Suci dan mbok Asih baru saja memasuki halaman rumah ketika tiba-tiba terdengar suara teriakan Zola dari dalam rumah.
"Astaghfirullahaldzim. Kenapa kamu teriak-teriak, Zola?" ucap mbok Asih.
"Tuan Rayyan … Tuan Rayyan."
"Kenapa dengan tuan Rayyan? Bicara yang jelas," desak Suci.
"Tuan Rayyan kecelakaan!"
"Kamu jangan bercanda, Zola!" bentak mbok Sumi.
"Aku serius, Mbok. Barusan polisi menelpon dan memberi kabar jika tuan Rayyan mengalami kecelakaan. Sekarang dia berada di rumah sakit," ungkap Zola.
"Innalilahi wa inna ilaihi raji'un. Di mana Nyonya Sofia?"
"Nyonya pergi dari satu jam yang lalu. Aku sudah mencoba menghubungi ponselnya namun tidak tersambung."
"Dia pasti pergi menemui selingkuhannya," gerutu mbok Asih.
"Mbok Asih bilang apa barusan?" tanya Zola.
"Ehm, ti-ti-tidak. Mbok hanya kesal kenapa nyonya tidak bisa dihubungi di saat keadaan genting begini."
"Bagaimana ini, Mbok? Nyonya Sofia pasti pergi bersama pak Seto juga," ucap Suci.
"Ya sudah, kamu ajak Arsen masuk ke dalam. Biar mbok dan Zola ke rumah sakit," ucap mbok Asih. Suci pun mengangguk paham.
Sore harinya.
Suci merasa kebun lantaran sedari tadi Arsen menangis tanpa henti. Semua cara sudah ia lakukan untuk menenangkannya, namun tangis balita itu tak kunjung mereda.
"A-yah … A-yah …" Sesekali Arsen memanggil nama sang ayah.
"Bagaimana ini, Pak? Saya tidak tahu lagi bagaimana menenangkan tuan muda Arsen," ucap suci pada sang security, pak Bondan.
"Sepertinya tuan muda rewel karena ayahnya sedang tidak baik-baik saja. Mungkin sebaiknya Mbak Suci ajak tuan muda ke rumah sakit. Siapa tahu setelah bertemu tuan Rayyan, tangisnya akan mereda," ucapnya.
"Baik, Pak. Kalau begitu sekarang juga saya ajak tuan muda ke rumah sakit."
"Hati-hati, Mbak."
Sesampainya di rumah sakit.
"Maaf, balita sehat tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah sakit. Anda tidak buta huruf 'bukan?" ucap seorang perawat ketika Suci baru saja melintasi bagian depan rumah sakit.
"Tentu saja saya bisa membaca pengumuman yang tertera di bagian depan pintu masuk. Kalau tidak terpaksa, saya tidak mungkin membawa bayi sekecil ini ke rumah sakit."
"Jadi, sekarang juga silahkan anda tinggalkan rumah sakit ini."
"Sedari tadi tuan muda tidak berhenti menangis sambil memanggil ayahnya. Inilah alasan saya mengajaknya ke tempat ini."
"Maaf, tapi peraturannya sudah jelas 'bukan? Saya harap anda paham."
"Ayah … Ayah," celoteh Arsen.
"Suster lihat sendiri 'bukan? Anak ini hanya ingin bertemu dengan ayahnya."
"Maaf, tidak bisa." Perawat itu mendorong tubuh Suci agar segera meninggalkan ruangan itu. Bukan Suci namanya kalau dia tidak berani melawan. Meski dilarang, dia tetap saja dia menuju sebuah ruangan yang diyakininya menjadi ruang perawatan Rayyan.
"Suci? Apa yang kamu lakukan di sini, Nduk?" tanya mbok Asih.
"Astaga. Dasar gadis go*lok! Kenapa kaku membawa tuan muda ke sini?" ucap Zola.
"Dari tadi tuan muda tidak berhenti menangis sambil memanggil nama tuan Ray."
"Kamu kan pengasuhnya. Seharusnya kamu bisa membuat tangisnya mereda."
"Kamu pikir aku tidak melakukan apapun? Semua cara sudah kulakukan agar tuan muda berhenti menangis, tapi aku gagal."
Tiba-tiba seorang dokter keluar dari dalam ruangan itu.
"Maaf, ada apa ini?" tanyanya.
"Gadis kampungan ini membawa bayi ke rumah sakit ini, Dok. Sepertinya dia tidak bisa membaca," ketus Zola.
"Peraturan di rumah sakit ini, anak sehat di bawah usia tujuh tahun tidak diperbolehkan masuk," jelas dokter.
"Pasang telingamu baik-baik," sungut Zola.
