"T-t-tapi, nyonya Sofia tidak mengizinkannya bekerja di rumah ini," ucap Zola.
"Sedari tadi aku dan mbok Asih kesulitan menenangkan Arsen. Tapi begitu dia datang Arsen langsung berhenti menangis."
"Nyonya Sofia menolaknya menjadi pengasuh tuan muda Arsen karena dia sama sekali belum berpengalaman."
"Berapa banyak pengasuh lagi yang keluar masuk di rumah ini. Kamu sendiri tidak bisa mengurusnya 'bukan?"
"Ehm, saya-saya, …"
"Di mana ibu?" tanya Rayyan.
"Nyonya Sofia mengatakan beliau menghadiri undangan pesta di rumah salah satu kawannya."
"Lanjutkan pekerjaanmu. Jangan membuat puteraku terbangun." Rayyan berlalu dari hadapan Zola lalu berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
"Ngapain kamu masih di sini? Apa kamu tidak mendengar perintah tuan Rayyan?" tanya Suci.
"Kamu jangan merasa menang dulu. Setelah nyonya Sofia pulang nanti, aku pastikan kamu akan diusir dari rumah ini!" ancam Zola.
"Uh … takut!" Lagi-lagi Suci menjulurkan lidahnya.
"Awas kamu!" Zola hendak menarik lengan Suci. Sial, di waktu yang sama Suci menutup rapat pintu kamar Arsen. Akibatnya jari-jari tangannya pun terjepit.
"Aww! Gadis kampung sialan!" umpatnya.
Rayyan yang tengah menaiki tangga sontak menoleh ke arah pelayan yang bertugas membersihkan rumah itu. Tatapannya yang tajam tentu saja membuat nyali Zola seketika menciut.
Sebelum sang tuan murka, ia pun memutuskan meninggalkan tempat itu.
Pukul 01.00 dini hari.
Suci terbangun lantaran merasa perutnya begitu melilit. Ia baru ingat terakhir kali dirinya makan saat di terminal sore tadi.
"Kalau aku tidak makan, bisa-bisa aku pingsan," gumamnya. Ia lantas menoleh ke arah ranjang bayi yang berada tidak jauh dari tempat tidurnya. Arsen masih tertidur pulas setelah satu jam yang lalu terbangun karena haus.
Berusaha tak membuat suara, Suci membuka pintu sepelan mungkin. Ia berharap masih menemukan makanan di dapur untuk mengganjal perutnya yang kosong.
Perlahan ia melangkahkan kakinya menuju dapur. "Wah!" Satu kata itulah yang spontan terucap saat ia memasuki ruang dapur yang luas dan apik itu.
"Ada banyak lemari di ruangan ini. Di mana kira-kira mbok Asih menyimpan makanan?" gumamnya.
Satu persatu dibukanya pintu lemari yang berada di ruangan itu. Namun ia tak menemukan apapun selain perabot dapur.
Tiba-tiba pandangannya tertuju pada lemari pendingin yang berada di sudut ruangan.
"Apa ada makanan di dalam sini?" gumamnya lagi.
Suci membuka pintu kulkas bagian atas. Namun yang ditemukannya hanyalah daging mentah dan minuman dan makanan siap saji. Sorot matanya berbinar setelah ia membuka pintu bagian bawah kulkas tersebut. Tampak satu nampan kue bolu berukuran cukup besar yang baru dipotong sebagian kecil.
Suci mengambil nampan itu lalu meletakkannya di atas meja. Ia tak peduli meski cahaya di ruangan itu terbilang gelap. Tidak mungkin juga ia salah membedakan mana mulut dan mana hidung. Baru saja hendak melahap potongan ke tiga, Suci dikagetkan oleh seseorang yang tiba-tiba menyentuh pundaknya.
"Ampun, Tuan. Saya lapar," ucapnya tanpa menoleh.
"Ini mbok Asih."
Detik kemudian lampu di ruangan itu menyala.
"Ma-ma-af, Mbok. Saya lapar sekali. Terakhir saya makan sore tadi di terminal," ucap Suci seraya memunguti remahan kue bolu di atas meja.
"Tidak apa kok, Nduk. Kalau kamu lapar masih ada nasi dan lauk sisa makan malam. Mau mbok ambilkan?"
"Tidak usah, Mbok. Alhamdulillah, kue bolu ini sudah cukup mengganjal perut saya."
Mbok Asih menuangkan air putih ke dalam sebuah gelas lalu meminumnya.
"Mbok, …"
"Ya, Nduk."
