Episode 2

Malam pertama menyakitkan

Malam bersambut bintang dan bulan yang menggantung indah di langit ibukota. Segar udara malam hari masih sama dengan malam-malam sebelumnya. Namun siapa sangka, ini adalah malam yang menjadi penderitaan bagi seorang pengantin mempelai wanita, yang baru memasuki kamar hotel untuk bulan madu.

Tirta Rahardja.

Lelaki itu berjalan tegap tanpa peduli, apalagi berniat mengandeng tangan istrinya. Gihana yang harusnya bergelayut manja di lengan suaminya, kini hanya berjalan di belakang suaminya dengan raut wajah datar.

Hana merasa takut setengah mati, saat membayangkan Tirta telah mengoyak kelembutan dirinya. Pasca ancaman Tirta tadi, Hana ingin mundur saja. Hanya saja, ia tak bisa mengecewakan orang tuanya, Dita dan Daniel.

Bunyi klik pintu yang baru terbuka, menyadarkan Hana, bahwa ia tak bisa lagi mundur. Apa pun yang akan terjadi di depan nanti, andai sesuai dengan bayangannya, Hana sudah pasrah.

"Aku akan mandi. Tunggulah sebentar jika kau ingin membersihkan diri. Sebaiknya kau buka dulu mahkota dan pakaianmu yang merepotkan itu." Ucap Tirta dingin, sambil menunjuk gaun violet yang Hana kenakan.

Tak menjawab, Hana memilih diam dan duduk di meja rias, membuka satu persatu asesoris yang menempel pada rambut dan tubuhnya. Perhiasan mahal hadiah dari sang Oma, Dewi, juga ikut andil menghias Hana.

Tirta berlalu ke kamar mandi, dengan decakan kesal setibanya di sana. Baru kali ini, ia diabaikan wanita, setelah ia dulu pernah dikhianati mantan kekasihnya hingga Tirta trauma untuk kembali menjalin kasih dengan wanita mana pun yang berparas cantik.

Usai mandi, Tirta keluar kamar mandi, mendapati Hana yang sudah mengenakan piyama handuk dengan rambut terurai. tanpa kata, Hana bangkit dari bibir ranjang yang ia duduki tadi, dan berlalu ke kamar mandi.

Setelah keduanya sudah sama-sama mandi, Hana mendapati Tirta tengah duduk di jendela, seraya memandangi langit malam. Hana tak peduli, dan lebih memilih merebahkan tubuhnya diatas ranjang, dan bersiap hendak tidur.

Tirta tak akan terkejut lagi. Sikap Hana sudah Tirta perkirakan sebelumnya. Lelaki itu masih asyik menyesap rokok, yang ia selipkan diantara jari tengah dan telunjuknya. Tatapannya masih terfokus pada langit, dengan kedua kakinya yang ia topangkan pada kusen jendela.

"Aku tahu kau belum tidur, nyonya Rahardja. Bangunlah, kau memiliki kewajiban untuk melayani suami mu ini. Kau tak ingin jika sampai seluruh keluarga besarmu dan keluarga Praja Bekti tahu, bukan, tentang perilaku dirimu di malam pertama pernikahan?" Ucap Tirta tiba-tiba.

Hana yang tadinya memejamkan matanya, sontak saja refleks membuka matanya lebar-lebar.

"Apa mau mu sebenarnya, Tirta? Aku diam dan lebih memilih untuk tak mendebatmu, tapi kau justru memancing emosiku. Apa kau waras?" Tanya Hana setelah dirinya bangkit.

Tirta menyudahi acara merokoknya. Seleranya sudah hancur karena Hana meladeni kalimatnya, dengan nada dingin. Tentu saja Tirta merasa bahwa egonya sebagai lelaki, tergores sudah.

Lelaki itu membuang puntung rokok ke lantai, menggilasnya dengan kaki hingga bara apinya padam seketika.

"Aku ingin kau melayaniku malam ini. Aku menagih hakku sebagai suami." Ungkap Tirta dengan suara datar.

"Kau berkata bahwa kau membenciku, sama sekali tak sudi untuk sekedar melirikku. Tapi lihatlah sekarang, kau justru memintaku memenuhi kewajiban diriku sebagian istrimu, dengan meminta dilayani. Huh, lucu. Kurasa kau perlu ke psikiater besok." Jawab Hana penuh cibiran.

Tirta hanya diam tak menanggapi, dan lebih memilih untuk menatap Hana lekat. Di tanamnya lekuk wajah Hana di dalam memori ingatannya.

Hana, adalah wanita cantik yang menjadi istri Tirta pertama kali. Namun siapa sangka, Hana juga berhasil membuat Tirta mengingat masa lalunya yang menyakitkan, akibat pengkhianatan mantan kekasihnya di masa lalu yang kini jasadnya telah menyatu dengan tanah.