"Bukannya saya ingin melanggar peraturan di rumah sakit ini, akan tetapi sedari tadi anak ini tidak berhenti menangis sambil memanggil nama ayahnya. Itulah alasan saya membawanya ke rumah sakit ini."
"Bagaimana keadaan tuan Rayyan, Dokter?" sela Zola.
"Pasien belum sadarkan diri."
"Ayah ….Ayah." Tangis Arsen kembali pecah.
"Bagaimana, Dok. Apa anak ini diperbolehkan masuk ke dalam?" tanya Suci.
Dokter itu tampak berpikir sejenak sebelum ia memberi jawaban.
"Baik, saya beri waktu sepuluh menit."
"Terima kasih, Dokter."
Suci pun bergegas memasuki ruang perawatan Rayyan. Pria itu tampak tergolek lemah di atas ranjang pasien dengan luka yang cukup parah di bagian wajahnya.
"Ayah …"
"Iya, Sayang. Itu ayah," ucap Suci sembari mengusap lembut rambut Arsen.
"Ayah … ngun."
Suci hampir tak mempercayai apa yang dilihatnya. Bayi laki-laki berusia satu tahun itu meraih tangan Ray lalu menciumnya.
"Ayah … ngun."
Keajaiban pun terjadi. Rayyan yang sudah lebih dari empat jam tak sadarkan diri itu tiba-tiba membuka matanya.
"Arsen," lirihnya.
"Tuan muda yang membuat Tuan sadar," ucap Suci.
"Maafkan ayahmu ini, Nak."
Rayyan berniat mengangkat kepalanya yang tertutup perban namun ia memekik kesakitan.
"Tuan jangan banyak bergerak dulu," ucap Suci.
"Apa yang terjadi pada saya? Kenapa saya berada di sin?" tanyanya.
"Tuan mengalami kecelakaan."
Rayyan terlihat berpikir sejenak.
"Ayah membelikanmu mainan, Nak."
"Maaf, Tuan. Tadi saya sempat berbicara dengan polisi. Mobil Tuan mengalami kerusakan yang cukup parah, begitu pun dengan mainan mobil-mobilan nya," ucap mbok Asih yang baru saja memasuki ruangan itu.
"Maafkan ayahmu ini, Nak. Selama ini ayah acuh dan selalu menganggapmu anak pembawa sial. Ayah berjanji akan lebih meluangkan banyak waktu untuk bermain denganmu," ungkap Rayyan.
"Tuan muda sudah bertemu ayah 'kan? Sekarang waktunya kita pulang," ucap Suci. Bocah laki-laki itu mengangguk paham.
"Ayah …pulang."
"Iya, Sayang. Ayah pasti akan segera pulang," ucap Rayyan.
"Kalau begitu kami pulang dulu."
"Dadah … Ayah." Arsen melambaikan tangan ke arah Rayyan. Rayyan yang belum bisa banyak bergerak itu menanggapinya dengan senyum.
"Hati-hati, Nduk," ucap mbok Asih.
Suci pun lantas meninggalkan ruangan tersebut.
****
Di sebuah rumah.
"Aku mau dibelikan mobil sport," ucap seorang remaja laki-laki berseragam SMA yang baru saja memasuki ruang tamu.
"Kamu ini kenapa? Datang-datang minta dibelikan mobil."
"Memangnya apa susahnya? Ibu tinggal mengambil uangnya saja tanpa susah payah mencarinya."
"Enteng saja bicara begitu. Apa kamu mau tahu berapa harga mobil incaranmu itu? Di atas tiga ratus juta."
"Alah! Uang itu bukan apa-apa buat anak angkat Ibu yang kaya raya itu."
"Dia bisa curiga jika Ibu terus-terusan mengeluarkan uang dalam jumlah besar. Lagipula sepeda motormu itu baru bulan lalu dibeli."
"Mudah saja kok. Jika Ibu tidak mau menuruti keinginanku, aku akan menemui anak angkat Ibu itu lalu kubongkar semua rahasia Ibu jika ibu memiliki suami dan anak tanpa sepengetahuannya!" ancam remaja laki-laki bernama Jonas itu.
"Berani sekali kamu mengancam Ibu."
Obrolan keduanya terhenti ketika tiba-tiba seseorang muncul ke dalam ruangan itu dengan raut wajah kesal.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya si perempuan.
"Aku gagal mencari sasaran," jawabnya.
Bersambung …
Hai, pembaca setia…. ditunggu dukungannya ya….
Jangan lupa tinggalkan like,komentar positif, favorit, vote, dan hadiah. Sekecil apapun dukungan kalian. Akan sangat berarti bagi Author 🥰🥰🥰🥰
Happy reading…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments