Mereka kembali ke Garden Angel. Tony menyambut mereka keheranan. Apalagi dengan Gen yang terus saja menggaruk tubuhnya, bahkan Tony melihat wajah Gen yang memerah dengan banyak goresan disana.
"Kalian masuk ke hutan gatal?" Ruve dan Elves mengangguk, sedangkan Gen menyembik kesal.
"Bandit menggiring kami kesana."
"Kau tahu bandit dengan ketuanya bernama Yordal?" Ruve bertanya pada Tony. Tony yang tadinya sibuk mengurusi Gen. Terdiam pada tempatnya.
Ruve menduga Tony mengetahui sesuatu ia tak ingin memberitahu pada Ruve. "Kau salah satu anggota mereka?" Tuduh Ruve. Pemuda itu dengan cepat menggeleng.
Mendengar tuduhan Ruve tanpa basa-basi. Membuat Elves dan Gen menatap tajam Tony.
"Bu … bukan, bukan sa—"
"Aku" suara menyela perkataan Tony. Dari pintu masuk Fanta melangkah mendekati Gen, menarik dagu lelaki itu, ia melihat keadaan lelaki yang menyorotinya marah.
"Sepertinya kau menggunakan buku Emma dengan baik Elves, beruntung kau cepat ditangani" Fanta memang tak begitu tertarik dengan ramuan tapi ia tahu sedikit, karena selalu mengikuti Emma kemanapun saat istri Greodio masih hidup.
"Tinggalah disini sehari lagi. Kupastikan esok pasti membaik" Mendengar kata-kata Fanta Gen berdecak.
"Beritahu dimana markas mu!" Ucapan Elves tak bersahabat.
"Bukan markas mu lagi, aku keluar dari kelompok itu, sudah lama"
"Sssss … halah bilang saja kau ingin melindungi kelompokmu! Siaal ini sangat gatal! Elves bisa kau beri aku tumbukan daun yang kemarin" gerutu kesal Gen.
"Nanti aku berikan, kau sudah menghabiskan racikanku kemarin" Elves mulai meletakkan barang bawaannya dan sibuk mencari bahan untuk racikan obat Gen.
"Argh! Aku tak tahan! Berapa lama? Sss …" Gen menggaruk tubuh dan wajahnya dengan brutal.
"Bersabarlah" hanya itu jawaban yang Gen dapatkan dari Elves.
Gerutuan dan desisan mewarnai bar Garden Angel.
"Lebih baik kau ke kamar, Tony tolong bawa dia ke kamarnya." Ruve jengah dengan keluhan Gen. Kupingnya terasa ikut gatal mendengarnya.
Tony menggiring Gen ke kamar yang ia tempati sebelumnya.
"Jadi dimana markas bandit-bandit itu"
"Aku tak tahu" decakan keras terdengar dari bibir Ruve.
"Tapi aku bisa membantu kalian memancingnya keluar." Fanta menatap Ruve. "Besok, kalian temui aku di selatan gunung tempat yang Lelaki tua itu berikan pada kalian" setelah mengatakan itu Fanta pun pergi keluar Garden Angel.
"Kau mempercayainya?" Ruve melipat tangannya, menyandarkan punggungnya pasa kursi.
"Lihat saja besok" Elves bangkit, ia naik ke atas menuju kamar Gen. Ia menyerahkan racikan obatnya pada Gen.
"Ruve tolong bantu aku, punggung, ini sangat menyiksaku" Gen topless, Ruve akan mengambil racikan Elves. Tapi tangannya ditepis Elves.
"Aku saja" Ruve mengamati Elves, ia mendekatkan wajahnya pada Elves dengan menyipitkan mata.
Rahang pemuda itu mengetat. Membuat cengiran di bibir Ruve. Kegenitan nya meronta. Telunjuknya menjulur menekan-nekan pipi Elves dan menggoda pemuda itu.
"Aih … cemburu"
"Tidak!" Elak Elves. Ia melengos tak suka digoda. Ruve masih menekan-nekan pipi Elves yang tak mau mengaku.
"Ayolah … cemburu kan?" Ruve mencubit-cubit pelan pipi Elves.
"Duuhh, imutnya jadi ingin cium" Ruve terus menggoda dengan cengiran jenakanya. Ia sangat suka menggoda Elf tampan itu.
Mendengar kalimat itu, dengan cepat tangan Ruve yang berani mencubit pipinya ia genggam erat. Ruve sontak tertarik ke arahnya. Wanita itu membentur dada Elves yang liat. Membuat kedua mata mereka bersiborok.
"Harus ya! Sial! Kau burung bangkai sialaan! Berikan racikan obatmu! Cepat!" Elves berdehem dengan pipi yang memanas, sedangkan Ruve mana peduli dengan amukan Gen. Gony yang melihat Gen kesusahan, berinisiatif membantu lelaki itu.
"Lebih baik, kalian minta kamar pada Tony." Tony membalurkan tumbukan dedaunan itu di punggung Gen.
"Ehem … " Tony, yang namanya disebut, seketika menjadi canggung, sedangkan Gen sudah terbiasa disuguhi pemandangan saling menggoda itu. Bukan, bukan keduannya tapi hanya si wanita derik, yang notabene sahabatnya itu yang terlalu agresif hingga membuat urat malunya putus.
"Boleh?" Wajah Ruve berbinar meminta persetujuan Elves. "Tidak!" Tegas Elves dengan mata yang menyorot lebar. Membuat bibir Ruve menyembik, Elves melirik wanita yang lesu karena penolakannya itu tersenyum tipis.
Elves berdiri didepan wanita yang hanya setinggi dagunya itu. Tangannya menjepit bibir Ruve. "Terus berusaha, aku menantikan kau buat jatuh cinta" Elves bisa melihat binaran semangat pada bola mata yang memantulkan bayangannya disana.
