"Iya, kok elu tau?" tanya James.
"Wahana itu punya si Wahyu. Tapi masa, sih, ada yang hilang di sana? Mungkin pas pulang dari sana dia diculik atau ketemu perampok, bisa jadi kan?" tanya Cindi.
"Ummm, bisa jadi, sih." James lantas berkenalan dengan Cindi keduanya tampak akrab kemudian di meja kafe yang lain.
“Menurut kamu, Dir?" bisik Rara seraya meletakkan gelas dengan gemetar.
"Nggak tau deh, Kak," sahut Dira.
Karena kandung kemih yang penuh, Dira lantas bergegas ke toilet. Rara langsung mengikuti. Namun, langkah mereka terhenti karena seorang wanita.
“Kamu Dira, kan?" Ibunya Arga datang bersama suaminya yang merupakan pemilik saham dan rekan kerja dari ayahnya Wahyu.
"Iya, saya Dira. Tante Laila? Kok, ada di sini?" Dira langsung mencium punggung tangan wanita itu tetapi Laila segera menepisnya. Rara yang tadi ingin salim jadi menghentikan keinginannya.
"Menurut kamu saya di sini ngapain? Saya tamu kehormatan di sini. Suami saya itu pemilik saham di sini," ucapnya ketus.
"Waduh, ada nenek lampir," ucap Adam yang kala itu menghampiri Dira.
Dia disikut perutnya oleh Raja yang mengikutinya dari belakang.
“Halo, Tante, apa kabar? Makin awet muda aja,” sapa Raja.
“Hmmm, kabar saya baik. Iya dong saya awet muda, kan saya perawatan. Beda sama ibu kamu itu," ucapnya.
Adam mulai gemas, tetapi Dira menahannya.
"Kalian pada ngapain keroyokan di sini?" tanya Laila.
Dira dan Adam langsung bertatapan.
"Kita mau tawuran kali dibilang keroyokan sama ini nenek lampir," bisik Adam.
"Iya, ih, nggak jelas." Dira mengangguk.
"Wahyu yang meminta band saya manggung di sini, Tante," jawab Raja.
"Iya." Adam ikut mengangguk.
"Selera Wahyu rendah banget, ya. Kayak nggak ada grup band yang bagus aja di kota ini. Masa dia ngundang band loser kayak kamu, sih," ucap Laila lalu beranjak pergi meninggalkan Raja dan yang lainnya.
Raja mulai mengepalkan tangan. Ingin rasanya dia lempar wajah Nyonya Laila dengan kursi.
"Tunggu! Kalau saya band murahan dan loser, mana mungkin saya punya penggemar yang bikin rame kafe kayak gini!" sungut Raja. Dia menatap tajam penuh kegeraman.
"Saya nggak peduli!" Laila tetap melangkah pergi.
"Ih, nyebelin banget tuh nenek lampir!" Dira hendak menjambak rambut bergelombang Nyonya Laila tetapi Adam yang gantian buru-buru menahannya.
Rara juga sudah menahan Raja agar menenangkan diri.
"Tahan, ya, ganteng. Please… jangan malu-maluin diri kamu buat perempuan tua kayak gitu. Tahan juga ya, Dira," ucap Rara.
Raja menghela napas panjang dan dalam. Dia ingin melegakan kemarahan dalam dirinya. Begitu juga dengan Dira. Ia jadi teringat kalau dia mau buang air kecil. Dira segera bergegas menuju ke toilet.
Tiba-tiba, Dira malah bertubrukan dengan sosok hantu anak kecil sampai anak lelaki berusia lima tahun itu terpental.
"Sorry, ya, Dira mau pipis," ucapnya.
Anak yang berada tak jauh darinya hanya mendongakkan kepala menatap Dira. Tak lama kemudian, Dira keluar dari bilik toilet lalu melihat kedua mata hantu anak kecil itu menghitam seperti mata panda. Seluruh tubuhnya terlihat memar, luka berongga, serta bau anyir darah dan nanah tercium. Ia menarik ujung kaus yang Dira kenakan lalu tersenyum menyeringai.
"Astagfirullah!" Rara yang menyusul Dira malah memekik saking terkejutnya.
Dira menoleh pada hantu anak kecil itu dan tersenyum.
“Hai, kamu kenapa, Dek?” tanya Dira.
“Aku mau es kopi," pinta hantu anak kecil itu.
“Eh, anak kecil nggak boleh ngopi!" sahut Dira.