"Dan kurasa, malam ini kaulah psikiater yang sesungguhnya untukku." Jawab Tirta garang.

Lelaki itu lantas menghampiri ranjang dengan gerakan cepat, mengungkung tubuh istrinya di bawah kendalinya, sebelum kemudian Tirta mencumbu Hana dengan gerakan kasar dan penuh tuntutan.

Hana nyaris berontak dan menendang Tirta, namun sayang, sepertinya takdir memang tak berpihak padanya. Malam ini, kedua insan sepasang suami istri itu menapaki kenikmatan firdaus dunia yang tak tertandingi.

Decit ranjang hotel berukuran king size tampak mewarnai kesunyian malam ini. Semesta seolah bersorak akan kekalahan Hana dibawah kendali suaminya.

Sebuah fakta membuat Tirta kini tersenyum iblis ke arah Hana. Sejenak permainan terhenti, dan Tirta menatap Hana yang melelehkan air mata.

"Apa yang kau tangisi? Kau menyesali malam ini? Akan aku pastikan, kau juga akan menikmati malam ini, Hana. Kau menungguku untuk menjamah tubuhmu dan menuntut lebih dariku. Wanita nakal sepertimu, tak ubahnya seorang ****** di mataku." Ucap Tirta.

"Hentikan kalau begitu. Kita sudahi saja semuanya." Jawab Hana. Suaranya terbata-bata dan hendak pergi, tapi Tirta mencengkeram tangan Hana kuat-kuat.

"Kau sudah tak lagi gadis!" Tandas Tirta.

Pria itu lantas kembali menggauli istrinya dengan gerakan lebih kasar, membiarkan Hana menjerit ditengah heningnya malam. Jeritan Hana, tak ubahnya seperti bahan bakar paling ampuh untuk menyulut gairah pria tiga puluh enam tahun itu.

Di usia yang sudah memasuki pertengahan tiga puluhan, tentunya Tirta yang hidup di ibukota, telah bebas pergaulan. **** adalah kebutuhan biologis yang sering Tirta lampiaskan pada siapa pun yang dikencaninya. Uangnya tak pernah habis hanya untuk menyenangkan wanita.

Tentu malam pengantin dengan Hana, sudah tak asing lagi bagi Tirta untuk menjelajahi sejengkal demi sejengkal tubuh istrinya itu.

"Henti . . . Hentikaaan . . . ." Lirih Hana sambil mengiba.

Alih-alih iba, Tirta justru tertawa miring, dan membalik tubuh istrinya, agar membelakanginya. Dan permainan kasar kembali terulang, dengan tangis Hana yang pilu menyayat hati.

'Tidak. Ini bukanlah yang aku inginkan. Ya Tuhan, aku mohon hentikan semua ini. Aku tak sanggup lagi. Tubuhku sudah remuk tak berbetuk. Tolong aku, tuhan. Hentikan suamiku.'

Batin Hana berbisik dalam tangis.

Hingga sebuah erangan panjang dari Tirta, terdengar di telinga Hana yang tak berdaya. Wanita itu bahkan sudah kehilangan seluruh kain yang menutupi tubuhnya sejak Tirta mencumbunya dengan kasar tadi.

Baru saja Hana hendak beranjak dengan tubuh bergetar, Tirta kembali menghujamkan tubuh intinya pada Hana. Hana tak berdaya, dan ia terpaksa pasrah.

Malam pertama yang Hana impikan bisa Hana lalui dengan romantis, nyatanya kini justru penuh luka batin dan fisik. Tirta sangat kasar memperlakukan dirinya. Bukan sekali, melainkan berkali-kali.

Air putih milik Tirta yang tadi Tirta tumpahkan ke dalam tubuh Hana, Kini ditumpahkan kembali, berkali-kali. Hana tak habis pikir dibuatnya, mengapa dirinya harus terjebak dalam situasi sulit macam ini.

"Lain kali, aku akan membungkam mulutmu dengan lebih sadis dari ini. Ini tak seberapa, bila kau tahu itu. Tidak heran lagi. Semua wanita cantik memang bermulut tajam dan lebih patut diperlakukan layaknya binatang. Aku benci wanita cantik!" Ucap Tirta, setelah berkali-kali ia menggauli istrinya.

Pria itu lantas ke kamar mandi, memakai pakaiannya dan pergi entah kemana dengan langkah cepat. Yang jelas, ia meninggalkan istrinya, Hana yang sudah seperti binatang yang terluka.

**

Part selanjutnya, tentang masa lalu Tirta, ya. Penyebab Tirta benci dengan wanita cantik.

Terpopuler

Comments

🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘

🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘

sungguh .....😭😭😭😭😭😭😭

2023-04-21

1

Novie Achadini

Novie Achadini

sadis kaya binatang si tirta udh tua makin jahat

2023-04-13

1

lovely

lovely

mnjijikan s Tirta dah ga perjaka kasarrr kasihan Hana

2023-01-03

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!