"Ehm, … bukan apa-apa kok," ucap mbok Asih.
"Kalian pikir aku percaya begitu saja? Kalian pasti menyembunyikan sesuatu," tuduh Zola.
Tiba-tiba Arsen terbangun dan menangis.
"Sudah sore, waktunya tuan muda mandi. Mbok ke dapur dulu memanaskan air," ucap mbok Sumi. Dia lantas melangkah menuju dapur. Suci sendiri bergegas membopong tubuh Arsen dari ranjang bayi. Seperti biasanya, tangis Arsen akan mereda saat tubuh mungil itu berada di dekapan sang pengasuh.
"Kamu ngapain masih berdiri di situ? Memangnya pekerjaanmu sudah selesai?" sungut Suci pada Zola yang masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Apa yang sebenarnya kalian berdua sembunyikan?"
"Bukankah sudah kubilang, kami tidak menyembunyikan apapun. Kami hanya ngobrol biasa saja."
"Zola! Zola! Kemari lah!" teriak nyonya Sofia dari arah taman.
"Tuh, nyonya besar memanggil. Cepat ke sana sebelum suaranya naik 10 oktaf lebih tinggi." Suci terkekeh.
Zola mendengus kesal sebelum akhirnya berlalu dari hadapan Suci.
"Ada apa, Nyonya?" tanya Zola sesampainya di taman.
"Kamu ini bagaimana? Lihat tanaman-tanaman bunga ini. Kenapa semuanya layu? Apa kamu tidak merawatnya dengan baik?"
"Seperti perintah Nyonya, saya harus menyirami tanaman bunga ini dua kali sehari."
"Jika kamu sudah bekerja dengan benar, mana mungkin tanaman-tanaman ini layu?"
"Ehm … ma-ma-af, Nyonya. Sebenarnya beberapa kali saya tidak menyiram bunga-bunga ini karena saya sibuk merawat tuan muda Arsen."
"Apa maksudmu?"
"Suci sering mengabaikan tuan muda. Tidak hanya sekali saya mendapatinya asyik bermain ponsel sementara tuan muda Arsen dibiarkan bermain sendirian. Buktinya tuan muda sampai sakit, itu pasti dia mengurusnya dengan sesuka hati. Bagi orang miskin sepertinya yang dipikirkannya hanyalah uang, uang dan uang."
Zola mengkambinghitamkan Suci untuk menutupi kesalahan yang sudah ia perbuat.
"Keterlaluan! Aku akan mengadukan hal ini pada Ray. Biar dia sendiri yang memecat gadis kampungan itu," ucap nyonya Sofia.
Tentu saja Zola bersorak dalam hati. Ternyata hanya perlu sedikit akal licik untuk membuat Suci keluar dari rumah ini.
****
"Pengasuh itu memang sudah keterlaluan," ucap nyonya Sofia yang sengaja menghampiri Rayyan di ruang kerjanya. Tujuannya tak lain adalah meracuni otak Rayyan agar cepat-cepat memecatnya.
"Kenapa Ibu marah-marah?" tanya Rayyan. Pandangannya tak beralih sedikit pun dari layar laptop.
"Aku baru tahu dari Zola kalau pengasuh pilihanmu itu sering berbuat sesuka hati."
"Maksud Ibu apa?"
"Suci sering mengabaikan Arsen dan meminta Zola untuk mengasuhnya sementara dia sendiri asyik bermain ponsel."
"Apa Zola yang mengadu pada Ibu?" tanya Rayyan. Nyonya Sofia menganggukkan kepalanya.
Rayyan mengulas senyum.
"Hubungan Suci dan Zola memang kurang baik. Aku sempat beberapa kali mendapati mereka berdebat. Sepertinya Zola yang sering memancing masalah."
"Kenapa kamu jadi belain Suci?" protes sang nyonya.
"Aku tidak membela siapapun. Dibandingkan Suci, memang Zola yang lebih sering memancing keributan."
"Sudahlah, kamu pecat saja pengasuh itu. Ibu akan mencari pengasuh melalui yayasan resmi," ucap nyonya Sofia.
"Apa Ibu berani menjamin pengasuh yang diambil dari yayasan bisa 100 persen kita percaya? Tidak hanya satu-dua orang saja yang mendapatkan masalah setelah mereka menggunakan jasa pengasuh dari yayasan. Dari masalah pengasuh yang kasar, tidak tlaten, bahkan beberapa hari yang lalu kawanku sendiri yang mengalaminya. Pengasuh yang diambilnya dari yayasan membawa kabur bayinya. Setelah diselidiki ternyata pengasuh itu bekerja sama dengan sindikat penjualan bayi. Sudahlah, kita percayakan saja Arsen pada Suci. Semenjak dalam pengasuhannya berat badan Arsen naik. Dia juga tidak sering tantrum," ungkap Rayyan.