"Aku mau es kopi itu, Kak! Huaaaaaa!" Anak kecil itu lantas menangis meneteskan air mata darah.
Rara segera menarik tangan Dira, merengek agar mau ikut keluar.
"Ya udah, kamu tunggu depan wc. Nanti Kak Dira bawain es kopi ke sini," ucap Dira seraya tersenyum. Dia mengikuti tarikan tangan Rara yang ketakutan sedari tadi.
“Oke."
Hantu anak laki-laki itu menyeret kakinya yang patah. Ketika berbalik badan, punggungnya tak memiliki kulit dan memperlihatkan luka menganga seperti terkena hantaman benda keras. Usut punya usut hantu anak kecil itu merupakan korban kecelakaan di depan Kafe Backdoor itu sebelum kafe itu direnovasi. Kini, anak itu mendiami toilet di kafe tersebut.
“Kasian dia, ya, Kak Rara?" ucap Dira.
“Kasian? Aku malah takut karena serem, Dir! Cuma kamu dan keluarga kamu itu yang bilang kasian sama hantu," tukas Rara.
Kafe Backdoor milik Wahyu memang memiliki area khusus pecinta kopi. Di sana mereka dapat menyesap segelas sajian kopi nikmat di bawah naungan rimbun pepohonan. Setelah Dira selesai urusannya dengan hantu anak kecil tadi, Raja mengajak Rara untuk menuju ke arah Cindi di meja yang ada di sudut kafe. Dia akan menemui ayahnya Arga juga di sana.
Di hadapan area itu ada panggung tempat seorang pengunjung yang sedang menyuguhkan alunan musik pop yang seru. Pamor kafe tersebut diharapkan akan menyediakan suguhan bagi para anak muda saat menikmati keberagaman kopi cita rasa nusantara yang terhidang di atas piring dalam suasana warisan arsitektur klasik.
Pembicaraan Raja dan ayahnya Arga juga mengharapkan kalau kafe tersebut nantinya akan menjadi pilihan bagi para pengunjung. Mereka yang ingin menikmati canda tawa bersama sahabat dan keluarga bisa ditemani dengan berbagai pilihan minuman yang menyegarkan. Kelezatan hidangan burger, hotdog, pizza, dan pasta akan menjadi menu pelengkap yang tak kalah istimewa.
Di kafe itu juga ada puding lezat resep dari ibunya Arga dan hidangan penutup lainnya. Dalam konsep ruangan yang nyaman dan temaram dipayungi udara yang segar. Wahyu menatap ke arah Dira dengan lekat. Tak ada apa pun yang dapat menghalangi keinginannya selain mendapatkan gadis muda itu.
Capung Band naik kembali ke atas panggung. Dira dan Rara mendekat begitu juga dengan Pocong Tania.
Dira menuju ke depan panggung lebih dekat karena dia merasa jengah juga mendapat sorotan liar dari Wahyu. Dua orang gadis datang mendekat di kerumunan para penikmat musik Capung Band. Dua gadis itu datang mendekat dan dengan sengaja menabrakkan bahu mereka pada Rara.
“Ngapain elo, senyum-senyum ke mereka? Awas ya kalau sampai senyum ke Raja!" ancam gadis berambut panjang lurus sebahu, hidung mancung, dan wajah tirus yang tampak cantik itu
"Awas juga kalau berani-berani suka sama Raja! Dia punya aku," kata gadis berambut pendek yang dicat pirang dengan tubuh sintal itu mengancam Rara.
“Haduh, kalian ngapain sih sok kecantikan gitu? Ngapain juga suka sama Kak Raja, dia jelek tau! Kak Raja itu usil, nyebelin, sok cakep—"
“Eh, siapa elo berani beraninya ngatain calon pacar gue?!" hardik si pirang.
“Nama saya Dira, kenapa?!" tantang Dira.
“Heh, sipit! Denger ya, gue nggak nanya nama elo! Gue nggak suka elu jelek-jelekin Raja!" Si pirang bertolak pinggang. Sementara Rara menahan tawa.
"Dih, masa Dira dikatain sipit. Mentang-mentang matanya kecil nggak lebar," celetuk Tania.
Dira menatap tajam ke arah sosok pocong itu.
...*****...
...To be continue…...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
ilypajipark
tapi kalau situ jadi sama raja bukanya jadi keluarga juga ya...
2023-07-23
0
Ayuk Vila Desi
lah mereka gdk tau Dira siapa...
2023-06-17
0
Ayuk Vila Desi
ini ibunya Arga temenya anta bukan
2023-06-17
0