Di rumah Bimo
"Alhamdulillah, Mbakyu. Aku sudah melunasi hutang pada rentenir itu. Sekarang aku dan anak-anakku bisa hidup dengan tenang," ucap ayah Suci pada kakak perempuannya, Tini ketika sang kakak berkunjung ke rumahnya.
"Syukurlah, mbak juga ikut lega. Oh ya, ngomong-ngomong uang itu uang kiriman dari Suci 'kan? Dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu hanya dalam waktu seminggu?"
"Suci meminjam uang itu dari majikannya."
"Masyaallah, baik sekali majikan Suci."
"Iya, Mbakyu. Tanpa kebaikannya mungkin
saat ini aku dan anakku sudaj diusir dari rumah ini."
"Murni dan Fitri di mana? Hari ini hari sekolah libur 'kan?"
"Mereka sedang berbelanja ke pasar."
"Anak-anakmu itu memang anak yang rajin dan penurut," ujar Tini.
"Mbakyu mau kemana?" tanya Bimo.
"Biasa, bantu-bantu di rumah pak Panji. Musim orang kawin begini pesanan catering laris manis."
"Ya sudah, aku juga mau berangkat mencari rumput."
Bimo pun lantas menaiki sepeda motor tuanya. Tidak berselang lama ia pun berlalu dari hadapan Tini.
Setelah sepuluh menit berjalan kaki, Tini tiba di rumah pak Panji.
"Assalamu'alaikum," sapanya.
Tidak ada jawaban.
"Bu Panji," panggilnya.
Masih tak ada sahutan.
Mendapati pintu belakang sedikit terbuka, ia pun memilih masuk begitu saja ke dalam dapur.
"Mungkin bu Panji sedang di kamar mandi," pikirnya.
"Assalamu'alaikum, Bu Panji. Maaf saya masuk begitu saja ke ruang dapur," ucapnya.
Seperti yang dilakukan setiap harinya, sesampainya di dapur itu Tini akan meracik bumbu yang akan digunakan untuk memasak masakan pesanan pelanggan. Dari ruangan itu ia memang mendengar aktifitas seseorang di dalam kamar mandi. Ia pikir bu Panji yang berada di dalam sana.
Di sela-sela Tini meracik bumbu masakan, entah dari mana datangnya seekor kecoa tiba-tiba saja hinggap di lengannya. Sontak ia pun menjerit ketakutan. Ia pun berusaha menghalau binatang kecil itu. Bukannya menjauh, serangga itu justru mulai masuk ke ke dalam bajunya. Refleks, ia pun melepas baju daster yang dikenakannya dan melemparnya begitu saja di atas lantai.
Di saat itulah pintu kamar mandi terbuka.
"Bu Panji! Tolong! Ada kecoa!" teriaknya.
Alangkah terkejutnya saat tahu yang sedari tadi berada di dalam kamar mandi bukanlah bu Panji, melainkan suaminya, Pak Panji yang baru saja selesai mandi.
"Astaghfirullahaldzim! Pak Panji!"
Tini bergegas memungut daster miliknya dari atas lantai dan hendak mengenakannya kembali. Entah se*an apa yang merasuki pikiran pak Panji saat itu. Dia justru merebut paksa daster milik Tini dan melemparnya ke dalam kamar mandi.
"Astaghfirullahaldzim! Kenapa pakaian saya dilempar ke sana?"
Tini pun cepat-cepat masuk ke dalam ruangan itu hendak mengambil pakaiannya kembali. Ia tak menyadari jika dirinya dalam bahaya. Di saat ia sudah berada di dalam kamar mandi itulah dengan secepat kilat pak Panji menutup pintu ruangan tersebut dan menguncinya.
"Astaghfirullahaldzim! Bapak mau apa?!"
"Tini … Tini … saya tidak menyangka jika saya lah pria pertama yang akan merasakan keperawananmu," ucapnya.
"Jangan mendekat! Atau saya akan berteriak!" ancam Tini seraya berjalan mundur.
"Siapa yang akan mendengar teriakanmu. Kamar mandi ini kedap udara." Pria yang l menjabat ketua RT itu terkekeh.
"Jangan mendekat!"
Tini mulai melempar benda apapun yang berada di dalam ruangan itu dimulai dari gayung, ember, hingga botol shampo. Pun tak membuat niat buruk pria itu surut. Perlawanan dari perawan tua itu justru membuat hasrat pak Panji semakin liar.
"Tidak usah melawan, saya tidak akan bermain kasar, kamu justru akan menikmatinya," ucapnya sambil sesekali mengelus benda miliknya yang sedari tadi sudah berdiri tegak dalam balutan handuk.
"Bang*at! Jangan mendekat!" Dengan sekuat tenaga Tini mendorong tubuh kekar itu namun tetap saja ia kalah kuat. Dalam hitungan sepersekian detik tubuh Tini telah berada di dekapan pak Panji yang kini tak tertutup sehelai benang pun.
Pak Panji mendorong tubuh Tini hingga ke tembok. Sekuat apapun perlawanannya, ia harus menyerah saat ia merasakan benda asing menerobos masuk ke bagian bawah sana dan merobek selaput dara nya. Sementara pak Panji yang baru saja melakukan pelepasan itu tertawa puas.
"Baj*Ngan! Plak! Plak!" Sebuah tamparan yang begitu keras baru saja mendarat di wajah pak Panji.
Tubuh Tini luruh di atas lantai yang dingin, ia lantas menangis sejadi-jadinya. Keperawanannya yang selama ini mati-matian ia jaga, baru saja direnggut paksa.
"Pak! Pak! Bapak di dalam?" teriak seseorang dari luar pintu.
Bersambung …
Hai, pembaca setia…. ditunggu dukungannya ya….
Jangan lupa tinggalkan like,komentar positif, favorit, vote, dan hadiah. Sekecil apapun dukungan kalian. Akan sangat berarti bagi Author 🥰🥰🥰🥰
Happy reading…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Rita Saputri
typo,, bkn kedap udara tp kedap suara
2023-02-15
0
Nicky Nick
hadeeeh Thor kasihan budhe Tini nasibnya gini amat...
2023-01-02
0
Kenyang
dasar laki laki biadab GK tau malu 😡😡
2022-12-14
1