"T-t-tapi, …"
"Sudah malam, waktunya istirahat."
Rayyan menutup laptopnya. Tidak berselang lama ia pun meninggalkan ruangan tersebut.
"Kamu memaksaku untuk turun tangan, Suci," gumam nyonya Sofia.
****
Keesokkan harinya.
Suci keluar dari ruang kerja Rayyan dengan wajah berseri. Uang sejumlah dua puluh juta kini telah berada di genggaman yang berarti masalah besar yang melilit keluarganya akan segera selesai. Tak disangka dia akan berpapasan dengan nyonya Sofia saat dirinya menuruni tangga.
"Amplop apa itu?" tanyanya.
"Bu-bu-bukan apa-apa, Nyonya."
Suci bergegas memasukkan amplop tebal berwarna cokelat itu ke dalam saku celananya. Sial, amplop itu terbuka hingga membuat isi di dalamnya jatuh berhamburan.
"Uang siapa ini?" tanya sang nyonya lagi.
"Ehm, … ini-ini uang gaji saya."
"Kamu belum genap sebulan bekerja di rumah ini. Mana mungkin Rayyan memberi gaji untukmu? Kalaupun kamu memang digaji, mustahil gajimu sebesar ini."
"Ehm, saya-saya sebenarnya, ehm …"
"Jangan-jangan kamu mencuri uang ini dari dari ruangan Ray!"
"Astaghfirullahaldzim. Saya tidak mungkin melakukan hal sebodoh itu."
"Cepat jelaskan pada saya, uang apa itu!" desak sang nyonya.
"Sebenarnya … sebenarnya, …"
"Cepat jelaskan!" seru sang nyonya.
"Saya meminjam uang ini dari tuan Rayyan."
"Berani betul kamu meminjam uang pada Ray. Memangnya kamu ini siapa 'hah?!"
"Saya terpaksa meminjam uang ini demi menyelamatkan keluarga saya. Jika hari ini saya tidak mendapatkan uang, bapak dan kedua adik perempuan saya akan diusir dari rumah," ungkap Suci.
"Kembalikan uang itu!" Tiba-tiba saja sang nyonya merebut paksa amplop berwarna cokelat itu dari saku belakang celana Suci.
"Saya mohon jangan diambil, Nyonya. Hanya uang itulah yang bisa menyelamatkan keluarga saya."
"Dari pada dipinjamkan untukmu, lebih baik uang ini aku gunakan untuk membeli tas branded terbaru."
"Jangan, Nyonya."
"Minggir kamu!" seru sang nyonya seraya menyenggol tubuh Suci hingga membuatnya nyaris terjatuh.
"Saya mohon berikan uang itu, saya sangat membutuhkannya," ucap Suci.
"Sudah! Pergi sana!" Kali ini sang nyonya mendorong tubuh Suci. Entah kenapa tiba-tiba lantai yang dipijaknya terasa begitu licin. Tubuh sang nyonya pun ambruk dan terjatuh dari tangga hingga ke lantai dasar.
"Astaghfirullahaldzim! Nyonya!" pekiknya.
Teriakannya yang cukup lantang terdengar hingga ke arah teras. Zola yang tengah berada di tempat itu pun bergegas masuk ke dalam rumah. Alangkah terkejutnya saat mendapati sang nyonya jatuh terjengkang di lantai dasar. Ia terlihat merintih kesakitan sambil memegangi pinggangnya.
"Nyonya baik-baik saja?" Kenapa Nyonya bisa jatuh?" tanyanya.
"Gadis kampungan ini yang mendorongku!" Nyonya Sofia mengacungkan jari telunjuknya tepat di hadapan wajah Suci.
"Itu tidak benar. Nyonya justru terjatuh setelah mendorong saya," bantah Suci.
Beberapa saat kemudian Ray terlihat menuruni tangga. Ia pun tak kagetnya saat mendapati wanita paruh baya itu tengah terduduk di atas lantai dasar seraya merintih kesakitan.
"Astaga! Apa yang terjadi, Bu?" tanyanya.
"Gadis ini mau mencelakaiku, dia mendorongku hingga terjatuh," jawab nyonya Sofia.
Rayyan pun lantas menatap tajam mata Suci.
Bersambung …
Hai, pembaca setia…. ditunggu dukungannya ya….
Jangan lupa tinggalkan like,komentar positif, favorit, vote, dan hadiah. Sekecil apapun dukungan kalian. Akan sangat berarti bagi Author 🥰🥰🥰🥰
Happy reading…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
timbuljaya
drama bangetz dah si nenek
2023-02-09
0
Kenyang
astagfirullah dasar nenek nenek munafik😡😡😡semoga saja tulangnya fatah
2022-12-14
0