Pertemuan 2
"Sumpah demi tuhan, Tirta. Aku tak percaya." Jawab Hana dengan mata berkilat penuh murka.
Mendapati tanggapan Hana yang menyakitkan hatinya, tentu saja Tirta merasa ia tak mampu menghadapi. Jika boleh sedikit saja Tirta mengatakan, Hana memang berhak mengatakan tak percaya padanya.
"Aku tahu." Ujar Tirta. Tatapan yang semula tajam, kini berubah menjadi tatapan yang sendu. Namun Hana menganggap, itu hanyalah sebagian akting Tirta.
"Kau memang boleh tak percaya padaku, Hana. Tapi aku mengatakan semuanya dengan sungguh-sungguh. Aku benar-benar tersiksa tanpamu. Percayalah, dua tahun tanpamu, aku seperti lelaki yang kehilangan arah. Kau adalah poros duniaku."
Hana menatap dalam Tirta, dengan tatapannya yang tajam.
"Untuk ukuran lelaki tirani sepertimu, apakah pantas kau mengiba padaku agar aku kembali padamu? Kau pasti memiliki rencana tak biasa untukku, Tirta. Katakan, apa rencanamu?" Tanya Hana lagi.
"Rencanaku, aku ingin membawamu dan juga kembali. Maafkan aku. Mari kita kembali memulai segalanya dari awal. Beri aku kesempatan, agar aku bisa menebus kesalahanku di masa lalu. Aku memang bukanlah orang yang romantis dan bermuluk-muluk dalam menebar janji. Tetapi aku berjanji, akan mengabdikan hidupku hanya untukmu dan anak kita."
Jawab Tirta.
"Kubur mimpimu itu dalam-dalam, Tirta. Bahkan aku sedikit pun tidak Sudi untuk bisa kembali menjalani hidup bersamamu. Dengarkan aku, bahkan andai seluruh dunia bersujud di kakiku, aku tetap tak akan pernah memercayai dirimu." Ucap Hana. Nadanya masih kasar.
Hati wanita mana yang kuat, bila harus tinggal dan hidup berdampingan dengan laki-laki kejam seperti Tirta? Bahkan Hana tak ingin ia melihat Tirta lagi setelah ini. Yang Hana pikirkan, dirinya hanya ingin hidup berdua dengan Felix. Jangankan untuk kembali, melihat Tirta saja, rasanya Hana sudah muak.
Tirta diam, masih juga tak menimpali kalimat Hana. Tirta sadar diri. Maka, semarah apa pun Hana padanya, Tirta berjanji Ia akan menerimanya.
Seberat apa pun rintangan dan hukuman dari Hana, Tirta tak akan peduli. Yang ia pikirkan adalah, bagaimana caranya agar ia bisa membuat Hana menerimanya kembali.
"Pulanglah, Tirta. Kurasa pembicaraan ini telah selesai. Sebagai keputusanku, aku memutuskan bawah aku tetap tak ingin kembali denganmu. Aku berencana untuk pulang ke rumah mama dan papaku. Setelah aku tiba nanti, kuharap kau tidak lupa untuk segera mengurus perceraian kita." Ungkap Hana, yang membuat Tirta merasakan sakit hati kembali.
Penolakan Hana memang menjadi sumber sakit hati Tirta. Tetapi Tirta tak ingin menyerah. Lelaki itu masih gigih dalam mempertahankan tujuannya datang jauh-jauh menyusul Hana kemari.
"Tidak. Sampai kapanpun, aku tak akan pernah menceraikanmu." Jawab Tirta apa adanya. Jangankan untuk bercerai, bahkan bila Hana berniat lari lagi dari Tirta, Tirta memutuskan untuk tetap akan mencarinya. Lagi dan lagi.
"Jangan egois, Tirta. Berada dalam rumahmu, nyatanya aku merasakan neraka paling dalam. Panas dan tersiksa. Kau bukan hanya menghajar mentalku, kau bahkan telah memukuli fisikku dan menerjang jiwaku. Aku tahu, bahkan saat pertama kali kau menyentuhku, kau merasa jijik dan mengatakan bahwa aku hanyalah pelacur pribadimu. Tak hanya itu, aku bahkan bukanlah gadis lagi, seperti yang kau kira." Timpal Hana.
Mengingat masa-masa selama beberapa bulan menjalani pernikahan. dengan Tirta, membuat Hana hanyalah mengingat momen buruk dan sedihnya saja. Nyatanya hati Hana tidak sekuat itu.
"Ya. Nyatanya, aku memang telah bersalah. Aku tak akan menyangkal dan aku mengakuinya. Itulah sebabnya aku datang kemari, untuk mendapatkan maaf darimu, Hana. Kumohon, kembalilah pulang bersamaku. Kau bahkan bisa mengunjungi kedua orang tuamu dengan bebas, aku tak akan melarang." Ungkap Tirta kemudian.