"Apa aku boleh bertanya sesuatu?"
"Kamu ingin nanya apa?"
"Ehm, … memangnya ibunya tuan muda Arsen kemana?"
"Nyonya Arini meninggal sehari setelah melahirkan tuan muda Arsen."
"Innalilahi wa inna ilahi raji'un."
"Nyonya Arini bersikeras hamil meskipun dokter melarangnya untuk hamil dan melahirkan karena kandungannya lemah."
"Lalu, siapa Zola?"
"Zola itu sama dengan mbok. Sudah sekitar tiga tahun dia bekerja di sini. Selain membersihkan rumah, dia juga asisten pribadi nyonya Sofia. Sejujurnya mbok kurang menyukai sifat gadis itu."
"Memangnya kenapa, Mbok?"
"Zola pandai mencari muka dan suka menjilat."
Obrolan keduanya terhenti saat tiba-tiba terdengar bel rumah berbunyi.
"Siapa yang bertamu lewat tengah malam begini? Jangan-jangan, … hantu," ucap Suci.
"Itu pasti nyonya Sofia."
"Memangnya dia belum pulang?"
"Entah apa yang dikerjakannya di luar sana. Nyonya Sofia seringkali keluar di malam hari dan kembali ke rumah saat dini hari. Pernah beberapa bulan yang lalu dia pulang dalam keadaan mabuk berat."
"Biar aku yang membuka pintu," ucap Suci.
"Sebaiknya kamu kembali ke kamar. Bukankah nyonya Sofia sudah menolakmu? Dia bisa marah besar kalau tahu kamu masih berada di rumah ini. Mbok juga gak mau tuan muda Arsen terbangun hanya karena mendengarnya marah-marah."
"Baik, Mbok. Aku kembali ke kamar dulu."
Suci meletakkan kembali nampan berisi kue bolu itu ke dalam lemari pendingin sebelum akhirnya meninggalkan ruang dapur dan masuk kembali ke dalam kamar Arsen.
"Buka pintu saja lama sekali!" ketus nyonya Sofia.
"Ma-ma-af, Nyonya. Tadi saya sedang di kamar mandi."
Aroma alkohol seketika menyeruak memenuhi ruang tamu. Pun mbok Asih tidak berani bertanya apapun.
"Arsen rewel tidak, Mbok?"
"Tidak, Nyonya."
"Aku hampir menyerah mencari pengasuh Arsen Gadis yang tadi sore itu menyebalkan sekali. Jika aku menerimanya bekerja di sini, dia hanya akan membuat kekacauan," ucap nyonya Sofia. "Aku lapar. Apa di dapur masih ada makanan?" tanyanya kemudian.
"Ada, Nyonya. Sebentar saya ambilkan."
Mbok Asih meninggalkan ruang tamu dan berjalan menuju dapur. Beberapa saat kemudian ia kembali dengan nampan berisi sepiring makanan. Nyonya Sofia yang memang seringkali melewatkan makan malamnya itu pun menyantap makanannya dengan lahap.
"Oek … oek …" Tiba-tiba saja terdengar suara tangis Arsen dari arah kamar.
"Lama-lama telingaku bisa pecah jika setiap hari mendengar anak itu menangis," gerutunya kesal.
Beberapa saat kemudian tangis bayi laki-laki itu mereda.
"Kenapa dia diam sendiri? Biasanya sekali terbangun dia akan menangis lebih dari satu jam."
"Ehm … anak kecil memang begitu, Nyonya."
"Tunggu. Kenapa Arsen tertawa? Dia tidur sendirian 'bukan?"
"I-i-iya, Nyonya."
"Aneh. Dia tidak mungkin tertawa jika tidak ada yang mengajaknya bercanda. Biar kuperiksa kamarnya. Aku khawatir ada yang mengganggunya," ucap nyonya Sofia seraya beranjak dari tempat duduknya.
"Ja-ja-ngan, Nyonya!"
"Mbok ini kenapa?"
Nyonya Sofia meninggalkan meja makan kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar Arsen.
Bersambung …
Hai, pembaca setia…. ditunggu dukungannya ya….
Jangan lupa tinggalkan like,komentar positif, favorit, vote, dan hadiah. Sekecil apapun dukungan kalian. Akan sangat berarti bagi Author 🥰🥰🥰🥰
Happy reading…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Nicky Nick
dah tua msh mabuk2 an nyaah...
2023-01-02
0
Kenyang
aduh apa yg akn trjadi ini penasarn aku😱
2022-12-14
0