Episode 15

Penyesalan tiada arti

Malam telah larut, Waktu telah nyaris memasuki tengah malam, ketika di kediaman Tirta yang ia tempati bersama Hana, Tirta tengah duduk seorang diri di lantai balkon kamar yang dingin. Angin bertiup pelan, namun dinginnya bahkan tak mampu menyentuh hati Tirta yang hampa. Kosong dan tak berpenghuni.

Sembilan tahun lalu, Tirta merasakan kekosongan, namun tak separah saat ini. Padahal, Tirta menjalin kasih dengan Anita selama lima tahun lamanya. Kini, menjalani rumah tangga dengan Gihana selama lima bulan, nyatanya mampu membuat Tirta candu akan keberadaan wanita itu, Hinga tersiksa selama setengah tahun ini.

Betapa bodohnya Tirta yang sudah menyiapkannya Hana. Sayangnya, semua penyesalan itu telah terlambat. Hana telah pergi dengan membA sakit hatinya itu.

Kini, setengah tahun berlalu dan Hana tak juga ditemukan. Tirta merasa tak sanggup. Jangan tanya akan usahanya yang selama setengah tahun mencari keberadaan istrinya. Bahkan Tirta menyerahkan diri secara langsung pada ayah mertuanya, dan juga keluarga Praja Bekti yang telah mengantarkan dirinya pada Hana.

Entah apa yang akan terjadi setelah ini. Yang jelas, Daniel sangat marah kala itu. Beruntung, Dita selaku ibu mertuanya bisa menahan kemarahan Daniel kala itu. Mereka hanya menuntut, agar Tirta segera menemukan Hana dan membawa wanitanya itu kembali.

Sekali lagi, Tirta meneguk segelas red wine yang selalu menemani kehampaan malam Tirta. Lelaki itu sangat kacau dengan perginya si wanitanya yang kini entah kemana. Ada bongkahan rindu yang menyesakkan dada Tirta. Dan rindu itu, hanya milik Gihana.

Tirta bahkan sudah mengerahkan seluruh orang-orangnya, untuk mencari Hana. Ia mencari Hana dengan membabi buta, menyusuri setiap jalanan dan gang-gang sempit, namun tak mendapatkan petunjuk yang berarti. Bahkan, seluruh bandara tak menunjukkan adanya jejak kepergian Gihana.

Lantas, kemana Gihana pergi? Tirta merasa ia sangat menyesali semuanya.

"Tuan, mari duduk di kursi. Berhentilah menyiksa diri sendiri setiap malam. Anda harus memiliki taktik dan semangat baru untuk menemukan nyonya dan bayinya." Haikal muncul seperti biasa, selalu memperhatikan kondisi majikannya yang memprihatinkan.

"Aku seperti tak memiliki kekuatan apa pun, Haikal. Kau tak tahu, kesalahan dan penyesalanku ini sangat menyiksaku." Ujar Tirta.

Haikal tentu saja membantu Tirta untuk bangkit berdiri, membantunya untuk duduk di kursi balkon yang empuk dan membuat Tirta sedikit merasa nyaman. Tak lupa, Haikal juga membereskan botol-botol wine dan satu gelas mahal milik Tirta.

"Tuan, saya tahu tekanan yang anda alami ini. Hanya saja, jangan terpuruk dan menyerah begitu saja. Pasti ada jalan lain yang bisa digunakan untuk membuat nyonya kembali." Ujar Haikal.

"Dia tak akan kembali jika aku tak menemukannya, Kal. Dia mungkin sudah sangat muak akan perlakuan jahatku padanya. Sungguh, aku menyesal. Katakan padanya aku mohon pengampunannya." Jawab Tirta.

Pria yang biasanya angkuh menantang dunia, kini telah menemui kerapuhannya.

"Dia, mungkin saat ini dia sangat membutuhkan aku sebagai suaminya, untuk menghadapi kelahirannya. Jika aku tak salah, mungkin ia akan melahirkan sebentar lagi, dan itu dalam bulan ini. Ya Tuhan, bagaimana kondisinya dan kandungannya." Tangis Tirta pecah.

"Tuan. Kendalikan diri anda. Biasanya, anda selalu menggunakan cara cerdas dan picik. Jangan menyerah. Tidak ada salahnya jika anda meminta bala bantuan dari dua keluarga yang memiliki kekuatan besar." Ungkap Haikal.

Dua keluarga yang memiliki kekuatan besar seperti yang dimaksud oleh Haikal, tentu adalah keluarga Praja Bekti dan Adi Prama.

"Mereka sudah mencari Hana tanpa aku minta. Tapi nihil, tak ada jejak kepergian Hana. Aku hanya khawatir, Haikal. Aku takut istriku dicelakai oleh seseorang dan tak ada yang menyelamatkan dirinya. Ya tuhan, Hana .... Anakku .... "

Tirta menangis lirih. Suaranya pilu menyayat hati.

Di dalam malam yang gelap pekat tanpa bintang, Tirta meratap sedih dan tangis yang tak tertahankan. Jika boleh, Tirta ingin diberi satu waktu ia dipertemukan dengan Hana. Pria matang itu bersumpah, ia akan bersujud meminta maaf pada Hana dan keluarganya saat itu juga.

Sayangnya, itu hanyalah sebuah harapan yang tak dapat Tirta wujudkan. Penyesalan Tirta, tak memiliki arti apapun bagi Hana, tentu saja.

**

"Bagaimana kabar Tirta?" Tanya Daniel yang saat ini tengah menyesap kopinya.

Malam ini, Daniel tengah bertemu dengan adiknya, Alex dan istrinya, Aridha. Lelaki itu sengaja pura-pura tak tahu dimana Hana. Padahal, Daniel tahu betul, bahwa Hana saat ini tengah berada di bawah perlindungan Kara.

Alex menatap dalam kakaknya yang sudah tak lagi muda. Ada beberapa gerombolan uban yang menjadi hiasan di rambut Daniel, bak mahkota silver yang menyilaukan mata saat berada di bawah terik matahari.

"Orang yang aku susupkan membawa informasi, bahwa Tirta sangat kacau dan hancur. Lelaki itu bahkan tidak bisa nyenyak dalam tidur." Jawab Alex seraya menghidupkan api pada rokoknya.

"Heh, laki-laki bangsat itu. Bisa hancur juga, rupanya?" Tanya Daniel pelan. Nadanya sarat akan ejekan.

"Aku tak akan tinggal diam putriku satu-satunya diperlakukan layaknya binatang. Sejak Hana kecil, ia tak kurang kasih sayang. Dan saat dewasa, suaminya seenaknya memukulnya. Selama ini aku diam bukan berarti aku bodoh. Beruntung tuan Kara mencegahku."

"Mengapa Kak Kara tidak memperbolehkan kau menghajar menantu tirani mu itu?" Tanya Alex kemudian.

"Andai pun kau memberinya pelajaran, aku yakin itu tak akan sampai ke telinga Hana."

"Semua keputusan ada di tangan Hana. Sayangnya, Hana melarang semua orang menyerang Tirta." Jawab Daniel kemudian. Lelaki itu lantas ikut menyesap rokok seperti Alex.

"Kurasa Hana mencintai Tirta." Ungkap Aridha yang sejak tadi hanya diam.

"Tapi saat kutanya, Hana justru menjawab begini, kepergian Hana cukup menjadi balasan untuk Tirta. Hei, jawaban macam apa itu? Ya Tuhan, kau tau, kak Daniel? Rupanya yang Hana ucapkan adalah sebuah kebenaran." Sambung Aridha.

"Yang dirasakan putriku justru lebih menyakitkan dari yang Tirta rasakan." Jawab Daniel.

"Saat aku melihat potret Hana di ponsel yang dikirimkan oleh tuan Kara, aku sangat teriris melihatnya. Tak ada yang salah. Hana baik-baik saja. Hanya saja, kehamilannya yang tanpa kasih sayang suami, aku merasa tak tega."

"Hana sudah berada dibawah perlindungan orang yang tepat, kak. Jangan khawatir." Alex mencoba menenangkan.

"Ya, kau benar. Aku ingin mendampinginya saat Hana melahirkan nanti." Ujar Daniel kemudian.

"Aku akan menyampaikan pada Kak Kara. Jangan khawatir. Hanya saja, aku tak bisa menjamin, Hana akan tetap aman. Tirta pasti hingga saat ini masih mengirim orang untuk memata-matai gerak-gerik kita." Aridha menimpali.

"Itu dia masalahnya. Kita lihat saja, seberapa parahnya Tirta menyesali semua sikapnya dulu pada Hana." Daniel menatap adik dan adik iparnya, dengan tatapan penuh luka.

**

Terpopuler

Comments

Vera Mahardika

Vera Mahardika

kasihkah 1x kesempatan lg thor

2022-11-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!