"Sayangnya, aku sudah tak memiliki kepercayaan lagi padamu, Tirta. Sakitnya bahkan aku tak mampu mengobatinya hingga saat ini. Jadi maafkan aku, aku benar-benar tak bisa menerimamu lagi, Tirta. Carilah wanita yang kau inginkan." Ungkap Hana kemudian.
Tirta terdiam di tempatnya. Bahkan Hana tetap berpegang teguh pada pendiriannya. Ia tak ingin memaksa Hana, namun lelaki itu juga tak ingin Hana tetap berjauhan dengannya.
Jika boleh Tirta katakan, Tirta hanya ingin Hana kembali, menilai kesungguhan tirta, dan memberinya kesempatan kedua. Apa sulitnya?
Wanita memang rumit.
"Lantas, bagaimana caranya supaya aku bisa membuatmu percaya padaku, Hana?" Tanya Tirta kemudian. Lelaki itu tetap tak akan pernah menyerah sekalipun Hana menolaknya berkali-kali.
Hana kembali menatap dalam Tirta. Ada kesungguhan dan juga ketulusan yang bisa Hana lihat dari seorang Tirta. Sayangnya, itu tak juga membuat Hana luluh.
Keputusan Hana untuk berpisah dengan Tirta, sangat bulat. Hana memang benar-benar sudah menutup rapat pintu hatinya. Hana tak salah, kan?
"Tak ada yang bisa kau lakukan, Tirta. Yang bisa kau lakukan sekarang adalah kau bisa pulang dan enyahlah dari hadapanku. Aku tak ingin aku bernasib sama seperti mendiang Anita, kekasihmu itu. Mati di tanganmu, dan kau bisa menyembunyikannya dengan rapi." Ungkap Hana.
Suara Hana mulai gemetar. Rasa takut yang sempat pergi dari Hana, kini kembali datang, mengoyak pertahanan diri Hana dan mengikis keberanian wanita itu.
"Hana, kumohon, tolong beri aku kesempatan. Kematian Anita memang ulah tanganku. Tapi percayalah, aku tak mungkin melakukan itu padamu. Kau ... bagaimana pun juga, kau adalah istriku, ibu dari anakku." Pinta Tirta. Kedua tangannya mengatup di depan dada.
Dari balik tembok, Kara yang mendengarnya begitu terkejut.
Anita? Jadi, kekasih Tirta yang mati sepuluh tahun silam, adalah akibat dibunuh oleh Tirta? Oh astaga, Kara tak menyangka akan hal ini.
Berita yang beredar, Anita mati karena sebuah kecelakaan. Namun siapa sangka, itu dikarenakan oleh tangan dingin Tirta. Ingin muncul, namun Kara sadar dan ingin mendengar lebih banyak lagi, fakta tentang Tirta di masa lalu.
"Persetan dengan itu semua, Tirta. Keputusanku sudah bulat. aku tak ingin melanjutkan rumah tangga ini. Nanti setelah aku tiba di rumah mama dan papa, kau bisa mengunjungi anakmu." Tegas Hana.
Sayangnya, dari arah tangga, pelayan datang dan membawa Felix yang menangis dalam gendongan pelayan.
"Maaf, nyonya. Putra anda menangis di dalam kamar. Maaf karena saya lancang membuka pintu dan membawanya kemari." Ujar pelayan dengan sopan.
Pandangan Tirta terasa mengabur akibat air mata yang keluar tak tahu malu. Pria itu menangis haru karena bisa melihat putranya yang disembunyikan selama ini oleh Hana, istrinya.
"Tak apa." Jawab Hana, seraya mengambil alih Felix dalam gendongannya. Hana merutuki situasi yang tak tepat. Mengapa Tirta harus melihat Felix langsung saat ini? Itu yang ia sesali.
"Siapa namanya, Hana? Siapa nama putra kita?" Tanya Tirta lirih. Tenaganya seolah terkuras habis karenanya.
Hana tak segera menjawab, membiarkan nafasnya kembali normal sambil mengusap air mata Felix.
"Felix Harraz Rahardja." Jawab Hana tak kalah pelan.
Dan jantung Tirta terasa meloncat dari rongganya. Antara bahagia, haru, sedih, semua bercampur menjadi satu.
"Putraku .... " Gumam Tirta dalam penyesalan.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Azzahra Rara
rasanya haru bnget deh,,,lanjutin ya neng tia
2022-11-17
1
Arya akhtar
semangat Tirta q padamu
lanjutkan othor yg cantik
2022-11-16
1