Episode 18

Keputusan

"Aku memutuskan untuk pulang dan kembali ke kampung halaman, om Kara, Nara." Ungkap Hana, saat makan malam tengah berlangsung.

Seperti biasa, makan malam kali ini seperti hari kemarin, bertiga tanpa kehadiran Hanum. Wanita itu masih betah menunggui cucunya, dan kerap kali membiarkan Kara dalam kesepian.

"Kau serius?" Tanya Kara setelah meletakkan sendok diatas piring, karena sesi makan mapam telah selesai. Lelaki itu menatap kesungguhan di mata Hana dalam pandangannya.

"Ya. Aku serius. Apa yang om Kara katakan dua hari lalu, aku rasa itu benar." Jawab Hana. "Hanya saja, aku kembali bukan untuk Tirta, melainkan untuk mama dan papaku. Mereka hanya punya aku. Masalah Tirta, aku tak ingin lagi bersamanya. Mengajukan perpisahan. Aku sudah memikirkan semuanya."

"Bagus. Kau harus belajar lebih bijak dan berani mengambil keputusan. Aku akan mendukung apapun keputusanmu. Demi dirimu, dan juga Felix. Jika nanti kau butuh sesuatu, jangan segan untuk mengatakannya padaku. Aku juga berjanji, akan melindungi dirimu semampuku." Ujar Kara.

"Dan aku akan kembali kesepian. Ya tuhan, pa. Bagaimana aku bisa jauh dari Felix?" Tanya gadis yang masih berusia tujuh belas tahun itu. Dialah putri bungsu Kara dan Hanum. Gadis belia itu menatap Felix yang tengah duduk di stroller, dengan menyantap seiris roti panggang.

Nara memiliki pembawaan yang cenderung lembut, seperti ibunya, Hanum. Namun Nara juga seseorang yang pemarah dan cenderung meluapkan amarahnya tanpa tahu waktu dan situasi.

"Sabar sayang, kita bisa mengunjungi Felix sesekali. Jadi jangan khawatir. Biar bagaimana pun, Felix juga butuh bertemu dengan Oma dan opanya." Jawab Kara menenangkan. Tatapannya kemudian beralih pada Hana.

"Jadi, kapan rencanamu akan kembali untuk melepas rindu dengan mama dan papamu?" Tanya Kara kemudian.

"Secepatnya, om." Jawab Hana.

"Tapi ingat. Aku hanya sekedar mengingatkan. Sepulangnya kau disana, kau pasti akan tetap bertemu dengan Tirta. Cepat atau lambat. Persiapkan saja diri dan mentalmu. Meski Tirta sudah berubah, tapi aku tahu kau tak yakin." Ujar Kara.

"Aku tahu, om. Andai nanti aku bertemu dengan Tirta, aku akan segera berbicara mengenai perpisahan kami. Aku tak akan menghalanginya untuk bertemu dengan Felix. Biar bagaimana pun, dia ayahnya putraku. Tapi untuk tetap menjadi istrinya, aku tak akan mau." Ungkap Hana.

"Apapun itu, Hana. Keputusan ada di tanganmu. Kalau kau mau secepatnya kembali, aku akan persiapkan segalanya. Kalau kau mau, besok kau bisa berangkat. pelayan akan mengemasi barang-barang Felix. Ingat, jangan bawa semua baju anakmu dan dirimu semuanya, sesekali kau harus berkunjung dan tinggal meski sebentar disini. Aku juga keluargamu. Bukan aku mengusirmu, hanya saja, Dita sudah sangat kurus karena digulung rindu padamu dan ingin memeluk cucunya." Timpal Kara.

Hana tersenyum.

Dulu yang ia dengar, kara adalah lelaki yang memiliki kepribadian kejam dan tak kenal ampun. Sadis adalah rumor paling menakutkan bagi Hana. Tapi apa yang terjadi?

Bahkan Kara menerimanya dengan tangan terbuka saat Hana datang pertama kali, atas kiriman Aksa. Aksa lelaki yang dulu sangat Hana cintai, dan Hana relakan karena dijodohkan dengan Tirta.

Siapa yang menduga, Hana menjalani hidupnya dengan baik. Tak hanya tempat tinggal, bahkan Hana dan Felix mendapatkan kasih sayang yang berlimpah, tumpah ruah.

Saat Hana datang pertama kali kemari, Hana datang dengan raut wajah takut. Trauma akan bentakan dan juga perilaku kasar, membuat Hana sulit tersentuh kala itu. Namun kini yang Hana lihat, Kara sangat kebapakan dan pengertian.

Sementara Hana memikirkan banyak hal menjelang kepulangannya, di seberang sana, Tirta sibuk mengorek informasi kesana kemari di kediaman Adi Prama dan Praja Bekti, melalui orang-orangnya yang Ia susupkan.

Tirta tak akan berhenti mencari Hana sampai kapanpun. Ia sudah meyakini, bahwa apa yang dirasakannya terhadap Hana, adalah sebuah cinta.

**

Di satu waktu dan tempat yang berbeda, Tirta saat ini tengah fokus menyelesaikan pekerjaannya. Beberapa waktu terakhir, ia merasakan dirinya kerap kali pusing tanpa sebab, dan juga sering lelah. Pencarian Hana yang tak pernah ia hentikan, menjadi beban tersendiri untuk anak-anak buahnya.

Tirta bekerja siang hingga malam layaknya robot. Namun lelaki itu lupa, bahwasannya, dirinya itu membutuhkan istirahat yang cukup. Tak hanya itu. Pola hidup sehat yang dulu selalu Tirta terapkan, kini nyatanya harus ia tinggalkan tanpa sadar.

"Tuan." Suara Johan berhasil membuat Tirta menghentikan aktivitasnya. Lelaki itu mematikan laptopnya, dan menunggu kabar yang Johan bawa.

"Bagaimana, Han? Apa yang kau dapat?" Tanya Tirta dengan tidak sabarnya.

"Saya sudah mendapat informasi mengenai keberadaan nyonya Hana, tuan. Tapi, saya ragu untuk menyampaikan." Ungkap Johan dengan menunduk dalam.

Tirta yang tak sabaran, segera mendesak Johan agar mengatakan yang sebenarnya.

"Katakan saja, Han. Jangan bertele-tele."

"Nyonya saat ini tengah tinggal di Aussie, bersama tuan Kara. Keamanan disana sangat ketat dan sulit dibobol sistemnya. Apakah ... apakah tuan akan nekat menjemput nyonya Gihana?" Tanya Johan.

Tirta terpaku. Hatinya meragu dan ia merasakan jantungnya berdegup lebih kencang. Lalu, apakah Tirta mampu menghadapi orang-orang Kara yang terlatih.

Kara bukanlah orang yang sembarangan. Kemarahannya bisa saja merenggut nyawa siapa pun yang berani mengusiknya. Bahkan kekuatan Tirta, tak akan ada apa-apanya. Ini adalah faktanya.

"Pantas saja Hana tak ditemukan di pelosok negeri ini." Bukannya menjawab tanya Johan, Tirta justru bergumam lirih.

"Apa yang akan tuan lakukan setelah ini?" Tanya Johan kemudian.

"Aku akan tetap menyusul Hana, han. Dua tahun aku rasa ia sudah cukup menghukum diriku. Dia masih istriku." Ujar Tirta sebagai jawaban.

"Katakan, apakah anakku masih ada?" Tanyanya kemudian.

"Ya. Seorang putra yang tampan dan menggemaskan. Sayangnya, saya tak mendapatkan informasi tentang nama dan kapan tanggal kelahiran tuan muda, yang telah terlahir dari nyonya Hana. Informasi itu sangat sulit saya dapatkan. Seperti tak ada celah untuk saya bisa menyelidiki." Jawab Johan.

"Tak apa. Aku akan menyusulnya. Persiapkan segalanya, aku akan berangkat secepat mungkin." Titah Tirta.

"Kira-kira, apakah nyonya Hana akan bersedia ikut pulang, bila tuan yang menjemput?" Johan bertanya.

"Aku tak tahu. Akan tetapi bila ia tak mau, aku akan tetap memaksa. Dia tetap istriku sampai sekarang." Ungkap Tirta.

"Andaipun ia tetap tak mau, aku akan tetap berusaha, meski nyawaku yang akan jadi taruhan. Menghadapi tuan Kara, aku harus mempersiapkan segalanya, kemungkinan terburuknya sekalipun." Jawab Tirta.

"Tuan ... Saya tak bisa memberi solusi yang tepat, itu mungkin. Hanya saja menurut saya, kekuatan kita tidaklah ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kekuatan Tuan Kara." Sahut Johan.

"Tak apa, Han. Ini demi istriku. Aku ingin dia kembali. Ada berapa ratus malam yang telah aku lalui tanpa dia? Tanpa Hana, aku telah kehilangan arah." Ungkap Tirta.

Kini, Tirta merasa hidupnya tak lagi berguna tanpa adanya Hana. Hatinya kosong. Jiwanya terasa hampa. Jika Hana tak kembali, bukankah itu artinya Tirta hidup dalam kematian?

**

Terpopuler

Comments

Novie Achadini

Novie Achadini

mamous aja lo tita pria jeja

2023-04-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!