayang banget ya sama Tania? Makasih, ya, sudah menjadi ayah yang baik untuk Tania." Sandara lantas memeluk Kevin.
Pria itu terlihat jengah dan tersenyum menyeringai. Di dalam hatinya, ia menyayangi Tania dengan nafsu. Putri Sandara jauh lebih cantik, muda, dan menggiurkan dibanding ibunya.
Tak lama kemudian, Dita yang diantar Raja datang. Di belakangnya ada si kembar Dira dan Adam. Perempuan cantik itu kini menjadi pemandi jenazah untuk yang berjenis kelamin perempuan. Dita membantu Ustaz Ridwan yang kerap memandikan jenazah pria bersama Raja.
"Ibu Dita!" Sandara memeluk Dita seraya menangis ketika menyambutnya datang.
"Saya turut berduka atas kematian Tania ya, Bu," ucap Dita.
"Terima kasih, Bu. Saya merasa gagal menjadi ibu karena tidak menjaga putri saya dengan baik," tukasnya sambil terisak.
"Ini semua bukan salah Ibu Sandara. Semua sudah takdir Allah. Kita harus ikhlas merelakan dan tetap mengirimkan doa buat Tania," ujar Dita.
Dita lantas menoleh ke arah Raja, "Ja, kamu sama Adam bantu angkat Tania ke tempat pemandian."
"Iya, Bunda." Raja bergegas menarik tangan Adam dan Dira yang sudah menangis di samping jenazah Tania.
Fasya dan Disya yang baru saja menyusul bersama Tasya juga ikut membantu.
"Suami saya titip salam, dia harus pergi ke Jepang nengok Anta sama suaminya. Sekalian cek restoran kami yang di sana," ucap Dita.
"Iya, Bu, terima kasih. Sampaikan salam balik saya untuk Pak Anan."
Setelah memandikan dan mengkafani tubuh Tania, proses pemakaman akan segera dilangsungkan. Tania akan dikebumikan di komplek pemakaman elit yang ada di Bukit Pelangi di perbatasan ibukota. Biayanya juga tak murah sekitar tujuh puluh juta rupiah. Harga yang fantastis hanya untuk sebuah pemakaman.
"Tante Silla, kok Dira nggak bisa lihat hantunya Tania, ya?" bisik Dira di samping sosok kuntilanak yang selalu menjaga Dita.
"Tante rasa arwahnya nggak ada di sini. Mungkin kalau pun gentayangan, dia tertahan di sekolah," bisik Silla.
"Eh, ngapain aku ikutan bisik-bisik, ya, mereka kan nggak pada bisa lihat aku." Tania mengikik mengeluarkan tawa khas sosok kuntilanak merah.
"Iya juga, ya, bisa jadi." Dira menatap Adam yang masih termangu melihat jenazah Tania yang sudah dikafani dalam bentuk pocong.
Meskipun terpaut tiga tahun, Adam merasa menyukai Tania yang selalu baik dan perhatian padanya. Adam akan merindukan sosok Tania yang kerap sedih, menangis, bahkan marah tanpa sebab.
"Sabar, Dam, ikhlasin Tania," lirih Fasya merangkul Adam.
"Gue cuma nggak habis pikir aja kenapa Tuhan nggak adil. Tania belum meraih cita-citanya sebagai pemain basket NBA," tukas Adam.
"Hush, nggak boleh bilang gitu. Kalau bunda elu denger elu ngomong begitu, habis luh ntar. Lagian cita-cita Tania kejauhan, masa jadi pemain NBA," sahut Fasya.
"Biarin sih, Fas, biar seneng si Tania. Kali aja kesampaian jadi pemain NBA di alam gaib," ucap Adam masih menatap datar pada Tania.
"Di alam gaib emang ada NBA, Dam? Terus ada perkumpulan olahraga apa lagi? Ada lapangan bola buat para pemain internasional yang udah mati, nggak?" tanya Fasya, si penyuka sepak bola itu.
"Elu aja sono duluan ke alam gaib! Nanti elu gentayangan balik ke sini terus cerita sama gue tentang alam gaib," ketus Adam.
"Dih, kunyuk! Elu aja sono duluan ke alam gaib!" Fasya melirik tajam pada Adam.
"Elu yang kambing! Huh, badan luh bau, Fas!" ketus Adam melepas rangkulan Fasya dan bersiap memutar tangan Fasya ke belakang.
"Adam! Fasya! Bisa tenang, kan?"
Meskipun suara Tasya terdengar pelan, tetapi nada ancaman yang ditekankan wanita itu pastinya membuat dua anak muda itu bertekuk lutut.
*****
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
choowie
OMG😱
2024-02-29
0
Ayuk Vila Desi
anta dah nikah ...ma Arya kah
2023-06-16
0
Ayuk Vila Desi
kok ada manusia macam kevin
2023-06-16
0