Ruve mengangguk, mulutnya ingin sekali menyengir lebar tapi tertahan jepitan tangan Elves. Hanya kekehannya yang terdengar.
Elves melepaskan jepitan tangannya. Dan mengelapnya pada pakaian Ruve. Dengan berdecak. Tapi itu tak menyurutkan kesenangan Ruve.
"Tony, antar mereka ke kamarnya, cepat! Jika kau tidak ingin kamar ini hancur" Suara Gen menggelegar. Dan mendapat tatapan laser dari Ruve.
"Mari, aku antar ke kamar kalian" Tony melangkah keluar dari kamar Gen ia tak ingin Gen merusak kamar penginapannya.
"Kita satu kamar?" Harapan Ruve pupus saat ia ingin masuk kedalam yang sama Elves menyentuh dahinya dan mendorongnya keluar. Dan menutup pintunya rapat.
"Ini kamar Anda '' Ruve menyembikan bibirnya lagi. Elves tak memberinya kesempatan.
Ruve berjalan ke ranjangnya, ia merebahkan dirinya. Kasur di penginapan itu tak begitu empuk tapi sangat nyaman dan membuat dirinya terlelap cepat.
***
Ruve dan Elves bersembunyi di antara pepohonan, mereka memantau Fanta yang berdiri diujung jalan, tak lama, seseorang datang, lalu menjadi gerombolan.
Ruve dan Elves ikut mendekat. Pada tahap tak terlihat tapi bisa mendengar percakapannya.
"Kau berani juga datang kemari, apa pamanmu itu telah menelantarkan dirimu huh!" Ucap salah seorang bandit.
"Oh ini si pengkhianat kecil" merangsek lagi satu bandit. Tubuhnya kekar dan botak.
"Minggir kalian menghalangi jalanku!" Fanta sebenarnya tak ingin lagi berurusan dengan para bandit ini.
"Wah mulai berani kau!" Salah satunya mendekat dan menjambak rambut Fanta.
"Ark"
"Pengkhianat sepertimu masih bagus hanya dilepas, harusnya kau dilenyapkan" penjambak itu semakin menarik rambut Fanta, wanita itu meringis, tampaknya, ini waktunya. Ia mengeluarkan bubuk ramuan yang telah ia persiapkan.
Ia meniup bubuknya dan membuat mata bandit itu perih dan berteriak lalu menginjak kaki si penjambak kuat-kuat.
"SIAAL! KAU JA LANG SIAL AN! BERANINYA KAU!" teriakkan si penjambak, ia ingin merangsek dan menghantam Fanta.
"ROBERT! HENTIKAN!" peringatan yang menghentikan pukulannya. Nafas Fanta memburu,sudut bibirnya robek dan ada beberapa lebam dipipinya akibat hajaran si penjambak.
Seorang wanita mendekat. "Mau apa lagi kau?" Fanta menatap wanita yang dulu ia anggap kakak ini. Wanita yang menggantikan Emma saat ia merasa kehilangan dan terpuruk bersalah.
Fanta masuk dalam kelompok bandit Yordal bukan tak ada sebab. Saat itu ia merasakan keterpurukan yang sama seperti Greodio. Kehilangan dan merasa bersalah. Saat itu ia harusnya ikut Emma mencari tumbuhan obat, namun ia lebih memilih bermain di pasar bersama kelompok bandit itu.
Ia hanya bermain dengan mereka, tidak ikut jika para bandit beraksi kejam. Dan Lura juga tak ikut aksi kejam mereka. Tapi itu hanya didepan Fanta.
Saat Emma dinyatakan hilang, Greodio pergi mencari, ia akhirnya tinggal bersama bandit-bandit itu. Mereka hidup nomaden, yah bandit, musuhnya banyak. Dengan nomaden, musuh akan susah mendeteksi keberadaan kelompok itu.
"Kau tampaknya telah menyelesaikan urusanmu, pergilah"
"Lura!" Si penjambak tak terima.
"PERGI! PENGKHIANAT TAK PANTAS BERADA DIDEKAT KAMI! PERGI!" Suara tinggi Lura memperingatkan yang lain. Wanita di depannya ini bisa sangat ramah tapi juga bisa berdarah dingin saat tanpa perasaan menyayat leher korbannya.
Fanta berlari menjauh, ia merasa ketakutan yang membuat bulu kuduknya meremang. Dalam hati ia meminta maaf pada Ruve dan Elves hanya bisa membantu mereka sampai sini.
Ruve ingin sekali menghajar si penjambak itu namun Elves berusaha menghentikannya. "Nanti ada saatnya kau menggunakan rantai mu" bisik Elves di kuping Ruve yang membuat Ruve salah fokus.
"Kita ikuti mereka" lagi Elves berbisik di kuping Ruve posisi mereka Ruve yang dihimpit Elves di pohon, tubuh Ruve menegang. Elves menepuk bahu Ruve menyadarkan wanita derik itu pada kenyataan jika mereka sedang dalam misi menguntit.
Ruve menyusul Elves. Mereka ikut menyusuri jalanan yang terjal untuk dilalui, tapi setidaknya mereka akhirnya menemukan dimana kelompok bandit itu tinggal.
"Disini kau burung bangkai!" Desis Ruve.
Elves ingat perkataan Fanta jika mereka bisa menetap disana hingga beberapa bulan atau beberapa musim. Dan Fanta menduga mereka baru saja pindah ke tempat yang mereka ketahui ini. Dan tak mungkin keesokannya akan pindah.
Elves dan Ruve menandai tempat itu. Mereka harus bersiap. Mereka kembali.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Emak
yahhhh....nggak mau ngaku😆😆😆😆
2023-01-07
0